Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Tren Kelas Menulis dan Tuntutan Profesi di Balik Maraknya Penerbitan Berbayar
12 November 2022 16:30 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Penerbit berbayar menjadi model bisnis baru yang tumbuh subur di dunia penerbitan hari ini, termasuk di Yogyakarta. Dalam model penerbit berbayar, biaya penerbitan dibebankan kepada penulis. Maka, penulis mesti membayar sejumlah uang kepada penerbit untuk menerbitkan karyanya.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Wawan Arif Rahmat. Dia tidak memungkiri bahwa penerbit yang menjadi anggota IKAPI juga banyak yang menggunakan model bisnis seperti ini.
“Bahkan dalam kurun 2 tahun terakhir, begitu memasuki masa pandemi, penerbit dengan profil penerbitan berbayar ini mendominasi jumlah pendaftar hingga anggota baru IKAPI DIY,” kata Wawan, Kamis (10/11).
Salah satu faktor yang menyebabkan menjamurnya penerbit berbayar menurut dia adalah meningkatnya kebutuhan penulis untuk menerbitkan karyanya. Misalnya untuk kepentingan pangkat atau jabatan, sejumlah profesi diharuskan memiliki publikasi berupa buku.
“Misalnya dosen, guru, atau politikus. Itu kan banyak yang membutuhkan publikasi berupa buku tanpa orientasi pada penjualan,” lanjutnya.
Di saat bersamaan, saat ini banyak juga penerbit yang kesulitan membangun jalur penjualan. Masalah ini terutama dialami oleh penerbit-penerbit yang tak punya kemampuan finansial besar.
ADVERTISEMENT
“Sehingga memunculkan ide untuk fokus menjual jasa penerbitan mereka ke penulis. Jadi sumber uangnya bukan lagi dari pembeli buku, tapi justru dari penulis,” kata Wawan.
Hal sama disampaikan oleh pemilik Elje Branding yang juga aktif di dunia penerbitan Yogya, Husni Abdillah. Dia menyampaikan bahwa kebutuhan masyarakat untuk menerbitkan buku memang mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.
Selain karena tuntutan profesi, Husni juga mengatakan faktor lain yang menyebabkan maraknya model penerbitan berbayar adalah munculnya penulis-penulis baru yang butuh wadah untuk menerbitkan bukunya. Penulis-penulis baru ini menurut dia tidak lepas dari menjamurnya kelas-kelas menulis yang diadakan oleh sejumlah penulis ternama.
“Di Jogja misalnya, ada kelas menulis yang diisi mas Iqbal Aji Daryono, mas Puthut EA, termasuk kelas menulis Irwan Bajang,” kata Husni Abdillah.
Banyaknya kelas menulis itulah yang kemudian memunculkan penulis-penulis baru. Satu penulis baru menerbitkan karyanya, maka akan memantik penulis-penulis baru lain untuk ikut menerbitkan karyanya.
ADVERTISEMENT
“Bagaimanapun buku kan jadi legitimasi bagi seorang penulis. Supaya karyanya dapat segera diterbitkan, maka penerbitan berbayar menjadi wadah yang paling mungkin untuk dipilih,” ujarnya.
Dari segi bisnis, banyaknya orang yang membutuhkan jasa penerbitan ini sebenarnya cukup menggembirakan bagi dunia penerbitan. Karena itu, dia juga optimis bahwa dunia penerbitan buku masih memiliki masa depan yang cerah.
“Tinggal bagaimana membuat sistem yang nyaman dan aman, sehingga baik penulis maupun penerbitnya bisa sama-sama tumbuh,” kata Husni Abdillah.