Konten Media Partner

Masjid Nurul Ashri Jogja: Dulu Beratap Seng Plastik, Kini Kelola Donasi Miliaran

17 Desember 2024 14:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bantuan donasi dari Masjid Nurul Ashri Deresan untuk korban bencana erupsi Gunung Lewotobi di NTT. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Bantuan donasi dari Masjid Nurul Ashri Deresan untuk korban bencana erupsi Gunung Lewotobi di NTT. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Masjid Nurul Ashri Deresan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang viral karena akan membangunkan rumah penjual es teh Sunhaji dulunya hanya masjid kecil dengan atap dari seng plastik.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, masjid ini juga sudah kerap viral karena sering memborong sayuran, buah, hingga susu dari petani dan peternak saat harga jualnya anjlok. Bahkan, Masjid Nurul Ashri sampai mendapat penghargaan Masjid Pendukung Stabilitas Harga Terbaik dari Bank Indonesia (BI).
Pembagian sayur yang diborong dari petani oleh pengurus Masjid Nurul Ashri kepada jemaah. Foto: Hendra Nurdiansyah/Antara Foto
Koordinator Partnership dan Komunikasi Masjid Nurul Ashri, Faturrahman Arhaby, mengungkapkan bahwa masjid Nurul Ashri mulai dibangun pada tahun 1976 diprakarsai oleh sejumlah dosen IKIP Yogyakarta atau sekarang bernama Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
"Kalau kita ngobrolin masalah sejarah masjid, yang pertama kita nggak mungkin lepas dah dengan satu kampus yang namanya UNY. Jadi Deresan ini dulunya sebenarnya adalah komplek perumahan dosen di Universitas Negeri Yogyakarta,” kata Fatur saat ditemui Pandangan Jogja pada Kamis (12/12) kemarin.
ADVERTISEMENT
Masjid Nurul Ashri Deresan. Foto: Resti Damayanti/Pandangan Jogja
Saat awal dibangun, Masjid Nurul Ashri tidak dirancang menjadi sebesar sekarang dan hanya difungsikan sebagai tempat ibadah salat lima waktu. Bahkan, dulu belum bisa dipakai untuk salat Jumat.
“Seiring berkembangnya zaman, pengurus-pengurus masjid ini juga studi banding, berkunjung ke Jogokariyan. Mungkin beberapa hal ada yang kemudian membuat cara pandang kami terhadap masjid itu berbeda,” ujarnya.
"Kemudian di tahun 2006 juga ada ekspansi. Jadi sebelum kemudian masjid ini membangun sistem, terus kemudian masjid ini bermetamorfosa lah bahasanya, berubah,” papar Fatur.
Foordinator Partnership dan Komunikasi Masjid Nurul Ashri, Faturrahman Arhaby. Iqbaltwq/Pandangan Jogja
Menurut Fatur, masjid harus mampu menjadi solusi bagi masalah-masalah umat, terutama masyarakat di sekitarnya. Seperti namanya, Nurul ‘Ashri yang berarti cahaya zaman, masjid diharapkan bisa menjadi cahaya dan harapan bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Yang namanya dakwah itu kan nggak boleh berhenti pada satu titik seperti itu, tapi gimana caranya kita bisa berkembang dalam dakwah,” ujar Fatur.