Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Ceritaku Menyaksikan Ritual Pesugihan yang Dilakukan oleh Pemilik Hotel
21 November 2020 18:41 WIB
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Sini Mad, ikut sama aku. Kerjanya enak dan gajinya lumayan gede,” temanku Yanto menyarankan. Seminggu yang lalu, aku telah di-PHK oleh bosku dari perusahaan es krim tempatku bekerja selama lima tahun lamanya.
ADVERTISEMENT
Keputusan itu hanya bisa kuterima dengan lapang dada lantaran perusahaan terus-menerus mengalami kerugian akibat pandemi Covid-19. Selama seminggu itu pula, aku menganggur dan tak punya penghasilan. Meski ada sedikit tabungan, namun istriku tak mau aku diam saja.
Akhirnya, aku menelepon temanku satu per satu untuk menanyakan lowongan di tempat kerja mereka. Untung saja, aku bertemu Yanto. Dia adalah salah satu temanku saat masih SMP. Meski hanya menjadi pelayan hotel , namun aku bersyukur masih ada tempat untukku bekerja.
Terlebih, saat dia mengatakan kalau gajinya lumayan. Lagipula, jadi pelayan tak butuh berpikir keras seperti pekerjaanku sebelumnya, hanya perlu pintar melipat selimut dan pasang senyum ramah saja. Tanpa pikir panjang, aku langsung menerima tawaran tersebut.
ADVERTISEMENT
Keesokan harinya, aku langsung masuk kerja bersama dengan Yanto. Ia memberi tahu tugas-tugas yang harus aku kerjakan selama aku bekerja di sini. Sesi pembelajaran pun selesai. Kami kemudian menuju dapur untuk istirahat.
Saat melewati kamar bertuliskan nomor “313”, Yanto menghentikan langkahku. Di depan pintu kamar tersebut, ia membisikkan sesuatu kepadaku.
“Jangan pernah sekalipun kamu masuk ke kamar ini karena ini bukan kamar tamu. Tempat ini sengaja ditutup bagi siapapun karena ada suatu alasan,” kata Yanto.
“Memangnya ada apa dengan kamar ini?” tanyaku penasaran.
“Enggak ada yang tahu Mad. Itu perintah langsung dari pemilik hotel,” katanya.
Siang itu, aku bekerja di hari pertama dengan dipenuhi pertanyaan-pertanyaan di kepala.
---
Sudah seminggu, dan aku sudah kerasan bekerja di hotel ini. Ternyata enak juga jadi pegawai hotel. Meski gajinya tak sebesar gajiku dulu, setidaknya jumlah yang kudapat lebih dari cukup untuk pekerjaan seperti pelayan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, ada kejadian janggal setelah itu. Waktu itu, aku dipanggil untuk membawakan pesanan seorang pengunjung di kamar nomor “213”. Saat aku sampai dapur, ternyata yang ada di sana adalah Yanto. Ia memberikan sebuah nampan berisi semangkuk kembang-kembangan seperti sesajen kepadaku.
“Berikan ini ke pengunjung di ‘213’,” katanya dengan ekspresi datar.
“Apa ini Yan?” tanyaku bingung.
“Sudah, lakukan saja. Ini perintah bos,” balasnya tetap dengan muka datar.
Meski masih bingung, aku lalu mengantarkan nampan berisi semangkuk kembang itu ke kamar “213”. Sesampainya di sana, aku lalu menekan bel. Saat pengunjung itu keluar, ia terlihat kurang sehat. Ada kantung mata yang besar, seperti telah menangis berjam-jam.
Selain itu, pandangannya juga agak linglung. Ia kemudian memberikanku tips dan berkata: “Terima kasih ya, spagetinya enak banget jadi saya pesan lagi,” ucap perempuan tersebut. Aku jujur tidak mengerti dengan apa yang ia katakan karena hotel ini tidak menyediakan menu makanan western.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, aku jadi gelisah. Aku takut terjadi sesuatu kepada perempuan itu. Mungkin aku salah, tapi sepertinya dia sedang berhalusinasi. Apa mungkin dia menggunakan narkoba? Kalau iya, nanti kalau ia tertangkap, hotel ini akan terseret juga namanya.
Malamnya, aku yang mendapat shit malam itu tak bisa tidur karena terpikirkan oleh nasib perempuan itu. Akhirnya, aku memberanikan diri untuk mengecek keadaannya. Namun, aku melihat dari kejauhan kalau pintu kamar tersebut terbuka.
Tak lama kemudian, perempuan itu muncul dari dalam kamar dan berjalan dengan tatapan lurus ke depan. Aku kemudian mengikuti langkahnya dari belakang. Alih-alih memakai lift, perempuan itu justru memilih tangga darurat untuk menuju ke atas.
Perempuan itu terus berjalan sampai berhenti di depan pintu kamar “313”. Aku langsung teringat kata-kata Yanto tentang kamar itu. Kemudian, aku berlari menuju perempuan itu untuk menghentikan langkahnya.
ADVERTISEMENT
Namun terlambat, perempuan itu sudah masuk ke dalam kamar yang sepertinya tidak dikunci. Ya, aku juga heran dengan hal itu. Aku akhirnya terpaksa masuk ke kamar untuk menyelamatkan perempuan itu. Sampai di dalam, aku diinterupsi oleh suatu hal yang menyilaukan mata.
Sebuah lukisan Nyai Roro Kidul menyambutku. Lukisan itu digambar dengan indah hingga tampak berkilauan di ruangan itu. Semakin lama, aku terbuai oleh keindahan lukisan tersebut hingga tak sadar perempuan yang kuikuti tadi sudah melompat dari jendela kamar.
---
Aku bergegas menemui Yanto karena kejadian tersebut. Setelah aku menceritakan kronologinya, aku menyarankan untuk memanggil polisi saja.
“Tidak usah,” katanya sambil menghela napas.
“Yan? Ada yang bunuh diri di hotel ini,” kataku sedikit berteriak.
ADVERTISEMENT
“Itu semua hal biasa,” balasnya.
Yanto kemudian menceritakan semua kebenaran yang ada di hotel ini. Bahwa kejadian yang kusaksikan barusan adalah ritual yang selalu dilakukan pemilik hotel untuk mencari tumbal bagi pesugihan yang dijalaninya. Dan seringnya, tumbal yang dipilih adalah tamu hotel itu sendiri.
Hal ini benar-benar tak masuk akal bagiku. Terlebih, saat Yanto mengatakan semua karyawan hotel telah setuju untuk membantu merahasiakan bahkan membantu melaksanakan ritual tersebut. Situasi ini benar-benar di luar kepalaku. Sejak saat itu, aku memutuskan berhenti bekerja di hotel tersebut.
Tulisan ini hanya rekayasa. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanyalah kebetulan belaka.