Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Tax Ratio, Sebuah Indikator untuk Memahami Peran Pajak dalam Ekonomi
24 Desember 2023 9:45 WIB
Tulisan dari Anggi Prastyono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Rasio pajak atau yang biasa dikenal dengan istilah tax ratio belakangan ini menjadi sesuatu yang hangat untuk diperbincangkan. Hal tersebut muncul ketika acara debat Cawapres 2024 yang diselenggarakan pada hari Jumat malam, 22 Desember 2023. Bermula ketika cawapres nomor urut 3 yang menanyakan terkait visi misi paslon nomor urut 2 yang menargetkan tax ratio Indonesia meningkat ke angka 23%. Pernyataan tersebut dibilang tidak masuk akal oleh cawapres nomor urut 3.
Lantas apa itu tax ratio? Bagaimana kondisi tax ratio di Indonesia saat ini? Dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian suatu negara?
Menurut beberapa sumber, istilah tax ratio muncul pada abad ke-20, digunakan sebagai indikator untuk memahami sejauh mana pajak berperan dalam ekonomi suatu negara. Sederhananya, tax ratio adalah rasio antara pendapatan pajak (jumlah uang yang dikumpulkan dari berbagai penapatan pajak) dan Produk Domestik Bruto (PDB). Secara matematis, rumus rasio pajak yaitu (Jumlah Pendapatan Pajak/PDB) x 100%
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Keuangan RI, tax ratio Indonesia pada tahun 2022 sebesar 10,39%, dengan PDB pada saat itu mencapai Rp19.588,4 triliun. Capaian tax ratio pada tahun 2022 tersebut merupakan capaian tertinggi dalam 7 tahun terakhir.
Capaian tersebut ternyata tak sebanding dengan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik. Berdasarkan data yang bersumber dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), tax ratio Indonesia pada tahun 2022 lebih rendah dari rata-rata tax ratio Asia Pasifik yang sebesar 19%. Bahkan jauh lebih rendah dari rata-rata tax ratio OECD yang sebesar 33,5%
Namun, penting untuk diingat bahwa rasio pajak yang tinggi tidak selalu berarti pendapatan pajaknya juga tinggi. Rasio pajak yang tinggi dapat mencerminkan pendapatan pajak yang tinggi atau PDB yang rendah.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa pendapat yang mengungkapkan alasan mengapa tax ratio Indonesia rendah. Hadi Poernomo Dirjen Pajak 2001 s.d 2006 menyatakan bahwa rendahnya rasio pajak Indonesia dikarenakan adanya inkonsistensi penerapan kebijakan perpajakan. Hal tersebut beralasan karena pada tahun 2005 tax ratio Indonesia sudah mencapai angka 12%. Namun, setelah itu kinerja tax ratio konsiten menurun.
Hal berbeda diungkapkan oleh Ekonom Senior Faisal Basri, menurutnya rendahnya tax ratio Indonesia salah satunya disebabkan oleh pejabat pajak yang nakal seperti RAT yang tidak jujur melaksanakan tugasnya sebagai pengumpul penerimaan pajak. Bahkan Faisal Bahri memperkirakan rasio pajak Indonesia di tahun ini akan mengalami penurunan yang sangat tajam dan kembali ke single digit.
Sedangkan pemerintah sendiri menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan tax ratio Indonesia rendah. Pertama karena adanaya policy gap, yaitu berkurangnya penerimaan pajak akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari sistem perpajakan secara umum, seperti insentif. Dan yang kedua adanya compliance gap, yaitu keterbatasan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pajak dan kapasitas pengawasan.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi hal tersebut, saat ini pemerintah tidak tinggal diam, diantaranya dengan memperbaiki sistem organisasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan memaksimalkan proses bisnis.
Salah satunya dengan meperbaharui sejumlah regulasi misalnya dengan menerbitkan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.