Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Masjid Suciati Sleman: Miniatur Masjid Nabawi yang Marmernya dari Madagaskar
25 Maret 2024 14:28 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Masjid Suciati Saliman di Jl Gito Gati, Grojogan, Pandowoharjo, Sleman, adalah miniatur Masjid Nabawi yang ada di Madinah, Arab Saudi. Masjid ini dibangun oleh Suciati Saliman Riyanto Raharjo, seorang pengusaha frozen food sukses dari Sleman.
ADVERTISEMENT
Ia terinspirasi mendirikan Masjid Suciati seperti Masjid Nabawi ketika menjalankan ibadah umrah pada 1995. Saat itu, ia bertekad untuk mengumpulkan uang agar bisa membangun masjid seperti Masjid Nabawi yang ia lihat di Madinah.
Putri pertama Suciati, Atie Raharjo, mengatakan bahwa masjid yang mereka bangun dibuat semirip mungkin dengan Masjid Nabawi.
“Supaya orang yang belum berkesempatan ke rumah Allah bisa ikut merasakan vibes-nya,” kata Atie saat ditemui Pandangan Jogja, Minggu (24/3).
Material yang digunakan di Masjid Suciati juga dibuat semirip mungkin dengan Masjid Nabawi. Misalnya marmer yang digunakan baik untuk interior maupun eksterior adalah marmer yang jenisnya sama dengan yang dipakai Masjid Nabawi.
“Kecuali marmer yang di aula itu dari Madagaskar, jadi memang marmer dalam laut sehingga seperti ada fosil-fosil kerang laut. Di mihrab itu juga kita membentuk ornamen seperti di Mekah dan itu kita pakai marmer hitam,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Masjid ini memiliki lima lantai ditambah satu basement, kapasitasnya sekitar 1.500 jemaah.
Di Bulan Ramadan ini, kegiatan di Masjid Suciati Saliman lebih padat dari biasanya. Selain salat wajib, ada salat tarawih, i’tikaf, pengajian, pondok pesantren anak, kajian untuk anak-anak, kajian untuk keluarga muda, kajian untuk ibu atau putri muslimah, dan sebagainya.
Setiap hari, Masjid Suciati Saliman juga menyediakan makanan gratis untuk berbuka puasa dan sahur. Untuk berbuka, rata-rata mereka menyiapkan 700-an porsi takjil setiap hari, sedangkan untuk sahur rata-rata 300-an porsi sehari.
“Sekarang ini alhamdulillah banyak anak-anak muda, anak-anak kuliahan dari kampus-kampus sekitar yang sering datang pas buka maupun sahur, warga sekitar juga lumayan banyak,” ujarnya.
Dalam sebulan, biaya yang dibutuhkan oleh Masjid Suciati untuk menyediakan makan sahur dan berbuka puasa mencapai Rp 300-an juta. Biaya itu diperoleh dari donasi, yayasan, serta perusahaan milik keluarga Suciati.
ADVERTISEMENT
“Kebetulan kami juga ada divisi katering, jadi bisa subsidi silang,” ujar Atie Raharjo.
Salah satu relawan Masjid Suciati Saliman, Desi Priharyana, mengatakan tahun ini memasuki tahun kedua mereka memperingati wafatnya Suciati Saliman. Ia bercerita, dulu Suciati selalu membersamai para relawan untuk menyediakan hidangan berbuka maupun sahur.
Bahkan ia ikut menata nasi, menata piring, dan memberikan suguhan ke jemaah.
“Saat terjadi kekurangan makanan, Bu Suciati langsung menitipkan uang ke saya untuk membeli nasi lagi ke luar, jadi jangan sampai ada jemaah yang enggak makan,” kata Desi.
Soal arsitektur Masjid Suciati, dia juga mengatakan bahwa orang yang baru pertama masuk ke masjid tersebut selalu kagum.
“Kagum karena apa? Bangunannya rasa hotel, marmer, dan sebagainya, rata-rata kagum,” ujarnya.