Konten Media Partner

Ramai Petisi Kembalikan WFH karena Macet, Pakar UGM: Logis, Banyak Manfaat WFH

6 Januari 2023 16:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tangkap layar petisi untuk mengembalikan kebijakan WFH di Jakarta sudah ditanda tangani 20.000 orang lebih. Foto: Tangkap layar change.org
zoom-in-whitePerbesar
Tangkap layar petisi untuk mengembalikan kebijakan WFH di Jakarta sudah ditanda tangani 20.000 orang lebih. Foto: Tangkap layar change.org
ADVERTISEMENT
Petisi untuk mengembalikan kebijakan Work From Home (WFH) di Jakarta sempat viral di media sosial dalam beberapa hari terakhir. Petisi yang dibuat di platform change.org ini muncul karena kebijakan Work From Home (WFO) dinilai menjadi salah satu penyebab kemacetan parah di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Hal itu dianggap mempengaruhi produktivitas para pekerja, pasalnya lamanya terjebak di kemacetan membuat pekerja menjadi lebih lelah. Selain itu, dicabutnya kebijakan WFH juga dinilai telah meningkatkan polusi udara terutama di ibu kota.
Hingga Jumat (6/1) sore, petisi yang dibuat oleh pengguna bernama Riwaty Sidabutar tersebut sudah ditanda tangani oleh lebih dari 20 ribu orang.
Pengamat tata rancang kota sekaligus Ketua Pusat Studi Transportasi (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM), Ikaputra, mengatakan bahwa petisi tersebut sebenarnya cukup logis. Apalagi jika melihat pengalaman selama pandemi banyak pihak terutama pekerja kantoran yang merasakan sejumlah manfaat dari sistem kerja WFH.
“Mulai dari efisiensi waktu, penghematan bahan bakar, menekan emisi gas dan polusi akibat penggunaan kendaraan menuju tempat kerja, dan sebagainya,” kata Ikaputra, Kamis (5/1).
Sejumlah kendaraan terjebak macet di kawasan Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dia menjelaskan bahwa sebenarnya jauh sebelum pandemi COVID-19 sudah dikenalkan teknologi komunikasi secara online. Namun, teknologi itu masih jarang digunakan untuk mendukung proses kerja karena masyarakat sudah terbiasa bekerja melalui sistem tatap muka.
ADVERTISEMENT
Baru setelah adanya pandemi, sebagian besar masyarakat dipaksa untuk beraktivitas dari rumah, baik bekerja, sekolah, maupun aktivitas-aktivitas lainnya. Akibatnya, penggunaan platform digital di dalam kehidupan masyarakat mengalami peningkatan pesat.
“Dari situasi tersebut muncul pemahaman tentang keuntungan penggunaan teknologi komunikasi secara online untuk para pekerja,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat transportasi UGM, Ahmad Munawar, mengatakan bahwa memang di sebagian sektor kebijakan WFH memberikan manfaat yang lebih besar. Meski demikian, kebijakan ini tidak bisa dipaksakan untuk diterapkan di semua sektor.
Pasalnya, ada sejumlah sektor kegiatan atau pekerjaan yang menurutnya belum bisa optimal jika dilaksanakan menggunakan sistem WFH. Karena itu, kebijakan bekerja dari rumah atau WFH menurut dia mesti disesuaikan dengan jenis pekerjaan maupun kondisi pegawainya.
Pengamat transportasi UGM, Ahmad Munawar. Foto: UGM
Ahmad Munawar mencontohkan di sektor pendidikan. Dari pengalamannya mengajar selama pandemi, dia merasakan pembelajaran secara WFH justru kurang efektif. Sebab, ada hal-hal yang tidak tercapai dengan maksimal saat pembelajaran dilaksanakan secara daring, seperti interaksi dan diskusi antara dosen dengan mahasiswa.
ADVERTISEMENT
“Namun saat pembelajaran kembali di lakukan di kampus jadi lebih efektif, interaksi berjalan dengan baik sehingga kemampuan mahasiswa berdiskusi sangat tinggi. Jadi harus dilihat kalau bisa efisien dan efektif WFH ya silakan, tapi kalau tidak ya kerja di kantor,” kata Ahmad Munawar.