Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Jejak Perjalanan Sang Pejuang Humanisme
11 November 2023 11:14 WIB
Tulisan dari Parahita Ade Kumala tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pram dikenal sebagai salah satu sastrawan pelopor Angkatan 45 atau kemerdekaan. Pada era itu, Pram aktif sebagai jurnalis yang menulis artikel dan esai yang membahas isu-isu sosial dan politik yang relevan. Tulisannya sering kali mencerminkan pandangan kritisnya terhadap masyarakat dan pemerintah. Hingga pada 21 Juli 1947, penjara Bukitduri Jatinegara, Jakarta menjadi saksi Pramoedya dijebloskan ke penjara untuk pertama kalinya oleh tantara Belanda dikarenakan menyebarkan pamflet-pamflet dan majalah perlawanan.
Pada tahun 1960 adalah tahun dimana kericuhan antara komunisme dengan anti-komunisme tengah memanas di Indonesia. Suasana panas ini juga terjadi pada para sastrawan di Indonesia tak terkecuali Pramoedya Ananta Toer. Di tengah suasana panas tersebut, Pram menerbitkan buku Hoa Kiao di Indonesia tentang masyarakat minoritas Tionghoa yang membuatnya harus merasakan lagi pahitnya jeruji besi selama 6 bulan. Dalam karyanya tersebut, ia mengkritik kebijakan diskriminatif pemerintah Indonesia yang dilayangkan kepada etnis Tionghoa. Didasari atas rasa kemanusiaan, Pram tetaplah membela kaum Tionghoa. Akan tetapi, karena Pram terbukti memiliki kedekatan dengan Lekra , Pram akhirnya ditangkap dan dipenjara di lapas Cipinang Jakarta Timur dan karya Hoa Kiau pun dicabut dari peredaran.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1965, tahun di mana memasuki awal era pemerintahan orde baru . Saat itu juga Pramoedya Ananta Toer mengawali orde barunya dengan dimasukkan ke penjara karena tuduhan komunisme oleh pemerintahan Soeharto. Ia langsung dijebloskan ke penjara tanpa adanya proses pengadilan terlebih dahulu ke penjara Pulau Buru selama lebih dari satu dekade, dari tahun 1965 hingga 1979. Selama masa penahanannya, ia melalui banyak sekali perjuangkan untuk tetap bisa menulis karya untuk menyalurkan aspirasinya atas apa yang ia dan lingkungan sekitarnya rasakan. Hingga ia menghasilkan karya Tetralogi Pulau Buru yaitu Bumi Manusia , Anak Semua Bangsa , Jejak Langkah dan Rumah Kaca selama mendekam didalam penjara dengan segala keterbatasannya. Tetralogi Pulau Buru ini sebagai bentuk pengingat sejarah bahwa bangsa pribumi telah mengalami penindasan di atas tanahnya sendiri. Tetralogi ini juga merupakan kritik sosial yang kuat terhadap penjajahan Belanda dan ketidaksetaraan sosial di masa itu. Karya ini menyoroti perjuangan rakyat dan nilai-nilai kemanusiaan. Meskipun ia sama sekali tidak diberi akses untuk mendapatkan pena, kertas atau alat tulis yang menunjang menulis karya.
ADVERTISEMENT
Pramoedya Ananta Toer bukan hanya seorang penulis, tetapi juga seorang intelektual dan aktivis sosial yang memengaruhi pemikiran masyarakat Indonesia. Karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan diterbitkan di seluruh dunia. Selain itu, dia dikenal karena keberaniannya dalam mengeksplorasi masalah sosial dan politik melalui karyanya. Ia menggabungkan bahasa sehari-hari dengan sastra yang indah sehingga memotivasi pembaca untuk merenung tentang isu-isu kemanusiaan.
Namun, kehidupan Pramoedya juga diwarnai kontroversi. Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Soeharto melarang beberapa karyanya, mengakibatkan banyak buku-bukunya disita dan dilarang beredar selama beberapa tahun.
Pramoedya Ananta Toer meninggal pada 30 April 2006, tetapi karyanya tetap membekas dan terus menginspirasi penulis, intelektual, dan aktivis di seluruh dunia. Ia memainkan peran penting dalam menghidupkan kembali kesadaran nasionalisme dan mengingatkan masyarakat akan sejarah dan nilai-nilai kemanusiaan. Ia memegang teguh nilai humanisme yang ia impikan dalam setiap karyanya yakni humanisme proletar yang menjunjung tinggi keadilan dan menyoroti kehidupan kelas pekerja, petani, dan rakyat miskin yang terpinggirkan dengan penuh empati.
ADVERTISEMENT
Warisan Pramoedya berupa kontribusinya dalam melawan penindasan dan ketidakadilan. Meskipun perjalanan hidupnya dipenuhi dengan kesulitan dan hampir ia habiskan dibalik jeruji besi, dia terus berjuang untuk keadilan dan kebebasan berbicara. Pramoedya Ananta Toer adalah bukti nyata bahwa kata-kata memiliki kekuatan untuk mengubah dunia dan memperjuangkan hak-hak yang perlu dijunjung demi treciptanya perubahan sosial. Karya-karyanya yang penuh semangat dan analitis terus mengilhami generasi baru untuk berpikir kritis dan bertindak untuk memajukan masyarakat Indonesia dan dunia.