Konten dari Pengguna

Adisty dan Cintanya: Dua Dunia, Satu Rahasia, Satu Derita

Pilar Paradewi
Diplomat Indonesia yang suka jajan, jalan-jalan, melamun, dan mencari inspirasi. Generasi 90-an. Peminum kopi dan air kelapa.
29 Oktober 2023 23:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pilar Paradewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Disclaimer:
1. Tulisan ini adalah cerita tentang satu orang dan sepenggal perjalanan hidupnya. Tidak menggambarkan suatu etnis maupun kewarganegaraan tertentu.
ADVERTISEMENT
2. Tulisan ini sudah mendapat izin dari tokoh yang bersangkutan.
Mari mulai.
April 2023 menjadi bulan bersejarah bagi masyarakat Oman. Sang pemimpin, Sultan Haitham bin Tarik baru saja mengesahkan peraturan baru bagi warga negaranya untuk dapat dengan mudah menikah dengan ekspatriat.
Dahulu, menikah dengan ekspatriat terbilang sulit dan memiliki berjuta syarat. Akibatnya, tak jarang pernikahan antara Omani dan ekspatriat tidak memiliki dokumen administratif yang lengkap. Reformasi peraturan ini tentu disambut gembira oleh banyak orang.
Adisty—bukan nama sebenarnya, tentu menjadi salah satu diantaranya. Ia adalah seorang teman WNI yang saya kenal ketika saya bertugas di KBRI Muscat. Tujuh tahun lalu, ia menikah dengan secara sah dengan Halim, seorang pria Omani.
Sebagai istri pertama, satu-satunya, dan menikah ketika keduanya sama-sama lajang, Adisty adalah contoh WNI yang memiliki kisah kawin campur (mixed marriage) adem ayem. Ia sendiri sehari-hari bekerja di suatu perusahaan swasta. Sementara suaminya bekerja di perusahaan tambang dengan siklus libur beberapa minggu sekali.
ADVERTISEMENT
Dengan reformasi peraturan ini, Adisty melihat titik terang. Meski pernikahannya dilakukan sesuai prosedur, ada satu tahap pencatatan final yang selama ini sulit dilakukan karena hambatan peraturan lama.
Saya ingat kisah perjuangannya dulu saat akan menikah dengan Halim. Sebagai pria Omani lajang, muda, dan memiliki kesehatan prima, secara hukum Halim tidak berhak untuk menikah dengan warga negara asing begitu saja. Dengan berbagai upaya—termasuk harus masuk penjara karena dinilai melanggar hukum—akhirnya mereka dapat menikah secara legal. Mereka pun sempat mencatatkan dan merayakan pernikahan tersebut di Indonesia.
Ketika peraturan resmi direformasi terbit, Adisty tentu bersiap memasuki babak baru hidupnya.
Di suatu sore di akhir September 2023, saya bertukar kabar dengan Adisty. Awalnya saya ingin menanyakan bagaimana rencana pindahnya ke luar negeri. Ya, setelah belasan tahun tinggal di Muscat, Adisty merasa jenuh dan ingin mencari pekerjaan lain di luar Oman. Beberapa negara di Eropa sempat ia sebutkan sebagai rencana.
ADVERTISEMENT
“Gue masih di Muscat. Nunggu proses cerai gue selesai,” jawab Adisty.
Saya pun terkejut luar biasa. Cerai? Kok cerai?
Selama berteman dengan Adisty, yang saya tahu, Adisty bahagia. Ia juga beruntung bisa memiliki pernikahan normal meski terhalang perbedaan kewarganegaraan dan terpisah jurang budaya yang cukup besar. Menurut teman-teman lain pun, pernikahan Adisty terbilang harmonis dan jauh dari drama.
Ternyata, benar bahwa we never know what someone is dealing with behind closed doors.
Dalam percakapan telepon hingga hampir tiga jam, Adisty menceritakan kisahnya dengan berderai air mata.
“Sejak terbit peraturan baru, gue udah minta supaya pernikahan kami diurus lebih lanjut. Jadi secara hukum, status kami semakin jelas. Gue udah seneng banget. Ternyata.. Bapaknya malah mencarikan jodoh untuk dia. Sesama Omani,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Plot twist. Dugaan spontan saya saat itu, oh Halim disuruh poligami. Well..
Adisty dan Halim saat berlibur ke Zagreb, Kroasia, Juni 2019 (Sumber: Dok. pribadi Adisty)
“Padahal, mamanya tahu Halim sudah nikah sama gue. Adik dan omnya juga. Mamanya bahkan pernah liburan ke Indonesia sama kami.”
Sebentar.. Saya semakin tidak mengerti. Seperti ada yang aneh..
Baru saat itulah saya tahu, pernikahan Adisty dan Halim selama ini dirahasiakan dari ayah Halim. Akad nikah dan perayaan pernikahan mereka di Indonesia, pencatatan pernikahan mereka di Muscat, perjalanan-perjalanan yang mereka tempuh bersama, tujuh tahun hidup yang mereka bagi selama ini tertutup rapat dari ayah dan keluarga besar Halim.
Kehidupan Adisty yang dari luar tampak bahagia ternyata merupakan realita yang tidak pernah benar-benar utuh.
Kemudian saya mengerti, kenapa selama ini Adisty tinggal di rumah yang jauh terpisah dari rumah keluarga besar Halim dan tidak pernah menghabiskan hari liburnya di rumah Halim. Ternyata selama ini Adisty bahkan tidak pernah dibawa ke rumah keluarga besar suaminya.
ADVERTISEMENT
Ayah Halim adalah seorang bapak yang sangat keras terhadap keluarganya, termasuk dalam hal jodoh anak-anaknya. Jangankan dengan ekspatriat, dengan sesama Omani pun beliau sangat selektif melihat sukunya. Hasyim, adik Halim, bertahun-tahun memperjuangkan restu karena wanita pilihannya memiliki nama keluarga yang dibenci sang ayah.
Apapun alasannya, bagi Adisty, Halim adalah laki-laki pengecut yang tidak berani bersikap di atas kakinya sendiri.
Menjelang Idul Adha, Halim banyak melarikan diri dari Adisty. Meski sedang siklus libur, Halim tidak menemui Adisty. Alasannya selalu ada-ada saja. Komunikasi mereka hancur tanpa sebab yang jelas. Berbulan-bulan Adisty seperti hidup di neraka karena kebingungan atas perubahan sikap suaminya.
Adisty tidak naif. Ia tahu meski selegal apapun pernikahannya, dinding dan benturan kultural akan selalu menempatkannya di sudut kekalahan. Ia hanya bingung atas ketidakjelasan yang diberikan Halim. Pernikahan ini mau dibawa ke mana?
ADVERTISEMENT
Waktu yang paling dilaknatnya tiba juga. Melalui pesan singkat, Halim tiba-tiba mengabari bahwa di minggu kedua September 2023, ia akan melangsungkan akad nikahnya dengan perempuan Omani pilihan ayahnya. Tanpa aba-aba sebelumnya, tanpa diskusi apapun.
Satu bom meledak di dada Adisty.
Saya tidak akan melawan syariat Islam. Dia punya hak untuk poligami dan saya tidak akan melarang, batin Adisty. Buat saya, itu saja sudah luar biasa.
Beberapa jam kemudian, Halim datang ke rumah Adisty.
“Ini bukan keputusan yang mudah. Semoga kamu mengerti,” ujar Halim. Ternyata, dengan dalih keterbatasan kemampuan, Halim merasa tidak sanggup memiliki dua istri. Halim pun memilih perempuan Omani pilihan ayahnya dan menjatuhkan talak kepada Adisty.
Satu bom lagi meledak di dada Adisty.
ADVERTISEMENT
Bertahun-tahun disembunyikan, tiba-tiba ia harus menghadapi ajal eksistensinya dalam hidup pria yang dicintainya. Dari tidak pernah benar-benar ada hingga mendadak harus hilang selamanya. Tanpa diperhitungkan, tanpa diperjuangkan sedikitpun.
Adisty kalut dirundung pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada jawabannya. Dia diceraikan itu satu hal. Lalu pernikahan dengan perempuan itu, pernikahan apa? Apakah perempuan itu dan keluarganya tahu bahwa dia sesungguhnya adalah istri kedua? Tidakkah Halim berarti menipu keluarga tersebut?
Dengan hati yang sudah dipersiapkan, Adisty tidak melawan. Saya perempuan baik-baik dan terhormat, bukan perempuan sembarangan yang kamu ambil di jalan untuk kamu nikahi begitu saja. Saya yang membantu kamu tumbuh hingga seperti sekarang dan kamu tidak akan menemukan perempuan lain yang seperti saya, batin Adisty.
ADVERTISEMENT
Keluarga Adisty di Indonesia pun terpukul mendengar kabar ini. Paman yang menikahkan Adisty terus mengingatkan sahabat-sahabat Adisty di Muscat agar menjaga Adisty supaya tetap baik-baik saja.
Adisty dan Halim saat berlibur ke Ubud, Bali, pada bulan November 2018. (Sumber: Dok. pribadi Adisty)
Prinsip Adisty: Sedih boleh, bodoh jangan. Ia mungkin tidak bisa melawan jurang yang memisahkan dirinya dan keluarga Halim. Ia juga tidak sampai hati untuk menampilkan dirinya di depan ayah Halim dan menjelaskan semuanya. Namun ia berani mengambil langkah terukur untuk memperjuangkan dirinya.
Untuk memperjuangkan hak-haknya, Adisty menunjuk penasihat hukum.
Untuk memperjuangkan harga dirinya, Adisty memberanikan diri mendatangi rumah keluarga Halim dan menemui sang Ibu. Disampaikan oleh sang Ibu bahwa benar Halim sedang mempersiapkan pernikahan dengan perempuan Omani pilihan ayahnya. Meski miris memikirkan nasib Adisty, Ibu tidak punya pilihan selain menerima.
ADVERTISEMENT
Selama kunjungan ke rumah tersebut, Adisty bertemu dengan saudara-saudara kandung Halim. Tak satupun dari mereka yang mengenal Adisty. Ketika ada yang bertanya, Adisty hanya diperkenalkan sebagai mitra bisnis Halim dari Indonesia.
Perjuangan mendapatkan hak-haknya pun tidak mudah. Halim terus menampik dan bersilat lidah untuk menggugurkan kewajibannya dari tuntutan-tuntutan Adisty.
Adisty tidak gentar. Secara legal, ia bahkan bisa menaikkan kasus ini ke tahap yang lebih tinggi dan dapat menghancurkan hidup Halim yang baru. Penasihat hukum Adisty pun dengan tajam mengarahkan Adisty untuk tetap memperjuangkan hak-haknya. Jika Halim terus mangkir, secara hukum dia dapat dipanggil ke pengadilan atau bahkan dikejar kepolisian.
Menunggu perpisahannya resmi, Adisty kembali bertandang ke rumah keluarga Halim. Di halaman, ia bertemu seorang gadis kecil berumur 6 tahun sedang bermain dengan anak-anak seusianya.
ADVERTISEMENT
“Hai, kamu siapa? Temannya Ibu? Atau kerabatnya nenek? Aku Nawal..,” tanya Nawal, gadis kecil tersebut.
“Hai, Nawal. Aku Adisty. Aku temannya Om Halim,” jawab Adisty sambal menjabat tangan Nawal. Tentu saja, Adisty hafal semua anggota keluarga besar Halim.
“Wah, Om Halim sudah nikah..”
“Oh ya..,” Adisty pura-pura tidak tahu. Sedikit terkejut karena Nawal langsung menyebut pernikahan Halim.
“Iya, dengan perempuan bernama Sarah. Asalnya dari Nizwa, tetapi bekerja di Seeb. Kok kamu tidak hadir di pernikahan Halim?”
“Oh gitu.. Iya maaf,” Adisty tercekat. “Aku ada pekerjaan di luar kota, jadi tidak bisa hadir,” lanjutnya. “Sarah seperti apa? Pasti cantik ya?”
“Hmmm, Sarah tinggi, pakai kacamata.”
Adisty hanya tersenyum. Antara tidak peduli sekaligus penasaran dengan sosok yang baru saja dinikahi suaminya.
ADVERTISEMENT
Saya sendiri tidak bisa membayangkan rasanya jadi Adisty. Ia terdampak akan pahitnya terjepit dua dunia, menjadi rahasia, dan sendirian menderita pada akhirnya. Tidak ada jeritan sekeras apapun yang dapat membuat suaranya terdengar dan lukanya terobati sempurna.
Adisty, jika kamu membaca tulisan ini, hormat saya untuk perjuangan dan keberanian kamu. Kamu layak mendapat kebahagiaan yang jauh lebih besar. Tetap semangat ya.