Konten Media Partner

ORI DIY: Paksaan Jilbab karena Ada Nilai Religius di Akreditasi Kemendikbud

12 Agustus 2022 19:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala ORI DIY, Budhi Masthuri. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala ORI DIY, Budhi Masthuri. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ketua Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Budi Masthuri, mengungkapkan bahwa kasus pemaksaan penggunaan jilbab di SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul, salah satunya disebabkan karena tekanan untuk memenuhi nila religius di akreditasi yang diterbitkan Kemendikbud.
ADVERTISEMENT
Adanya frasa ‘religius’ di dalam instrumen akreditasi telah mempengaruhi visi, misi, program, dan kegiatan sekolah. Secara langsung maupun tidak, sekolah, dalam hal ini SMA Negeri 1 Banguntapan, menjadi terdorong untuk menyusun visi misi yang sarat dengan identitas keagamaan.
“Hal ini terkonfirmasi dari penjelasan guru agama, guru agama menjelaskan seperti itu, memang salah satu motivasi mereka untuk memenuhi akreditasi,” kata Budi Masthuri ketika dihubungi, Jumat (12/8).
Sekolah menurut Budi telah menerjemahkan instrumen akreditasi tersebut ke dalam berbagai kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti tadarus, tilawah, salat berjamaah, dan sebagainya. Frasa religius di dalam instrumen akreditasi itu diterjemahkan ke dalam praktik pelaksanaan keyakinan keagamaan yang dapat dilihat, harus tampak.
“Misalnya dia pakai kopiah atau kerudung, harus tampak,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Kegiatan dan aturan itu menjadi strategi sekolah untuk mendapatkan nilai akreditasi yang baik. Budi juga menemukan bahwa petugas dari Disdikpora DIY juga kerap memberikan pendampingan dan bimbingan secara langsung ke sekolah, terkait bagaimana mengisi laporan dan indikator penilaiannya, termasuk di dalamnya memasukkan foto-foto kegiatan ibadah seperti salat berjamaah sebagai lampiran.
“Dampaknya, siswa yang tidak mengikuti dan menjalankannya sangat mungkin dianggap sebagai faktor penghambat keberhasilan penilaian akreditasi,” kata Budi Masthuri.
Kepala Disdikpora DIY Didik Wardaya. Foto: Dok. Humas Pemda DIY
Sementara itu, dalam konferensi pers terpisah, Rabu (10/8), Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya, mengatakan bahwa dalam akreditasi sekolah ada delapan standar yang dinilai, yakni standar kompetensi lulusan, proses, isi, evaluasi, sarana prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, manajemen, dan standar pembiayaan.
Standar-standar itu menurut Didik tidak memiliki kaitan langsung dengan kewajiban mengenakan jilbab bagi siswi yang beragama Islam.
ADVERTISEMENT
“Tetapi di dalam proses mencapai standar kompetensi lulusan sesuai dengan ketentuan kan memang orientasi pendidikan salah satunya membentuk akhlak mulia,” kata Didik Wardaya.