Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ketua Umum Persakmi ; Briefing Ketahanan Covid-19
8 Agustus 2021 9:58 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Persakmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Ridwan Amiruddin
“Seluruh Sahabat yang baik hati. Saya hanya mau ingatkan, Sebaiknya dalam kondiri seperti sekarang ini KURANGI DULU KEGIATAN DILUAR RUMAH, Tolong JAGA KESEHATAN BAIK-BAI. Cukup Saya saja yang rasakan begitu beratnya kalau kita berada di UGD. Hampir setiap beberapa menit orang masuk UGD, dan hampir bersamaan juga orang dikeluarkan karena Meninggal. Pengalaman dan pemandangan yang sangat mengerikan. Hampir setiap saat kita mendengar orang menangis diluar sana. Sekali lagi Saudaraku jaga protokol kesehatan. Jangan pandang enteng Covid ini. Jangan suruh datang keluarga kalau tidak urusan penting amat, Batasi keluar rumah, cuci tangan, jaga jarak dan pakai masker terus yaa. Terima kasih Saudara”
ADVERTISEMENT
Kalimat diatas adalah pesan dari pasien yang sedang di UGD, yang menjalani perawatan sakit Covid-19.
Trend secara global jumlah kasus sudah melebihi 3,8 juta kasus, meningkat 8% dari pekan sebelumnya dengan rata rata 540,000 kasus baru dilaporkan setiap hari. Trend peningkatan kematian secara tajam terjadi lebih 69,000. meningkat 21% dari pekan sebelumnya. Secara global hampir 194 juta kasus dengan kematian sebesar 4 juta.
Data yang dilansir pemerintah, secara nasional data per 30 Juli 2021, persebaran covid 19 secara nasional menunjukkan trend yang berubah cepat ke wilayah risiko tinggi. Dalam sepekan terakhir sekitar 37.94% wilayah Indonesia masuk kategori risiko tinggi, 53,89% risiko sedang dan 7,98 wilayah yang rendah. Pergeseran zonasi risiko ini memberikan indikasi kematangan pandemic yang perlu perhatian sangat serius.
ADVERTISEMENT
Data nasional per 30 Juli 2021 menunjukkan jumlah kasus total 3.372.374 dengan kematian 1,759 dengan positifity rate 25,53%. Kondisi ini menempatkan Indonesia dalam daftar negara dengan ketahanan terhadap Covid 19 yang terendah secara global dengan respon yang terbatas.
Pemerintah masih disibukkan dengan pemenuhan vaksin untuk populasi yang besar, Negara sepertinya kebingungan mengambil langkah pengendalian yang tepat. Meski dari sudut pandang pemerintah, sudah melaksanakan pengendalian dengan baik hingga sudah bersiap untuk melakukan pelonggaran. Mestinya tetaplah waspada. Selesaikan persoalan mendasar dalam pengendalian pandemik ini, perbaiki program 3T secara maksimal. Suplai vaksin secara maksimal (cakupan vaksinasi dosis 1; 22% dan 9,7% untuk dosis ke dua). Laksanakan kebijakan program bantuan social secara tepat sasaran.
ADVERTISEMENT
Kondisi pertumbuhan dan persebaran covid yang tidak terkontrol ini dapat disebabkan oleh kemampuan menahan laju persebaran penyakit tersebut tidak sebanding dengan kecepatan penularan penyakit itu sendiri. Kemampuan transmisi SARSCov2 dipicu oleh kemampuan mutasi virus yang sangat tinggi. Dari aspek host/populasi manusia, terdapat beberapa entry point kasus semakin meluas ke semua kelompok populasi. Aspek biologi yang merupakan imunitas respon tubuh masih terbatas dalam menghalau virus covid-19. Interaksi sosial warga yang tidak bisa di control. Kepatuhan terhadap protokol kesehatan yang rendah. Mobilitas penduduk yang sangat tinggi. Kurangnya keterbukaan pasien terhadap kondisi dan riwayat penyakitnya. Dukungan lingkungan untuk penerapan protokol kesehatn yang masih minim. Contoh yang buruk dari tokoh masyarakat terhadap penerapan protokol kesehatan dan konsistensi intervensi yang di jalankan lebih pada aspek kuratif saja.
ADVERTISEMENT
Narasi dari pemerintah dalam pengendalian covid 19 selalu pentingnya upaya pencegahan, namun fakta-fakta lapangan lebih terfokus pada aspek penambahan BOR rumah sakit, penyediaan tabung oksigen, hingga suplai obat yang kosong di apotik. Pada pendekatan jangka pendek itu penting, tapi tidak menuntaskan persoalan karena tentu ada batas jenuh atas upaya-upaya tersebut.
Sekali lagi bagaimana indikator pemutusan mata rantai berupa tracing, tidak bergerak membaik, dengan capaian baru sekitar 1:1,76 perkotak erat. Berikan kewenangan dan dukungan yang luas bagi pihak fasilitas kesehatan untuk melakukan pelacakan kasus. Sebagai ujung tombak pemutusan mata rantai penularan. Tindak lanjut dari tracing tentu testing, kemudian isolasi atau perawatan bagi yang memerlukan. Evaluasi program Isolasi mandiri yang dianjurkan pemerintah, sepertinya telah memberiakn hasil yang kurang baik. Ribuan kematian yang terjadi karena isolasi mandiri yang mengalami perburukan.
ADVERTISEMENT
SARSCov2 dan berbagai varian barunya, memberikan perburukan yang cepat tanpa pasien dan keluarga menyadarinya. Sementara proses mencari perawatan di RS yang ternyata perlu antri karena penggunaan tempat tidur yang sudah tinggi (sudah diatas 70%), akhirnya antrian dipelataran RS. Berujung pada layanan semakin tidak adekuat, petugas yang semakin kelelahan, koordinasi semakin tidak maksimal hingga layanan RS memasuki fase kelumpuhan. Inilah akhir dari wacana yang selalu mendewakan Rumah Sakit dalam menyelesaikan setiap masalah kesehatan.
Bagaimana dengan program tracing? Bagaimana melakukan dan apa indikatornya, sepertinya ini masih pekerjaan rumah bagi Satgas yang tidak bisa di tuntaskan. Pada satu sisi inilah program esensial yang sangat strategis untuk memutus mata rantai penularan, menghentikan pertumbuhan kasus baru. Point pentingnya pada program penggerakan sumber daya potensial di puskesmas. Persoalannya program tracing sepertinya merupakan program yang tidak seksi, bersifat pergerakan sumber daya yang massif dan butuh keahlian yang khusus, butuh ahli epidemiologi untuk mengurainya. Akhirnya pandemic covid akan terus bertumbuh karena tidak menyentuh pemutusan mata rantai secara esensial.
ADVERTISEMENT
Tugas pemerintah saat ini adalah kembali menata program tracing, testing dan treatment secara professional dan komprehensif. Seluruh warga masyarakat untuk lebih peduli kesehatan dengan memperketat program 5M. Wilayah dengan PPKM level 4 yang cenderung semakin meluas ini, menuntut kita semua lebih peduli pada kesehatan, saling mendukung dan memberikan jalan keluar terbaik di wilayah masing masing.
Prof Ridwan Amiruddin
(Epidemiolog)
Ketua Umum PP Persakmi