Konten dari Pengguna

CISDI Tolak Pelibatan Industri Rokok sebagai Sponsor di IMS 2020

CISDI Center for Indonesia Strategic Development Initiatives
CISDI adalah sebuah think tank independen yang berfokus pada perbaikan sistem pelayanan kesehatan untuk pencapaian SDGs Goal 3. Salah satu programnya, Pencerah Nusantara adalah gerakan pemuda yang bertujuan untuk memperkuat layanan kesehatan primer di daerah terpencil di Indonesia. Dikelola oleh CISD
20 Januari 2020 10:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari CISDI Center for Indonesia Strategic Development Initiatives tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemuda dari beragam latar belakang menyampaikan komitmen untuk terlibat dalam pengendalian tembakau pada The 12th Asia Pacific Conference on Tobacco or Health di Bali pada 2018 lalu.
zoom-in-whitePerbesar
Pemuda dari beragam latar belakang menyampaikan komitmen untuk terlibat dalam pengendalian tembakau pada The 12th Asia Pacific Conference on Tobacco or Health di Bali pada 2018 lalu.
Jakarta, 17 Januari 2020 – Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menolak pelibatan industri rokok pada pelaksanaan Indonesia Millennial Summit 2020 yang diselenggarakan oleh IDN Times pada tanggal 17-18 Januari 2020 di Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Pelibatan PT. Djarum dalam Indonesia Millennial Summit 2020 membuktikan bahwa penetrasi industri rokok masih dianggap sebagai hal yang lumrah.
ADVERTISEMENT
Hal ini melanggar Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012, dan bertolak belakang dengan upaya pencapaian pembangunan untuk menurunkan angka perokok anak. Angka perokok anak masih terus meningkat dari 7,2% di 2013 menjadi 9,1% di 2018 (Riset Kesehatan Dasar).
“Kami dengan sangat tegas menolak keterlibatan industri rokok dalam forum ini mengingat sponsorship industri rokok memiliki agenda utama untuk mempromosikan produk-produk rokok kepada kaum muda. Terlebih lagi, logo industri terpampang jelas di media promosi seperti Instagram. Ditambah acara ini tidak menerapkan batasan usia sehingga memungkinkan anak di bawah usia 18 tahun terlibat dalam forum ini. Hal ini jelas melanggar Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012,” ujar Nurul Luntungan, peneliti CISDI.
Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 mengatur pelarangan iklan, promosi, dan sponsor industri tembakau (TAPS-BAN). Secara spesifik, pada Pasal 35 Ayat 2, mengatur bahwa promosi produk tembakau tidak menggunakan logo dan/atau produk tembakau pada kegiatan lembaga dan/atau perseorangan. Namun, pengawasan dan penerapan kebijakan ini masih longgar.
ADVERTISEMENT
Dunia terus berkomitmen mendorong implementasi Framework Convention of Tobacco Control (FCTC). Terdapat 181 negara yang sudah meratifikasi FCTC, di mana salah satu kesepakatannya adalah melarang iklan, promosi, dan sponsor industri tembakau. Ironisnya, Indonesia sebagai salah satu pencetus FCTC, belum menandatangani manifesto tersebut. Meskipun demikian, pernyataan sikap beberapa figur publik terhadap situasi ini layak diapresiasi.
“Beberapa figur publik seperti Bima Arya (Walikota Bogor) mengundurkan diri sebagai pembicara. Salah satu alasan yang dikemukakan termasuk terkait sponsor industri tembakau. Kita perlu lebih banyak figur publik seperti Bima Arya yang berkomitmen untuk menolak menjadi bagian dari promosi rokok khususnya ke anak-anak. Pada acara yang melibatkan kelompok usia di bawah 18 tahun, sponsor industri tembakau mendorong terciptanya branding positif pada konsumsi rokok. Ini yang membuat sponsor rokok menjadi lebih berbahaya bagi anak-anak,” ujar Nurul.
ADVERTISEMENT
Dartmouth Institute of Public Health mencatat bahwa orang yang terekspos pada iklan dan pesan-pesan terkait konsumsi rokok memiliki 11,9% kecenderungan mengonsumsi rokok. Jika masyarakat kelompok usia di bawah 18 tahun terekspos iklan industri rokok secara konsisten, hal ini memicu meningkatnya jumlah perokok anak, semakin mudanya usia perokok anak, serta penurunan kualitas SDM yang saat ini tengah menjadi prioritas pemerintah.
“Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sudah secara jelas menargetkan penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7% pada tahun 2024. Namun, TCSC IAKMI mencatat peningkatan konsumsi tembakau pada kelompok usia 10-14 tahun mencapai 12 kali lipat pada tahun 2013. Jika industri tembakau masih terus dilibatkan dalam forum dialog kepemudaan, target RPJMN terancam gagal dan target prioritas pemerintah untuk memastikan peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia tidak tercapai,” tutup Nurul.
ADVERTISEMENT