Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Terungkap, 5 Pasar Penjual Burung Dilindungi Terbesar di Indonesia
14 September 2021 17:58 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Setelah melakukan pemantauan di 42 pasar burung sejak 2018 sampai Juni 2021, sebuah organisasi pembela satwa liar, Garda Animalia, berhasil mengungkap praktik perdagangan burung dilindungi secara ilegal di pasar-pasar tersebut. Ada ribuan ekor burung dilindungi yang dijual secara bebas di pasar-pasar tersebut.
ADVERTISEMENT
Lima pasar burung yang paling banyak menjual burung dilindungi adalah Pasar Burung Sukahaji, Bandung dengan temuan 1.166 ekor burung dilindungi, diikuti Pasar Burung Pramuka, Jakarta Timur dengan temuan 663 ekor burung, serta Pasar Burung Curug, Tangerang, dengan temuan 429 ekor burung dilindungi. Posisi keempat ditempati Pasar Burung Cirebon, Jawa Barat dengan 394 ekor burung dan posisi kelima ada Pasar Burung Jatinegara, Jakarta Timur dengan jumlah burung dilindungi yang dijual mencapai 329 ekor.
Adapun lima jenis burung dilindungi yang paling banyak diperjualbelikan adalah gelatik jawa dengan jumlah 565 ekor, diikuti oleh tiong emas dengan 465 ekor, jalak blambangan 291 ekor, cica daun besar 255 ekor, dan curik bali 194 ekor.
Koordinator Pemantauan dan Perdagangan Satwa Garda Animalia, Robby Padma, sangat menyayangkan masih tingginya praktik perdagangan burung dilindungi secara ilegal. Bahkan, banyak yang menjajakan barang dagangannya secara terbuka. Ini menunjukkan masih lemahnya penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam mencegah perdagangan burung dilindungi.
ADVERTISEMENT
“Aparat seolah menutup mata sehingga pasar-pasar burung masih dijejali dengan banyaknya satwa dilindungi yang seharusnya tidak boleh diperjualbelikan,” kata Robby Padma, Selasa (14/9).
Menurutnya, petugas mesti lebih proaktif dalam mencegah, mengawasi, serta memberantas peredaran dan perdagangan ilegal satwa liar dilindungi di Indonesia. Tingginya praktik perdagangan burung dilindungi di pasar-pasar di Jawa, telah menjadikan Jawa sebagai penjara burung terbesar di Indonesia.
Salah seorang aktivis satwa liar di Garda Animalia, Finlan Adhitya Aldan, bahkan menyebut Jawa sebagai ibukota transaksi burung liar di dunia. Penelitian yang dilakukan oleh Marshall dkk pada 2020 melaporkan terdapat sekitar 74.321.000 ekor burung yang dipelihara di Pulau Jawa per tahun 2018. Jumlah ini sama dengan satu ekor burung kurungan untuk setiap dua orang penduduk di Pulau Jawa, atau sekitar dua ekor burung kurungan untuk setiap keluarga.
ADVERTISEMENT
Kecintaan penduduk di Pulau Jawa dalam memelihara atau mengurung burung menurutnya salah satunya karena budaya Jawa yang melihat kepemilikan burung peliharaan sebagai salah satu penentu kelas sosial di tengah masyarakat. Dalam budaya Jawa, ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa seorang baru dianggap laki-laki sejati jika dia sudah memiliki rumah, seorang istri, seekor kuda, sebilah keris, dan seekor burung.
Dalam penelitian yang dilakukan Marshal juga menyebutkan bahwa Provinsi Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur sebagai konsumen burung tertinggi. Di samping itu, masyarakat kota cenderung memiliki burung peliharaan dibandingkan dengan warga desa. Hal itu disebabkan karena akses kota ke pasar burung lebih mudah dan pendapatan orang kota yang lebih tinggi.
“Dengan meningkatnya laju urbanisasi penduduk Jawa, jumlah burung yang dipelihara juga berpotensi untuk semakin meningkat,” kata Finlan Adhitya.
Sebagian besar burung yang ada di Jawa didatangkan dari seberang barat Jawa, khususnya Sumatra dan Semenanjung Malaysia. Burung kicau, merupakan jenis burung yang paling banyak diselundupkan. Semakin populernya burung kicau di Jawa, menurutnya disebabkan karena semakin populernya kontes kicau burung di Jawa, terutama bagi penduduk Jawa bagian barat.
ADVERTISEMENT
Pada 2019 sampai 2020, setidaknya ada satu juta burung kicau yang berhasil diselundupkan dari Sumatra, dan di dalamnya terdapat beberapa spesies dilindungi seperti cica daun sayap biru (Chloropsis cochinchinensis), tangkar ongklet (Platylophus galericulatus), dan serindit melayu (Loriculus galgulus).
Maraknya penyelundupan burung kicau ini sampai memunculkan istilah Krisis Burung Kicau Asia atau Asian Songbird Crisis. Sampai saat ini, sudah digelar konferensi Asian Songbird Crisis sebanyak dua kali hanya untuk membahas parahnya penyelundupan burung kicau liar ke dalam maupun luar Indonesia.
“Sebagai konsumen terbesar, Pulau Jawa adalah tokoh antagonis utama krisis ini,” ujarnya.