Konten dari Pengguna

Cukai Rokok: Sejarah dan Peranannya

Anggi Prastyono
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
7 November 2022 12:34 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggi Prastyono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Aktivitas merokok disela-sela jam istirahat (Sumber Foto: HP Penulis)
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas merokok disela-sela jam istirahat (Sumber Foto: HP Penulis)
ADVERTISEMENT
Rokok merupakan salah satu jenis barang kena cukai. Pengenaan cukai atau pajak rokok bahkan sudah muncul dalam legenda Roro Mendut. Dalam legenda tersebut diceritakan bahwa, pada tahun 1627 terjadi Pemberontakan Pati yang berhasil ditumpaskan oleh Mataram. Atas kejadian tersebut Roro Mendut mendapatkan lamaran dari Tumenggung Wiraguna sebagai syarat upeti dari keberhasilan Mataram dalam penumpasan Pemberontakan Pati. Namun, Roro Mendut menolaknya. Akibatnya Tumenggung Wiraguna mengenakan pajak 3 real sehari sebagai syarat untuk tidak menikahinya. Permintaan itu pun disetujui oleh Roro Mendut, ia berhasil membayarnya dengan berjualan rokok. Rokok yang diperjualkan oleh Roro Mendut laris terjual karena kecantikannya yang mampu memikat pria di kerajaan itu, dan ia merekatkan rokoknya dengan air liurnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Hampir empat abad setelah kemunculan rokok dalam legenda Roro Mendut, kini rokok telah tersaji dalam berbagai bentuk dan merek, serta varian rasa dan harga yang beragam. Tarif cukai rokok atau dalam terminologi perundang-undangan cukai disebut sebagai cukai hasil tembakau, dari tahun ke tahun mengalami perubahan, bahkan cenderung meningkat setiap tahunnya. Selama periode 2009 s.d 2021, hanya pada 2014 dan 2019 cukai hasil tembakau tidak mengalami kenaikan. Adapun rata-rata kenaikan tarif cukai hasil tembakau selama periode 2009 s.d 2021 itu sendiri adalah sebesar 9,6 persen, dengan kenaikan tarif cukai hasil tembakau tertinggi terjadi pada 2020 yang mencapai angka 23 persen.
Peraturan mengenai cukai telah diatur di dalam Undang-Undang nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Pada hakikatnya cukai memiliki dua fungsi, yaitu sebagai alat regular (pengendalian) dan budgeter (penerimaan).
ADVERTISEMENT
Dalam menjalankan fungsinya sebagai alat regular (pengendalian), cukai juga berfungsi sebagai salah satu alat untuk mengendalikan konsumsi rokok. Bahaya konsumsi rokok tersebut telah dibuktikan oleh berbagai penelitian di dunia. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga terus berupaya untuk melakukan pengendalian konsumsi barang kena cukai hasil tembakau atau rokok tersebut. Salah satu bentuk pengendaliannya adalah dengan meregulasi harga jual rokok melalui kenaikan tarif cukai dan penetapan harga jual eceran.
Pengenaan tarif cukai terhadap harga jual rokok ini telah berhasil dilakukan di berbagai negara seperti Korea Selatan, Perancis dan Filipina dalam menurunkan konsumsi rokok dan prevalensi penyakit terkait rokok. Keberadaanya sebagai salah satu alat regular (pengendalian) dan budgeter (penerimaan), telah berperan dalam meningkatkan penerimaan negara dan mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia. Dengan berbagai manfaat yang telah diberikan tersebut, cukai hasil tembakau memiliki peranan penting bagi negara Indonesia.
ADVERTISEMENT