Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Tuntut Pelunasan Utang Rp 1,1 Triliun, Korban BUMN PT Istaka Karya Demo di Yogya
8 Mei 2023 18:58 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Sekitar 100 massa dari anggota Persatuan Rakyat Korban BUMN PT Istaka Karya (Perkobik) melakukan aksi demonstrasi bertajuk ‘Janur Kuning’ di ruas Underpass Kentungan, Yogyakarta, pada Senin (8/5) pagi. Mereka menuntut supaya pemerintah bertanggung jawab atas utang-utang PT Istaka Karya segera melunasi utang kepada mereka yang nilainya mencapai Rp 1,1 triliun.
ADVERTISEMENT
Ketua Perkobik, Bambang Susilo, mengatakan bahwa aksi bertajuk ‘Janur Kuning’ tersebut terinspirasi dari sejarah perjuangan bangsa, yakni peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, dimana rakyat berjuang merebut Ibu Kota Yogyakarta dari Belanda dan mendudukinya selama 6 jam.
“Kami akan terus berjuang untuk merebut hak kami, yakni pembayaran tagihan kami di PT Istaka Karya hingga lunas dibayar,” kata Bambang Susilo, Senin (8/5).
Bambang menjelaskan, PT Istaka Karya yang merupakan usaha milik negara (BUMN), selama ini telah menyengsarakan mereka selaku pelaku usaha swasta. Pasalnya, mereka telah mengeluarkan banyak modal untuk proyek-proyek yang dijalankan PT Istaka Karya, namun modal tersebut tak juga dibayarkan oleh PT Istaka Karya.
Padahal, modal yang mereka keluarkan didapat dari pinjaman bank milik negara yang mewajibkan adanya agunan.
ADVERTISEMENT
“Ketika tagihan kami macet, maka kami tidak bisa membayar tagihan bank, bahkan membayar karyawan,” kata dia.
Para korban PT Istaka Karya yang banyak berasal dari supplier dan subkontraktor menurut Bambang sudah mengeluarkan modal mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Besaran modal yang sudah mereka keluarkan menurut Bambang bervariasi, mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah. Bukan hanya uang, mereka juga sudah mengeluarkan banyak uang dan tenaga untuk menjalankan proyek tersebut.
“Sudah bekerja tidak dibayar. Ini romusha gaya baru. Kerja paksa di era global,” ujarnya.
Beberapa perusahaan yang menjadi korban PT Istaka Karya misalnya PT Saeti Concretindo Wahana dan PT Saeti Beton Pracetak yang pada 2008 mendapat pekerjaan proyek dari Istaka Karya berupa Penambahan Lajur pada Jalan Tol Prof Dr Sedyatmo, paket 1 dan 6, untuk pengadaan square pile; Pembangunan Rusun Kodam Jatiwarna untuk pengadaan tiang pancang mini (tripiles); pembangunan Flyover Cut Meutia untuk pengadaan Voided Slab dan Girder U, dan proyek Tol Bawen-Semarang, Seksi III, untuk pengadaan PC Girder.
ADVERTISEMENT
Dari empat proyek yang telah dikerjakan tersebut, mestinya PT Saeti Concretindo Wahana dan PT Saeti Beton Pracetak menerima pembayaran lebih dari Rp 6 miliar. Namun setelah proyek selesai sekitar tahun 2010 hingga tahun 2022, PT Istaka Karya hanya melakukan pembayaran kecil sehingga perusahaan mengalami kerugian lebih dari Rp 6 miliar.
“Padahal, proyek-proyek yang telah selesai tersebut langsung bermanfaat dan dinikmati keuntungannya oleh pemerintah, baik Pusat dan Daerah, serta seluruh masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Pemerintah Pusat dan Daerah menurut dia mendapatkan keuntungan multiplier effect yang tidak sedikit. Secara tidak langsung, proyek tersebut telah membuka lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran, sedangkan secara langsung pemerintah langsung mendapat keuntungan melalui setoran dividen, setoran pajak, dan Penerimaan Bukan Pajak, yang setiap tahunnya terus meningkat.
ADVERTISEMENT
Manajemen PT Istaka Karya menurut dia juga mendapatkan keuntungan yang bahkan jauh lebih besar. Sebab, sebenarnya para subkontraktor dan supplier yang sebenarnya telah mengeluarkan modal barang dan kerja untuk proyek-proyek itu.
Namun di sisi lain, PT Istaka Karya yang merupakan perusahaan milik negara justru dikabarkan merugi. Bambang menduga, telah terjadi salah urus perusahaan milik negara tersebut.
“Tidak aneh kalau ada anggapan manajemen PT Istaka Karya, termasuk juga Kementerian BUMN, salah kelola, salah urus, atau bahkan dikatakan banyak terjadi korupsi di tubuh perusahaan dan BUMN. Seperti yang terjadi di BUMN PT Waskita Karya,” kata Bambang Susilo.