Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dendam Tidak Harus di Bayar Tuntas
20 Januari 2024 19:19 WIB
Tulisan dari Paryati paryati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu ini, saya sedang asyik membaca kisah Mahabharata yang dibukukan oleh Nyoman S.Pendit. Cerita fenomenal dari India itu sarat akan nilai-nilai yang dapat kita serap dan implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Saya pikir, siapa pun yang membacanya akan berpendapat serupa.
ADVERTISEMENT
Ketika sampai pada bab tiga puluh tiga, saya amat terkesima dengan kebesaran hati Yudhistira yang merupakan seorang Dharmaputra. Bagaimana tidak, ia telah dicurangi dalam permainan dadu oleh Duryodhana hingga kerajaannya dirampas, dan harus merasakan sakitnya penderitaan akibat di asingkan ke hutan belantara selama tiga belas tahun bersama para Pandawa. Setelah bebas dari pengasingan, bukannya membalas dendam pada Duryodhana, namun Yudhistira malah menginginkan perdamaian agar semuanya sejahtera. Karena, dendam dan peperangan hanya akan menyisakan duka dan kesengsaraan.
Kebesaran hati Yudhistira itu luar biasa sekali jika setiap manusia bisa menerapkannya. Sebagai manusia normal, lumrah rasanya jika selalu ada rasa dendam yang membara ketika telah di sakiti atau dikhianati. Namun, apakah dendam harus selalu di bayar tuntas? Jika berkaca pada Yudhistira, rasanya tidak. Karena, tidak bisa di pungkiri bahwa jika dendam harus terbalas, perang akan selalu berkecamuk dengan amarah penuh amuk. Akibatnya, hanya ada satu, yaitu kesengsaraan.
ADVERTISEMENT
Dari kisah Yudhistira, bisa kita petik pelajaran yang amat berharga bahwa tidak perlu kita menjadi pribadi pendendam. Itu hanya akan menggiring kita ke dalam jurang kehancuran baik cepat ataupun lambat. Lagi pula, membalas dendam hanya akan membuat diri kita tidak lebih baik dari orang yang melakukan kejahatan itu.
Ketika pembacaan saya berlanjut ke bab tiga puluh empat, perasaan dilematis semakin menjadi-jadi. Upaya perdamaian dari pihak Pandawa ditolak dengan congak oleh Duryodhana dan para Kurawa. Namun, ada salah satu peristiwa yang menarik. Yaitu, kebijaksanaan seorang Krisna ketika ia mengetahui bahwa perang saudara akan segera berkecamuk. Krisna secara tersirat ingin perang itu dapat dihindari dengan tidak memihak kepada Kurawa meski keadaan mendesaknya.
ADVERTISEMENT
Dari sana kita bisa belajar, bahwa sebagai orang netral, harusnya selalu berupaya mendamaikan kedua pihak yang sedang dipenuhi bara api. Sebisa mungkin mendamaikan keduanya demi kesejahteraan bersama. Bukan mengadu domba keduanya demi keuntungan pribadi saja.