Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kalau Mau Sukses Haramkan Cuek
23 September 2023 14:17 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Parminto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rudi namanya, ia baru saja lulus kuliah. Artinya, bersama ribuan teman yang lain mereka turut meramaikan “lapangan” sempit yang sudah penuh sesak itu. Lapangan kerja. Setiap muncul lowongan kerja langsung diserbu bareng-bareng. Dalam keadaan persaingan yang sangat ketat seperti itu, tentu tidak mudah untuk bisa menang---bisa lulus tahapan seleksi.
ADVERTISEMENT
Tapi, nasib mujur atau setengah mujur---karena belum seratus persen berhasil---bagi Rudi. Ia mendapat panggilan dari salah satu perusahaan untuk mengikuti seleksi tahap akhir. Wawancara.
Rudi datang lebih awal dari waktu yang tertera di undangan. Ia kaget, tidak mengira ternyata di sana sudah banyak peserta lain yang sudah pada datang, sedang mengantre menunggu giliran wawancara.
Sementara menunggu giliran dipanggil, Rudi ke toilet. Selepas menunaikan “hajat”, ketika hendak mencuci tangan di wastafel, ia perhatikan tempat cuci tangan itu begitu kotornya. Nalurinya bereaksi, spontan dibersihkannya wastafel itu menggunakan alat seadanya. Kebetulan di dekat sana tergeletak sikat gigi bekas.
Singkat cerita, tibalah giliran Rudi untuk wawancara. Setelah masuk, Pewawancara bertanya: “Mengapa kamu tadi membersihkan wastafel di Perusahaan kami? Apakah kamu yakin akan diterima di Perusahaan ini?”
ADVERTISEMENT
Rupanya Sang Bapak ---ketika berada di kamar kecil--- memperhatikan apa yang sedang dilakukan oleh Rudi di sana.
Rudi menjawab: “Bukan. Bukan karena saya yakin akan diterima di sini. Tetapi, karena sudah menjadi kebiasaan saya tidak cuek. Timbul dorongan untuk melakukan sesuatu semampu saya bila ada hal-hal yang dirasa tidak pada tempatnya. Contohnya tempat cuci tangan yang kotor itu. Saya melakukannya bukan demi apa-apa atau siapa-siapa, melainkan hanya sebagai bentuk pengabdian saya kepada Tuhan.”
Klimaks cerita, akhirnya Rudi diterima di perusahaan itu.
Kisah ini dikutip dari halaman Facebook Ary Ginanjar-ESQ dengan narasi disesuaikan oleh penulis. Terlepas apakah kisah ini nyata atau sekadar rekaan belaka, tetapi semangatnya sangat menginspirasi. Ada pelajaran tentang nilai-nilai kebaikan yang bisa dipetik dari cerita yang dituturkan. Setidaknya nilai kepedulian atau tidak cuek ada disana.
ADVERTISEMENT
Suatu nilai yang dapat memberi energi bagi siapa pun yang menyandangnya sehingga ia bisa berkontribusi positif dalam kehidupan bersama di tengah-tengah masyarakat. Bukan hanya dalam lingkup yang terbatas, seperti di keluarga dan di lingkungan tempat tinggal.
Tetapi juga dalam cakupan yang lebih luas, misalnya di tempat tugas, di organisasi, di komunitas, di tempat umum, di pasar, di perjalanan. Tentu saja juga tidak ketinggalan dalam jangkauan yang lebih luas dan kompleks, dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan dalam pergaulan global.
Minimnya nilai-nilai sosial semacam itu pada diri anak bangsa boleh jadi menjadi salah satu sebab mengapa bangsa ini sulit bangkit dari keterpurukan.
Gejala merosotnya nilai-nilai moral sosial semacam itu sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Adanya sudah ditengarai sejak awal, bersama derasnya arus modernisasi yang datang dari dunia Barat ---pengusung paham materialis-individualistis.
ADVERTISEMENT
Tatanan sosial baru yang bersifat individualistis ini pelan-pelan mengikis budaya Timur yang mengedepankan nilai kebersamaan dan kekeluargaan. Ancaman yang merupakan efek samping modernisasi ini sudah barang tentu harus dicarikan solusi. Salah satu caranya antara lain seperti apa yang dilakukan oleh Perusahaan yang menerima Rudi sebagai karyawannya, seperti cerita di awal tulisan ini.
Sudah tepat apa yang dilakukan oleh Perusahaan itu dengan memposisikan personality, attitude, kepribadian, sikap-mental, budi pekerti, menjadi kriteria utama dalam pemilihan karyawan.
Sebab, sebagai contoh, satu saja nilai kepribadian ---dalam kasus yang dibicarakan di sini ialah peduli atau kepedulian--- memiliki energi yang luar biasa dalam menebar kebaikan ke lingkungan sekitarnya. Bukan hanya manusia; tumbuhan, hewan dan benda mati sekalipun turut gembira merasakan aura kehadiran Si Peduli.
ADVERTISEMENT
Tidak ada pohon peneduh, rumput dan tanaman di taman yang layu, kering kemudian mati. Karena rutin disiram air dan cukup nutrisi dari pupuk yang tidak telat diberikan. Atau sebaliknya yang terlalu rimbun, gondrong, membelukar, melainkan dipangkas rapi. Semuanya tertata rapi, bersih, dan indah. Ini tidak lain berkat sentuhan orang-orang yang memiliki kepedulian.
Pun hewan-hewan liar, terlebih yang dipelihara tidak akan ada yang kurus, kelaparan, sakit-sakitan apalagi mati dalam kesia-siaan gara-gara tidak terpelihara. Karena masih ada orang yang tidak cuek yang dengan ikhlas merawat mereka semua.
Adakah kotoran, sampah, benda-benda berserakan di lantai, di halaman atau di jalanan? No way! Semuanya bersih, rapi, licin dan tertata apik.
Juga sampah atau kotoran di selokan dan gorong- gorong semuanya disikat habis. Sehingga lebatnya air hujan pun enggan singgah terlalu lama apalagi ngendon memenuhi selokan, gorong-gorong, jalan dan area sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Begitulah nasib baik tumbuhan, hewan dan benda mati bila bersahabat dengan orang yang peduli. Konon lagi pada manusia. Mereka yang sedang kesulitan, yang lagi bingung dan yang dirundung sedih tidak bakalan sendirian, dicuekin. Si Peduli tidak akan tinggal diam melihat mereka itu.
Uluran tangannya siap membantu yang sedang kesulitan. Mencari jalan keluar mengatasi masalah bagi yang lagi bingung. Dan menghibur bagi yang dirundung sedih.
Begitulah dahsyatnya nilai peduli menebar kebaikan ke alam sekitarnya. Bukan hanya kepada manusia, melainkan juga kepada makhluk yang lain: tumbuhan, binatang dan benda-benda yang tidak bernyawa sekalipun.
Bisa dibayangkan apabila sosok-sosok kunci dalam kehidupan bermasyarakat memiliki jiwa seperti itu. Mulai dari tingkat RT/ RW, Desa/ Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/ Kota, Propinsi. Hingga di tingkat pusat, Presiden, para menteri/ setingkat, dan para wakil rakyat, serta yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Alangkah indahnya kehidupan di negeri kita ini.
Kalau begitu, mari haramkan sifat cuek yang masih tersisa pada diri kita. Lalu tunjukkan kepedulian dimanapun, kapanpun terhadap siapapun atau apapun.
Sebagai tambahan, kepedulian juga akan menumbuhkan jiwa gemar berbagi yang pada gilirannya bisa merubah mindset seseorang. Dari cara pandang bahagia dengan banyak memiliki atau menguasai menjadi bahagia karena banyak memberi atau berbagi. Ini seperti tulisan lainnya yang berjudul Revolusi Afektif: Jawaban Jitu Problematika Tahun 2050 .
Akhirnya, tidak berlebihan kiranya dikatakan bahwa nilai kepedulian itu menentukan makna suatu kehidupan. Seperti kata seorang musisi asal Spanyol, Pablo Casals:
“I feel the capacity to care is the thing which gives life its deepest significance”.
ADVERTISEMENT
Artinya kurang lebih demikian: Kemampuan untuk peduli adalah sesuatu yang membuat kehidupan ini menjadi sangat berarti.