Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Apa Pengaruh COVID-19 terhadap Produksi Limbah Medis?
CISDI adalah sebuah think tank independen yang berfokus pada perbaikan sistem pelayanan kesehatan untuk pencapaian SDGs Goal 3. Salah satu programnya, Pencerah Nusantara adalah gerakan pemuda yang bertujuan untuk memperkuat layanan kesehatan primer di daerah terpencil di Indonesia. Dikelola oleh CISD
24 April 2020 15:58 WIB
Tulisan dari CISDI Center for Indonesia Strategic Development Initiatives tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 berlangsung kurang lebih selama 4 bulan dan menelan banyak korban. Meski begitu, pandemi ini dianggap memberi dampak positif terhadap lingkungan. Penerapan pembatasan sosial dan kerja di rumah di berbagai belahan dunia, sukses menurunkan tingkat polusi di negara-negara penghasil polusi udara tertinggi. Kebijakan karantina juga disinyalir meningkatkan kualitas udara di beberapa wilayah.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, permasalahan limbah medis yang kian menumpuk merupakan persoalan lingkungan lain yang perlu disorot. Pada 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) menyatakan sisa alat kesehatan yang berasal dari 2.813 rumah sakit di Indonesia menyumbang 242 ton limbah medis per hari. Itu berarti, tanpa adanya pandemi COVID-19, Indonesia sudah menghasilkan rata-rata 87 kilogram tumpukan limbah medis per hari.
Beberapa ahli telah mengingatkan potensi penambahan limbah medis di tengah pandemi. Studi kasus dari Wuhan menyatakan terjadi penambahan limbah medis dari 4.902,8 ton menjadi 6.066 ton per hari selama pandemi COVID-19. Jika dikonversikan per pasien, satu orang menyumbang 14,3 kg limbah medis per hari.
Berdasarkan pemodelan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, setidaknya 600.000 orang akan memerlukan perawatan intensif ketika karantina wilayah dan tes massal diberlakukan. Dengan begitu, dalam kemungkinan terburuk Indonesia bisa memproduksi kurang lebih 8.580 ton limbah medis per hari.
ADVERTISEMENT
Penting diketahui, alat-alat kesehatan mulai dari alat pelindung diri (APD) hingga instrumen laboratorium adalah alat sekali pakai. Kendati penting bagi tenaga kesehatan, usai digunakan mereka dikategorikan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Bahan B3 tidak hanya berbahaya bagi kesehatan manusia, tetapi juga makhluk hidup lain dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, semua limbah medis harus dimusnahkan sesegera mungkin untuk mencegah potensi bahaya.
Rumah sakit bukan satu-satunya yang menghasilkan limbah medis. Masyarakat umum juga menghasilkan limbah medis melalui penggunaan masker dan sarung tangan yang berlebihan pada periode pandemi ini. Meskipun seharusnya, masyarakat tidak diimbau untuk menggunakan masker dan sarung tangan medis karena seharusnya barang-barang ini diprioritaskan bagi tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Dengan masifnya produksi limbah medis, potensi kerusakan lingkungan di masa depan menjadi lebih besar bila tidak ditangani dengan baik.
ADVERTISEMENT
Pemerintah dan masyarakat perlu bersama-sama mengatasi hal ini. Pemerintah bisa mengeluarkan regulasi yang memungkinkan pabrik ataupun fasilitas kesehatan tidak membuang limbah medis sembarangan. Di sisi lain, masyarakat perlu memahami pentingnya menjaga lingkungan dengan mengurangi produksi limbah medis harian, seperti masker ataupun sarung tangan sekali pakai. Hingga hari ini, Kementerian LHK telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan COVID-19 pada 24 Maret lalu.
Apa yang mereka instruksikan? Mengapa surat edaran ini penting bagi masyarakat? Simak ulasan lengkapnya di sini.