Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Nasib Yaki, Si Monyet Hitam yang Sering Jadi Santapan Manusia di Sulawesi Utara
30 April 2021 20:53 WIB
ADVERTISEMENT
Manusia jarang mengkonsumsi hewan yang cerdas dan yang emosional, salah satunya hewan yang memiliki alis. Sebab, keduanya mengingatkan pada sifat manusia yang membuat memakannya serasa menjadi kanibal. Tapi ada salah satu hewan yang jadi pengecualian, yakni monyet hitam sulawesi atau Yaki.
ADVERTISEMENT
“Kebiasaan masyarakat Sulawesi Utara memakan Yaki masih menjadi teka-teki yang besar, ini primate pintar dan memiliki alis tapi manusia memakannya. Padahal primata ini paling dekat dengan manusia,” kata Psikolog Sosial dari Komodo Survival Program, Puspita Kamil, di sebuah webinar bertema satwa liar, beberapa waktu lalu.
Yaki merupakan satwa jenis primata endemik pulau Sulawesi. Mirisnya, dalam 40 tahun terakhir populasinya sudah menurun drastis hingga 80 persen.
Direktur Program Selamatkan Yaki, Harry Hilser, mengatakan bahwa penyebab utama penurunan populasi yaki adalah pemanfaatannya sebagai daging untuk dikonsumsi. Masyarakat setempat menurut Harry telah turun-temurun mengonsumsi daging yaki sehingga populasinya mengalami penurunan drastis.
“Itu teridentifikasi sebagai ancaman terbesar bagi masa depan spesies ini,” ujar Harry Hisler.
ADVERTISEMENT
Secara sosial ekonomi, masyarakat Sulawesi Utara menurut Hisler sebenarnya memiliki asupan protein dan kalori yang tinggi. Mayoritas dari mereka juga memiliki tingkat ekonomi di atas garis kemiskinan, sehingga sebenarnya tidak ada alasan lain bagi mereka untuk mengonsumsi yaki selain karena kebiasaan yang sudah dilakukan turun-temurun.
Selain itu ancaman lain yang mengancam populasi yaki di antaranya perburuan, perdagangan satwa ilegal, serta hilangnya habitat seperti yang dialami hampir semua satwa yang ada di muka Bumi saat ini.
Beruntung setelah populasinya berkurang drastis, kini kesadaran masyarakat untuk tidak mengonsumsi daging yaki mulai tumbuh. Selama bertahun-tahun Hisler dan timnya juga telah bergerilya ke pelosok-pelosok desa di Sulawesi Utara untuk memberikan edukasi kepada masyarakat supaya tidak lagi menjadikan yaki sebagai daging konsumsi. Mereka juga datang dari satu pasar ke pasar lain untuk memberikan pengertian kepada para penjual supaya tidak lagi menjual daging yaki.
ADVERTISEMENT
“Pasar Tomohon sekarang sudah menjadi green market, bukan extreme market lagi seperti dulu,” ujarnya.
Hiu, pari, dan yaki hanya sebagian kecil dari satwa liar yang masih dikonsumsi sampai saat ini. Di luar itu masih sangat banyak satwa liar yang kerap dikonsumsi manusia, seperti paus, ular, biawak, penyu, buaya, dan masih banyak lagi.