Konten dari Pengguna

#TidakKawinAnak: Gotong Royong Cegah Perkawinan Anak di Jawa Barat

Plan Indonesia
Plan International telah bekerja di Indonesia sejak 1969 dan resmi menjadi Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) pada tahun 2017. Kami bekerja untuk memperjuangkan pemenuhan hak anak dan kesetaraan bagi anak perempuan.
28 Juni 2023 12:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Plan Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dialog Antargenerasi: Gotong Royong Melindungi Masa Depan Anak, Katakan #TidakKawinAnak (dok: Annisa Hanifa/Yayasan Plan International Indonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Dialog Antargenerasi: Gotong Royong Melindungi Masa Depan Anak, Katakan #TidakKawinAnak (dok: Annisa Hanifa/Yayasan Plan International Indonesia)
ADVERTISEMENT
Bandung, 27 Juni 2023 – Kerja sama semua pihak dibutuhkan untuk mewujudkan provinsi dan kabupaten/kota yang layak dan bebas dari perkawinan anak. Oleh karena itu, lembaga swadaya masyarakat (LSM), Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Sukabumi, melakukan Dialog Antargenerasi: Gotong Royong Melindungi Masa Depan Anak, Katakan #TidakKawinAnak di Ruang Rapat Sanggabuan, Gedung Sate, Bandung, Selasa (27/6).
ADVERTISEMENT
Kegiatan ini diharapkan dapat memotivasi berbagai generasi untuk saling mendukung dalam mencegah kekerasan dan perkawinan anak. Sebab, perkawinan anak merupakan bagian dari kekerasan yang berdampak besar terhadap masa depan anak.
Bidang Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat mencatat, dari sekitar 8.000 permohonan dispensasi kawin, sebanyak 5.777 permohonan dikabulkan pada Desember 2022. Padahal, perkawinan anak membawa berbagai dampak negatif bagi anak, termasuk ancaman putus sekolah yang melanda sebanyak 10.884 anak di Jawa Barat pada 2022.
Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Jawa Barat (Jabar) Atalia Praratya Kamil, diwakilkan oleh Euis Soetrisno SH Mpa selaku Staf Ahli menekankan urgensi keterlibatan antarpihak dalam mencegah perkawinan anak, termasuk TPPKK di level desa hingga provinsi. “Komitmen pencegahan perkawinan anak tidak berhenti sampai implementasi kebijakan. Edukasi yang rutin dan berkelanjutan terkait pencegahan perkawinan anak ke orang tua dan keluarga juga penting, karena pendidikan dan perlindungan semua dimulai dari rumah,” ucap Euis.
ADVERTISEMENT
Hal senada disampaikan Kepala DP3AKB Provinsi Jawa Barat, Gusti Agung Kim Fajar Wiyati Oka. “Kampanye yang diinisiasi oleh DP3AKB dengan melibatkan pemangku kepentingan, seperti STOPAN JABAR (Stop Perkawinan Anak di Jawa Barat) dapat menjadi titik temu bagi kaum muda untuk aktif bersuara melindungi hak-hak dan masa depan mereka,” kata Kim Agung.
Sementara, Wakil Ketua Pengadilan Agama Cibadak, Kab. Sukabumi, Aman, menyampaikan pentingnya edukasi kepada orang tua, tokoh agama, tokoh adat, dan guru dang-undang yang mengatur batas usia perkawinan, sebagai bentuk mitigasi tingginya dispensasi perkawinan anak. “Meskipun ada ruang hukum dalam pasal 7 ayat 2 UU 16/2019, namun ada syarat kumulatif yang harus dipenuhi yaitu memiliki alasan yang mendesak dan memiliki bukti pendukung yang cukup. Artinya, penetapan dispensasi tidak sembarangan dikeluarkan jika dua syarat ini tidak terpenuhi,” kata Aman.
ADVERTISEMENT
Pelibatan Bermakna untuk Cegah Perkawinan Anak
Sejalan dengan rencana kerja pemerintah, Plan Indonesia telah melakukan pendampingan rutin di 2 desa dan 5 sekolah di Kecamatan Warungkiara dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Pendampingan ini dilakukan terhadap remaja dan kaum muda usia 13-24 tahun dan orang tua dalam upaya edukasi pencegahan perkawinan anak. Plan Indonesia juga mendorong aspirasi anak/kaum muda melalui metode Pendidik Sebaya, untuk pelibatan aktif dalam mencegah perkawinan mulai dari skala keluarga hingga desa.
Amira (17 tahun), pendidik sebaya yang berpartisipasi dalam program Generasi Emas Bangs Bebas Perkawinan Anak (Gema Cita), menekankan pentingnya mendengarkan aspirasi kaum muda dalam isu perkawinan anak. “Masa depan kami, anak dan kaum muda, ada di tangan pemangku kebijakan dan orang tua. Namun, kami tidak tinggal diam, kami tetap harus terlibat aktif menyuarakan hak kami melalui peran kami sebagai pendidik sebaya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini diamini oleh Manajer Program SPACE (Penghapusan Kekerasan terhadap Anak dan Kaum Muda), Herbet Barimbing. “Pendekatan pendidik sebaya juga menjadi salah satu solusi edukasi yang efektif untuk anak dan kaum muda, seperti yang dilakukan oleh program Gema Cita di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Lombok Barat sejak 2021,” ujar Herbet.
Herbet juga mengatakan, upaya membangun partisipasi bermakna bagi remaja dan kaum muda harus dilakukan dengan melibatkan mereka dalam forum strategis. Misal, dengan menjadi anggota Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), tim Sekolah Ramah Anak (SRA), Forum Anak Desa, dan pendidik sebaya. (**)