Konten dari Pengguna

Rentenir Digital dan Teori Homo Homini Lupus di Sebalik Pembunuhan Mahasiswa UI

Waode Nurmuhaemin
Doktor Manajemen Pendidikan , Penulis Artikel dan Buku Pendidikan
7 Agustus 2023 13:23 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Waode Nurmuhaemin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Shutterstock Foto
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Shutterstock Foto
ADVERTISEMENT
Keluarga besar Universitas Indonesia (UI) tengah berduka. Salah seorang mahasiswanya angkatan 2019 menjadi korban pembunuhan yang juga dilakukan oleh mahasiswa kampus bergengsi tersebut.
ADVERTISEMENT
Pembunuhan mahasiswa itu, dilakukan dengan sangat sadis. Ditikam berkali-kali, bahkan cincin pelaku nyangkut di leher korban akibat korban mempertahankan diri dengan cara menggigit tangan pelaku.
Seantero Indonesia pun dibuat geger. Maklum saja, UI adalah kampus idaman yang dipenuhi mahasiswa-mahasiswa pintar dari seluruh Indonesia. Tak pelak gambaran masyarakat bahwa di kampus top markotop itu tidak akan terjadi kejadian yang aneh-aneh.
Ada beberapa catatan yang jadi plot twist dari peristiwa mahasiswa UI dibunuh senior tersebut. Yang pertama, korban dan pelaku dekat. Bahkan, pelaku dianggap sebagai abang oleh korban.
Ilustrasi pembunuhan. Foto: Shutterstock
Ini menjadi peringatan bahwa berteman itu tidak usah dekat-dekat amat. Terlebih kita tidak pernah kenal sebelumnya dengan track record orang yang baru kita kenal tersebut. Hitam dan putihnya betul-betul gelap untuk kita.
ADVERTISEMENT
Pahami, bahwa semua manusia akan menyembunyikan topengnya di awal pertemuan. Si korban sangat lugu sampai-sampai menganggap abang kepada orang yang ternyata memiliki niat jahat untuk melenyapkannya dari muka Bumi.
Yang kedua, pengakuan pelaku yang iri terhadap korban. Iri, kata inilah yang menjadi sebab terjadi pembunuhan pertama di muka Bumi oleh Kabil terhadap Habil.
Boleh-boleh saja merasa bahwa kita biasa-biasa saja. Tapi nyatanya manusia itu memang memiliki sifat iri. Dan, lucunya lagi yang iri itu teman dekat. Sehingga kalau ada teman yang tidak iri dengan pencapaianmu, maka itu sebenar-benarnya teman.
Begitu pun dalam kasus pembunuhan mahasiswa UI oleh seniornya. Rasa iri mampu membutakan mata pelaku sampai tega menikam korban puluhan kali hingga meregang nyawa.
ADVERTISEMENT
Yang ketiga, jika temanmu terindikasi hobi mengutang, segera jauhi. Utang kiri dan kanan, apalagi terlilit pinjol dalam jumlah yang banyak.
Ilustrasi fintech pinjaman online Foto: Shutterstock
Bayangkan saja, inilah yang juga menjadi penyebab pelaku membunuh korban. Kita tidak akan mengetahui isi kepala orang. Thomas Hobes bahkan mengeluarkan teori "homo homini lupus", bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain.
Pelaku yang sudah terlilit pinjol Rp 15 juta, kalah main kripto Rp 80 juta, dan menunggak rumah kos akhirnya merencanakan membunuh korban.
Coba renungkan, tadi-tadinya kita masih bisa hidup di muka Bumi. Namun karena kita berteman dekat dengan manusia jahat, ternyata dia memiliki rencana menargetkan kita. Sehingga pemilihan teman memang harus dan urgent kalau kita mau selamat.
ADVERTISEMENT
Ilustrasinya, korban beraktivitas seperti biasa: makan, mandi, chat, tertawa, belajar, dan lain sebagainya. Nun jauh di sana, teman dekat yang dianggap abang menyiapkan eksekusi, senjata tajam, dan rencana untuk melenyapkan.
Sekali lagi pepatah "dalam laut dapat diduga, dalam hati siapa tahu" harus menjadi pegangan di tengah-tengah zaman yang semakin mengerikan ini.
Utang membuat sang pelaku gelap mata. Apakah dia tidak menimbang bahwa di kamar kos korban ada CCTV, semua teman mengetahui mereka teman akrab, dan sang pelaku kerap ke kamar kos korban.
Ilustrasi pembunuhan. Foto: Tanawit Sabprasan/Shutterstock
Namun paham kan bagaimana teror pinjol? Saya sendiri beberapa tahun lalu sempat terkaget-kaget dalam satu minggu menerima ancaman yang sangat masif dari pinjol. Padahal saya sama sekali tidak tau urusan pinjol-pinjol.
ADVERTISEMENT
Saya sangat terkejut, teman saya yang tidak akrab-akrab amat nunggak pinjol. Dan saya sampai harus ganti nomor akibat teror sang pinjol. Segala kata-kata kekerasan berupa istilah-istilah pemukulan, saya mau dihajar, mau diikat, bahkan mau dicelakai jika teman saya tidak segera membayar utangnya.
Sehingga kita memang perlu berhati-hati dengan orang yang gemar berutang bukan untuk hal-hal yang sangat urgent. Orang tidak akan mengaku saya jahat.
Siapa yang akan berkata demikian? Kita cukup melihat perilakunya sehari-hari. Kalaupun belum nampak kita bisa melihat dengan mata jangan pakai hati.
Sudah saatnya pemerintah menertibkan pinjol. Korbannya sudah sangat banyak. Kalau bukan bunuh diri, ya membunuh orang lain atau merugikan orang lain.
ADVERTISEMENT
Mereka yang bermasalah, tapi orang yang tidak bersalah yang jadi korbannya. Pinjol adalah rentenir digital yang sangat sadis. Menjanjikan kemudahan, namun sesungguhnya menjebak orang dalam mekanisme yang sangat kejam dan bunga yang sangat tinggi.
Ragam aplikasi pinjaman online. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Sebaiknya jangan ada lagi izin dan kemudahan perusahaan-perusahaan pinjol tersebut. Terbukti hanya menyusahkan masyarakat. Morotorium pinjol perlu diperpanjang.
Pembunuhan mahasiswa UI oleh seniornya hanyalah fenomena gunung es yang sempat terungkap. Yang jadi cerita undercover sungguh masih sangat banyak dan tidak terhitung.
Peristiwa ini mengajarkan kita untuk jeli menjalin hubungan pertemanan. Pastikan teman kita bukan orang yang bermasalah dengan pinjol, yang punya gaya hidup selangit tapi pendapatan rendah, memiliki rasa iri dengan keberhasilan orang, suka bermain saham namun rugi terus dan perilaku-perilaku negatif lainnya.
ADVERTISEMENT
Begitulah dunia saat ini. Kita hidup di dunia maya dan nyata. Ada seribu wajah kepalsuan di sekitar kita. Kita yang harus pandai-pandai melihat, menyaring sekaligus waspada.
Siapa yang menyangka wajah sang pelaku terlihat kalem, tidak ada sangar-sangarnya, bahkan terlihat intelek dengan kaca matanya. Yang lebih membagongkan, pelaku dari keluarga yang mampu dan berkecukupan.
Saya jadi teringat salah satu hadis Rasulullah, "Seseorang akan mengikuti agama temannya," yang artinya seseorang akan berperilaku seperti teman-teman yang mengitarinya.
Ilustrasi sahabat atau kawan lama Foto: supirak jaisan/shutterstock
Dalam sebuah hadis yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman. Dalam sabda beliau:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِي، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
ADVERTISEMENT
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya. Dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sehingga memang teman itu sangat menentukan hitam putihnya kita. Si korban tidak menyangka akan mati di tangan orang yang dipercayainya sebagai teman akrab.
Memang tidak ada orang yang sempurna. Namun, sekurang-kurangnya kita harus bisa mendeteksi orang berbahaya atau tidak dari apa yang kita lihat bukan dari hati yang kerap menipu kita. Stay logis!
ADVERTISEMENT