Konten Media Partner

Toko Tembakau Dekat Tugu Jogja, Bercerita (1): Sudah Jualan Seabad Lebih

11 Mei 2024 12:54 WIB
·
waktu baca 2 menit
clock
Diperbarui 29 Juni 2024 10:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Toko Tembakau dan Cerutu Wiwoho dekat Tugu Jogja yang sudah beroperasi selama 1 abad lebih. Foto: Rochmad NH/Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Toko Tembakau dan Cerutu Wiwoho dekat Tugu Jogja yang sudah beroperasi selama 1 abad lebih. Foto: Rochmad NH/Pandangan Jogja
ADVERTISEMENT
Di tengah menjamurnya toko tembakau di Jogja, ada satu toko yang sudah eksis selama 105 tahun. Toko tersebut adalah Toko Wiwoho yang menjajakan tembakau dan cerutu lokal, dan sudah berdiri sejak 1919 silam.
ADVERTISEMENT
Pandangan Jogja dengan program Toko Bercerita, kemudian menelusuri sejarah toko legendaris itu, serta mencari tahu cara mereka bertahan di tengah gempuran toko tembakau yang menjual tembakau berperisa.
Etalase produk tembakau di Toko Wiwoho. Foto: Rochmad NH/Pandangan Jogja
Toko ini didirikan oleh Hyiap Ho Tiek yang kemudian dilanjutkan anaknya, Wiwoho. Setelah Wiwoho meninggal dunia beberapa tahun lalu, sang istri, Setyowati, kemudian melanjutkan tongkat estafet kepemilikan. Namun, kini kondisi Setyowati sudah tidak lagi fit dan harus dibantu oleh anaknya, Sri Wahyuni.
“Sejak zaman nenek saya itu 1919. Nenek saya itu dulu nyusur (nginang) jadinya membuat orang-orang di zaman itu (tertarik) pada beli tembakau di sini. Alasannya karena enak melihat nenek saya nyusur,” kata Sri Wahyuni saat ditemui Pandangan Jogja, Jumat (10/5).
Sri Wahyuni, anak dari pemilik Toko Wiwoho, Setyowati. Foto: Rochmad NH/Pandangan Jogja
Mulanya, toko ini tanpa nama dan disebut sebagai Toko Mbah Petruk karena pajangan wayang di toko yang masih ada hingga saat ini. Kemudian, saat toko ini turun ke tangan Wiwoho, baru lah berganti nama menjadi Toko Wiwoho.
ADVERTISEMENT
“Disebut Toko Mbah Petruk karena di situ ada pajangan Punakawan,” kata Sri.
Pajangan wayang kulit Punakawan yang menjadi ikon Toko Wiwoho di masa lampu. Foto: Rochmad NH/Pandangan Jogja
Sri Wahyuni juga mengungkapkan kalau eksisnya toko ini selama seabad lebih adalah konsistensi dalam menjual tembakau alami. Baginya, tembakau alami tetap menjadi prioritas untuk masyarakat Jogja walaupun kini sudah banyak beredar tembakau berperisa.
“Bapak-bapak itu biasanya beli yang dari Boyolali, Kedu, dan Trowono. Zaman dulu tembakau tidak sebanyak sekarang, tidak ada rasa-rasa. Banyak yang menawari tembakau kemasan yang baru-baru itu. Di sini juga ada tembakau rasa-rasa, tapi paling laku itu tembakau alami. Mahasiswa sekarang juga malah senangnya tembakau alami,” jelas Sri.
Tembakau lokal yang ada di Toko Wiwoho. Foto: Rochmad NH/Pandangan Jogja
Edwin, salah satu staff toko menjelaskan kalau sejak pandemi COVID-19 yang lalu, toko tembakau di Jogja menjamur dan tren melinting jadi solusi mengisi waktu di masa isolasi mandiri. Menyikapi banyaknya toko tembakau baru di Jogja, Edwin tidak khawatir. Baginya, pelanggan di Toko Wiwoho tahu bagaimana kualitas toko ini.
ADVERTISEMENT
“Banyak toko tembakau di Jogja sekarang. Tapi, kualitasnya beda. Misal di sini ada tembakau Kedu dan di toko lain juga ada. Saat pelanggan beli di toko lain, rasanya mesti beda, padahal produknya sama. Kenapa? Kami punya perawatan khusus untuk tembakau,” ungkap Edwin.
Staff di Toko Wiwoho, Edwin dan Bella, yang masih berkeluarga dengan keluarga Wiwoho. Foto: Rochmad/Pandangan Jogja
Selengkapnya tentang toko tembakau dekat Tugu Jogja, dapat dibaca di TOKO BERCERITA oleh Pandangan Jogja.