Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kegelisahan Objektif Nyonya Martopo dalam Drama 'Orang Kasar' Karya Anton Chekov
27 November 2021 8:29 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Anggi Pelangi Sajrah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apakah diantara kalian pernah merasa gelisah? Mengapa manusia memiliki rasa gelisah? Sebagai manusia tentunya memiliki rasa gelisah, begitu juga perasaan tokoh yang ditampilkan dalam sebuah adegan drama. Penulis naskah akan membuat drama terasa hidup dengan memberikan bumbu-bumbu perasaan, baik itu ketakutan, kesakitan, kesenangan, atau bahkan rasa gelisah.
ADVERTISEMENT
Menurut Sigmund Freud, ada tiga macam kegelisahan yaitu.
1. Kegelisahan objektif (tentang kenyataan), yang bersumber dari suatu kekuatan yang ada diluar diri manusia. Hal ini muncul dari antisipasi seseorang berdasarkan pada pengalaman perasaannya. Misalnya: kegelisahan seseorang terhadap tugas yang belum diselesaikan.
2. Kegelisahan neurotik (syaraf), ditimbulkan oleh suatu pengamatan tentang bahaya dari naluriah. Misalnya: kegelisahan siswa SMP maupun SMU menunggu hasil ujiannya. Atau seorang istri yang sedang menunggu diberi hadiah oleh suaminya.
3. Kegelisahan moral, muncul dari emosi sendiri yang berasal dari rasa bersalah atau malu dari ego, yang ditimbulkan dari suatu pengamatan bahaya dari hati nurani. Misalnya: kepala sekolah yang ketahuan korupsi terhadap hasil dana sekolah, sehingga menimbulkan kegelisahan terhadap kepala sekolah dan pihak sekolah yang terlibat didalamnya.
ADVERTISEMENT
Orang yang sering merasa dirinya sendiri dan tidak memiliki arti untuk menjalani hidup, biasanya cenderung memiliki rasa gelisah. Pada pembahasan kali ini, kita akan fokus membahas mengenai kegelisahan objektif dalam tokoh Nyonya Martopo dalam drama Orang Kasar karya Anton Chekov saduran WS. Rendra.
Tidak ingin menerima tamu
Perasaan enggan menerima tamu terlihat ketika ada tamu yang berkunjung ke rumah Nyonya Martopo.
Darmo: “Oh, nyonya, ada orang ingin bertemu dengan nyonya, mendesak untuk bertemu dengan nyonya…”
Martopo: “Sudah bapak katakan bahwa sejak kematian suami saya, saya tak mau menerima seorang tamu pun?”
Darmo: “Sudah, tetapi ia tidak mau mendengarkannya, katanya urusannya sangat penting.”
Martopo: “Sudah bapak katakan tak menerima tamu!?”
Pada percakapan tersebut dapat diketahui bahwa Nyonya Martopo tidak ingin bertemu dengan orang-orang bahkan menjamu seorang tamu yang datang ke rumahnya. Hal ini disebabkan karena perasaan gelisah yang terdapat dalam dirinya tidak ingin berjumpa dengan orang. Nah dalam ini, bisa dikatakan bahwa Nyonya Martopo mengalami kegelisahan objektif karena membatasi diri dengan dunia luar, yakni enggan bertemu dengan tamu.
ADVERTISEMENT
Tidak ingin keluar rumah dikarenakan takut
Perasaan takut ingin keluar terlihat pada percakapan Nyonya Martopo dengan Darmo sang tangan kanan Nyonya Matopo.
Darmo: “Lagi-lagi saya jumpai nyonya dalam keadaan seperti ini. Hal ini tidak bisa dibenarkan, nyonya Martopo. Nyonya menyiksa diri! Koki dan babu bergurau di kebun sambil memetik tomat, semua yang bernafas sedang menikmati hidup ini, bahkan kucing kitapun tahu bagaimana berjenakanya dan berbahagia, berlari-lari kian kemari di halaman, berguling-guling di rerumputan dan menangkapi kupu-kupu, tetapi nyonya memenjarakan diri nyonya sendiri di dalam rumah seakan-akan seorang suster di biara. Ya, sebenarnyalah bila dihitung secara tepat, nyonya tak pernah meninggalkan rumah ini selama tidak kurang dari satu tahun.”
Martopo: “Dan saya tak akan pergi ke luar! Kenapa saya harus pergi keluar? Riwayat saya sudah tamat. Suamiku terbaring di kuburnya, dan sayapun telah mengubur diri saya sendiri di dalam empat dinding ini. Kami berdua telah sama-sama mati.”
ADVERTISEMENT
Pada percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa sudah satu tahun Nyonya Martopo tidak keluar rumah untuk bersenda gurau atau menyapa orang-orang disekitarnya, dikarenakan ia merasa dirinya sudah tamat ketika suaminya meninggal dunia. Ini juga menunjukan rasa setia Nyonya Martopo terhadap mendiang suaminya. Walaupun semasa hidup Tuan Martopo, Nyonya Martopo selalu diajak bertengkar oleh suaminya. Ia takut dikritik dan dikomentari oleh orang-orang disekitarnya ketika ia keluar dari rumah. Maka dari itu, Nyonya Martopo memilih untuk berdiam diri di dalam rumah.
Tidak tahan mendengar suara keras
Martopo: “Saya tidak menjerit. Tuanlah yang menjerit. Saya minta tuan meninggalkan rumah
ini!”
Bilal: “Bayarlah saya dan saya akan pergi.”
Disini dapat dilihat bahwa Nyonya Martopo meminta Bilal untuk pergi dari rumahnya, dikarenakan Nyonya Martopo merasa Bilal telah lancang dan berbicara dengan keras kepada Nyonya Martaopo. Hal ini dapat dikaitkan dengan kegelisahan objektif yang dialami Nyonya Martopo yaitu tidak bisa mendengar suara keras.
ADVERTISEMENT
Dapat kita simpulkan bahwa kegelisahan yang dialami Nyonya Martopo seperti enggan menerima tamu, tidak ingin keluar rumah, dan tidak tahan mendengar suara keras masuk dalam kategori keselihan objektif. Kegelisahan objektif muncul ketika orang merasa dirinya tidak memiliki arti, seperti Nyonya Martopo yang hidup bagai mati karena suaminya yaitu Tuan Martopo telah mati meninggalkannya.
Sumber Referensi:
Darmadi. Arsitektur Akhlak dan Budi Pekerti Dalam Interaksi Lintas Budaya. Lampung: Swalova Publishing. 2019. Hlm. 74.