Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
GKR Bendara: Modern-Day Princess dan Cita-citanya Memajukan Pariwisata Yogya
18 November 2023 9:41 WIB
Tulisan dari Pilar Paradewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai rakyat jelata, kehidupan anggota keluarga kerajaan selalu menjadi misteri bagi saya. Sewaktu kuliah, saya fascinated dengan British royal family sebagai ikon terbesar kerajaan di era modern. Favorit saya adalah Duchess of Cambridge atau Kate Middleton sebagai sosok princess yang cantik, fashionable, memiliki tata krama dan pemahaman royal protocol yang baik, dan aktif di berbagai kegiatan-kegiatan sosial.
ADVERTISEMENT
Ketika saya pertama ditempatkan di Direktorat Eropa Barat Kemlu (Juli 2016) tugas pertama saya saat itu adalah kunjungan Ratu Belanda yaitu Ratu Maxima. Beliau mengunjungi Indonesia dalam kapasitasnya sebagai UN Secretary-General's Special Advocate for Inclusive Finance for Development. Intinya, selain sebagai Ratu Belanda, beliau juga mengampu mandat sebagai utusan khusus Sekjen PBB untuk isu inklusi keuangan dunia.
Ketika kuliah di Jogja, keberadaan royal family atau keluarga kerajaan juga bukan hal asing bagi saya. Sebagaimana diketahui, Jogja dipimpin oleh seorang Sultan dan beliau tinggal di Kraton bersama keluarganya. Sesekali ada berita soal keluarga Kraton, tetapi kita tidak pernah benar-benar tahu seperti apa kehidupan mereka.
Enam tahun merantau di Yogya, tidak satu kalipun saya cross path dengan anggota keluarga Kraton, apalagi Ngarsa Dalem.
ADVERTISEMENT
Fast forward ke 15 November 2023 lalu--satu dekade dari kelulusan saya dari Yogyakarta, akhirnya momen yang ditunggu-tunggu itu datang juga. Pada hari itu, saya berkesempatan bertemu salah satu putri Kraton Yogya, yaitu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara--putri bungsu dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas. Beliau terlahir dengan nama Gusti Raden Ajeng Nurastuti Wijareni.
Kami bertemu di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta ketika beliau menjadi pembicara talkshow mengenai quality tourism Yogyakarta, dalam kapasitasnya sebagai Kepala Badan Promosi Pariwisata DIY.
Dari pertemuan itu, saya baru tahu bahwa sosok princess di era modern Indonesia memiliki kiprah yang luar biasa, baik di dalam maupun di luar Kraton.
Di luar Kraton, beliau mengemban tugas sebagai Direktur Utama PT. Nur Hayu Nindyan (sejak tahun 2014 hingga sekarang), Direktur PT. Nur Kawista Rasmi (sejak 2013 hingga sekarang), ketua Perhimpunan Pengusaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI), dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2017-2022, Gusti juga menjabat sebagai Wakil Ketua III Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) DIY. Sementara pada tahun 2019-2024 Gusti menjadi ketua umum International Council of Small Businesses untuk memajukan UMKM DIY.
Di dalam Kraton, Gusti bertugas sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Nityabudaya. Dengan mandat ini, Gusti berwenang mengelola museum, artifak museum, perpustakaan, dan arsip pasif milik Kraton Yogyakarta. Belum lagi berbagai upacara dan kegiatan Kraton yang harus diikutinya.
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana Gusti membagi waktu, perhatian, dan energinya dalam menjalankan semua tugas tersebut. Terlebih, Gusti juga merupakan seorang istri dan ibu dari dua anak.
Sebelum terjun ke "medan laga", Gusti terlebih dahulu membekali dirinya dengan berbagai ilmu dan pendidikan. Tidak tanggung-tanggung, Gusti merantau jauh ke Swiss belajar international hotel and tourism management di International Management Institute (Lucerne). Kemudian, Gusti melanjutkan pengembaraannya ke Skotlandia untuk belajar international heritage and cultural tourism management di Edinburgh Napier University. Dalam kurang dari satu dekade, dua strata pendidikan telah dituntaskannya.
ADVERTISEMENT
Untuk memperkaya pengalamannya, di sela-sela perkuliahannya di Swiss, Gusti juga mengikuti berbagai program magang di bidang pariwisata. Pada program magisternya, Gusti menulis tesis mengenai “The Role of Monarch in Yogyakarta’s Cultural Heritage Tourism.”
Dari pilihan bidang-bidang studi hingga tesisnya, terlihat bahwa sejak muda Gusti telah mempersiapkan dirinya untuk mengabdikan diri dalam memajukan pariwisata dan kebudayaan tanah kelahirannya.
Sebelum bertemu langsung di Museum Benteng Vredeburg, saya berasumsi putri Kraton adalah sosok yang “jauh”, dingin, dan tidak bisa dijangkau oleh orang biasa. Kenyataannya, Gusti tampil sebagai sosok yang rendah hati dan relatable.
Di tengah cuaca Yogya yang panas, siang itu Gusti mengenakan kemeja linen putih, celana chinos, sepatu loafer cokelat, dan menenteng tas abu-abu. Dengan murah senyum, Gusti menyapa semua orang yang ditemuinya. Tidak ada pengamanan maupun keprotokolan khusus selama beliau di Museum.
ADVERTISEMENT
Saat talkshow, dengan lugas Gusti menjabarkan visinya untuk memajukan quality tourism Yogyakarta, termasuk dalam hal wellness. Bersama Kepala Dinas Pariwisata DIY, Gusti menekankan pentingnya kebermaknaan pengalaman kunjungan setiap turis yang berkunjung ke Yogya, lebih dari sekedar hitungan jumlah turis yang datang saja.
Gusti juga menceritakan pengalamannya untuk menjajal satu demi satu desa wisata yang ada di Yogyakarta dengan keunikannya masing-masing. Desa wisata merupakan salah satu jenis lokus yang disasar sebagai destinasi quality tourism.
“Kalau saya sudah bawa-bawa ransel kuning, ibu saya tahu saya tidak akan pulang hingga beberapa hari ke depan. Saya juga sudah pernah ke semua desa wisata yang ada di Yogya,” ujar Gusti. Wah, ternyata beliau juga petualang!
ADVERTISEMENT
Quality tourism seakan mengingatkan saya pada salah satu nilai dasar pariwisata, yaitu multiplier effects. Keberhasilan pariwisata dapat dilihat dari bagaimana kunjungan wisatawan itu membawa dampak positif secara ekonomi bagi komunitas lokal. Quality tourism sekaligus menjadi gagasan untuk meminimalisasi dampak buruk kunjungan wisata yang tidak sustainable.
Penjelasan Gusti sekaligus menjadi wake-up call khususnya bagi generasi millennial dan gen-Z bahwa berwisata seharusnya tidak hanya soal berfoto-foto dan berburu konten media sosial. Berwisata seyogianya mengutamakan apresiasi terhadap kekayaan alam, kearifan lokal, dan budaya setempat, serta kualitas pengalaman dan kenangan di hati pengunjungnya.
Sebelum Gusti meninggalkan tempat acara, saya berkesempatan berkenalan langsung dengan beliau. Meski pembawaan beliau yang santai dan tidak protokoler, kharisma beliau justru membuat momen perkenalan tersebut lebih mendebarkan dibanding bertemu dengan pejabat pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Mungkin hari itu adalah untuk yang pertama kalinya saya memanggil seseorang dengan sapaan Gusti (Your Highness), setelah selama ini biasanya hanya seseorang dengan jabatannya.
Yang jelas, peran aktif dan kiprah Gusti menginspirasi saya untuk terus mengabdi dan berjuang. Beliau yang putri raja dan sedemikian privileged saja sesemangat itu memperjuangkan banyak hal dan mengabdikan diri. Saya yang hanya rakyat jelata ini tidak punya alasan untuk tidak bekerja sama kerasnya.
Sebagai alumni UGM, pertemuan dengan GKR Bendara juga menjadi momentum mengharukan bagi saya. Setelah bertahun-tahun “numpang” menuntut ilmu di Yogya, akhirnya saya bertemu dengan “anak yang punya rumah”, sang putri Kraton Yogyakarta.