Konten Media Partner

Sejak Zaman Soekarno Terisolasi, Warga Dusun Wunut Bantul Akhirnya Punya Jalan

1 Oktober 2023 13:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga beristirahat di sela gotong royong mengaspal jalan dalam program Padat Karya Pemda DIY. Foto: AR
zoom-in-whitePerbesar
Warga beristirahat di sela gotong royong mengaspal jalan dalam program Padat Karya Pemda DIY. Foto: AR
ADVERTISEMENT
Ada keceriaan yang tampak dari wajah orang-orang tua di Dusun Wunut, Kalurahan Sriharjo, Imogiri, Bantul. Keceriaan yang belum pernah terlihat selama puluhan tahun, sejak Indonesia masih dipimpin Presiden Soekarno.
ADVERTISEMENT
Selama puluhan tahun, dua RT di Dusun Wunut, yakni RT 5 dan 6 terisolir dari dunia luar. Total ada sekitar 100 keluarga yang tinggal di dua RT ini. Jaraknya dari pusat Kota Yogya sebenarnya hanya sekitar 25 kilometer ke arah tenggara.
Tak ada akses yang layak menuju dua RT ini, selama puluhan tahun mereka yang ingin keluar dan masuk wilayah itu harus jalan kaki menembus hutan dengan medan berliku dan terjal.
Kini, apa yang mereka impikan selama puluhan tahun, akhirnya terwujud: jalan.
Gotong rotong dalam skema Padat Karya membangun jalan desa. Foto: AR
Jalan yang dibangun di dusun Wunut memang bukan jalan hotmix mulus seperti di kota-kota besar, hanya jalan beton setapak. Tapi dari jalan setapak itu, orang-orang tua di Dusun Wunut punya harapan besar untuk masa depan anak dan cucu mereka. Masa depan yang tak pernah dimiliki sepanjang hidup mereka.
ADVERTISEMENT
“Saya hidup di zaman Soekarno, enggak sekolah, umur pun saya enggak paham. Alhamdulillah akhirnya menangi (menemui) punya jalan ya baru saat ini,” kata Ngatimin, salah satu warga tertua RT 6 Dusun Wunut, beberapa waktu lalu.
Ngatimin meluapkan kebahagiannya saat ditanya bagaimana perasaannya dengan adanya jalan baru di dusunnya. Foto: AR
Bagi Ngatimin pribadi, ada atau tidak ada jalan mungkin tak terlalu masalah. Toh, sudah puluhan tahun setiap hari dia hidup dengan situasi seperti itu. Situasi yang serba susah bahkan hanya untuk berkunjung ke rumah tetangga.
“Meski saya enggak bisa naik apa-apa, enggak sekolah, tapi (jalan ini) buat masa depan anak cucu,” ujarnya.
Kegembiraan itu tak cuma dirasakan Ngatimin, tapi juga puluhan orang tua di RT 5 dan 6 Dusun Wunut. Misalnya Ponijo, salah satu warga RT 6 yang tak kenal capek ikut mengerjakan jalan menuju dusunnya.
ADVERTISEMENT
“Enggak kenal lelah, enggak capek dan tetap semangat. Senang banget punya jalan buat anak cucu,” kata Ponijo.
Bagi orang-orang tua itu, yang terpenting kini adalah bagaimana anak cucu mereka tak merasakan kesusahan yang mereka rasakan selama puluhan tahun.
“Warisan untuk anak cucu supaya mereka mengalami jalan yang enak. Yang sengsara biar orang tuanya,” kata Sukimin, warga lain yang terlibat dalam pengerjaan jalan tersebut.
4 Motor Rusak untuk Angkut Material agar Ibu Hamil Tak Perlu Ditandu saat Melahirkan
Tri, menggunakan motornya untuk mengangkut material. Foto: AR
Sedikitnya empat sepeda motor menjadi korban untuk membangun jalan di Dusun Wunut. Bagaimana tidak, motor-motor itu setiap hari dipakai mengangkut berbagai material dari bawah menuju dusun mereka melewati medan yang terjal.
“Caranya dua sampai tiga karung ditaruh di bagian depan motor, sehari bisa 30 sampai 40 kali naik turun,” kata Tri, salah satu warga yang bertugas mengangkut material dari bawah ke lokasi pengerjaan jalan.
ADVERTISEMENT
Para pengangkut material ini bekerja dengan iklhas demi kepentingan bersama.
“Empat motor sampai turun mesin, belum ada uang pengganti, belum dimusyawarahkan, paling nanti masyarakat patungan,” kata Wawan, warga lain yang bekerja mengangkut material.
Penampakan jalan dusun yang belum diaspal. Foto: AR
Jalan yang layak menurutnya memang sudah jadi impian warga di RT 5 dan 6 dusun Wunut sejak lama. Dulu saat belum ada jalan yang menghubungkan kedua RT tersebut, untuk mengantar makanan saat ada yang hajatan mereka harus lewat jalan memutar lewat Imogiri.
“Lama, sampai satu jam perjalanan karena enggak bisa dilewati motor,” ujarnya.
Sarjono, warga RT 6 lain punya cerita lebih pedih. Setiap ada ibu hamil yang hendak melahirkan, mereka harus ditandu melewati jalan setapak yang terjal karena sepeda motor tak bisa masuk. Begitu juga dengan warga yang sakit dan harus dibawa ke puskesmas.
ADVERTISEMENT
“Pikiran was-was, gimana kalau lahiran di jalan. Dengan jalan ini akan bermanfaat tentunya bagi orang sakit, ibu hamil yang melahirkan, jadi lebih cepat ke puskesmas,” kata Sarjono.
Kisah itu juga diceritakan oleh Ketua RT 6 Dusun Wunut, Subandi. Akses jalan keluar dan masuk yang mengerikan menurutnya membuat warga serba susah bahkan sekadar untuk mendapat pelayanan kesehatan yang layak.
“Susah sekali kalau sakit di wilayah ini. Perjalanannya sangat sulit, dengan jalan ini minimal bisa pakai motor untuk ke bawah, baru di bawah dibawa pakai mobil ke puskesmas,” kata Subandi.
Membuka Jalan Ekonomi dan Silaturahmi
Jalur yang menanjak curam menuju Dusun Wunut. Foto: AR
Kini, setelah adanya jalan yang menghubungkan RT 5 dan 6 di Dusun Wunut ini, warga akan lebih mudah dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Mencari rumput dan kayu bakar tak akan sesulit dulu karena sudah bisa dibawa pakai sepeda motor lewat jalan baru mereka.
ADVERTISEMENT
“Kenapa masyarakat gregetnya (antusiasnya) begitu rupa, karena mereka sudah puluhan tahun mendambakan jalan ini,” ujar Subandi.
Hasil panen kayu dan hasil kebun lain juga akan lebih mudah didistribusikan sehingga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat. Potensi wisata yang dimiliki oleh Dusun Wunut yang kini masih terisolir juga bisa dikembangkan.
Ketua RT 6 Dusun Wunut, Subandi. Foto: AR
Bukan hanya untuk urusan ekonomi, jalan ini juga akan mempererat silaturahmi masyarakat. Mereka tak perlu memutar jalan sejauh 12 kilometer lagi jika ingin mengantar makanan jika ada hajatan. Dan yang paling penting, orang-orang tua di sana akan lebih mudah bertemu dengan anak-anak mereka yang selama ini memilih tinggal di bawah karena sulitnya akses menuju kampung mereka.
“Ada warga yang sudah sepuh, dia tinggal di atas terus anaknya di bawah. Anaknya itu enggak mau jenguk orang tuanya di atas karena enggak ada jalan, jadi bapaknya yang harus turun ke bawah,” kata Subandi.
ADVERTISEMENT
(Pandangan Jogja, pada Juni lalu, merekam bagaimana pembuatan jalan melalui mekanisme kegiatan Padat Karya Pemda DIY. Ini adalah laporan pertama dari 4 laporan yang akan terbit di Kumparan dan di Instagram dan tiktok Pandangan Jogja).