Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Film Found Footage: Tak Hanya Mengumbar Kengerian, Tapi Juga Perspektif Manusia
18 Juli 2022 13:00 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Film dengan genre Found Footage masih belum mati. Hal ini terlihat dari linimasa media sosial beberapa hari terakhir, ketika banyak netizen ramai membahas film yang digadang-gadang sebagai film berpenghasilan tertinggi di suatu negara. Judul film tersebut adalah Incantation . Dirilis di Netflix dengan pendekatan Found Footage, film tersebut berhasil menarik perhatian moviegoers tanah air akan kengerian yang ditawarkan.
ADVERTISEMENT
Pendekatan found footage sendiri bukan hal asing dalam genre horor. Sebaliknya, sub-genre tersebut malah lekat dengan genre horor. Found Footage, yang merupakan variasi dari Cinema Verite, adalah genre di mana kisah film disampaikan dari sudut pandang orang pertama via rekaman-rekaman video yang "hilang", baik dari handycam, handphone, maupun cctv. Argumennya, hal tersebut akan membuat horor yang ditampilkan serasa lebih ril tanpa blocking dan pencahayaan ala film yang memberi kesan artifical. Tetapi, apakah hanya sebatas itu saja Found Footage?
Mencapai Puncaknya Karena Sihir Blair Witch
Suatu hari, Daniel Myrick dan Eduardo Sánchez, yang saat itu merupakan mahasiswa film dari University of Central Florida, menyadari bahwa film dokumenter yang mengangkat tema supranatural lebih menyeramkan dibandingkan film horor bertema serupa. Langsung mereka menggarap skenario film tersebut yang ketebalan akhirnya hanya 35 halaman. Sebagai perbandingan, skenario The Godfather memiliki tebal 163 halaman.
ADVERTISEMENT
Skenario itu mereka namai The Blair Witch Project. Bermodal uang seadanya, US$500.000-700.000, skenario itu mereka wujudkan dengan genre Found Footage. Di luar dugaan, film mereka sukses besar. Dengan modal tersebut, mereka berhasil mencetak untung US$248.000.000, menjadikan The Blair Witch Project sebagai salah satu film paling menguntungkan.
Keuntungan The Blair Witch Project membuka mata Hollywood bahwa Found Footage belum mata. Di tangan yang tepat, metode/ genre tersebut bisa menghasilkan untung besar dengan pengeluaran kecil sesuai teori ekonomi kapitalis modern. Sejak saat itu, genre Found Footage rutin rilis mulai dari Cloverfield yang Godzilla-esque hingga Paranormal Activity yang hanya bermodal kamera statis.
Found Footage juga dirasa dapat memberikan rasa takut yang efektif bagi penonton. Dalam proyek bertajuk Science of Scare di mana Broadband Choices mengukur kadar menakutkan sebuah film horor berdasarkan denyut jantung per menit, ternyata film-film dengan pendekatan Found Footage justru lebih menakutkan. BPM yang dihasilkan lebih tinggi daripada film horor klasik seperti The Exorcist dan Texas Chainsaw Massacre.
ADVERTISEMENT
Kengerian yang ditawarkan Found Footage sendiri berasal dari bagaimana film membawa penonton ke dalam realitas film. Dalam tulisannya di Gothic Studies berjudul Reel Evil: A Critical Reassessment of Found Footage Horror, Xavier Reyes menjelaskan bahwa metode Found Footage terasa realistis karena pengambilan gambarnya seakan dilakukan secara amatir atau orang awam, bukan oleh kameramen profesional. Gambar buram dengan gerakan kamera cepat menjadi ciri khas Found Footage. Penonton diajak mencermati dan berfokus dari sudut pandang tokoh utama sepanjang cerita tanpa perlu memperhatikan konflik-konflik lainnya.
Dikombinasikan dengan gaya marketing yang pas, kadar realistis Found Footage bisa naik berkali-kali lipat. Salah satu hal yang membuat The Blair Witch Project begitu sukses adalah marketing gerilyanya yang mengaburkan ilusi dan realitas. Bermodal edaran, laporan polisi, dan berita palsu bahwa mereka yang membuat The Blair Witch Project telah hilang dan tak ditemukan, semua penonton jadi bertanya-tanya apakah film itu sungguh nyata atau bukan.
Maka, tak heran pendekatan Found Footage acap kali digunakan dalam film horor, meskipun beberapa film non-horor juga menggunakan cara serupa seperti Chronicles dan Man Bites Dog. Film-film dengan pendekatan tersebut kemudian menjamur dan tak terbatas di industri Hollywood, tapi juga sampai ke Indonesia lewat judul Keramat yang dirilis 2009 silam.
ADVERTISEMENT
Found Footage sebagai Penyaji Sisi Gelap Kemanusiaan
Dalam tulisannya tentang realisme yang dipublikasikan di BioScope: South Asian Screen Studies, Moinak Biswas membahas pengaruh berkembangnya industri sinema membuat sulit untuk menentukan apakah sebuah film bagus atau jelek. Pertanyaan tersebut kemudian dapat berkembang menjadi arena caci maki dan saling sindir antara yang pro dan kontra. Hal tersebut termasuk pula bagaimana para penonton memandang film, apakah sebuah film haruslah realistik (yang jamak ditemukan di film-film dokumenter) atau surealis hingga tidak realistik (contoh: film-film pahlawan super). Maka, pilihan pendekatan produksi film menjadi faktor penting.
Karena pendekatan yang realistis itu juga, film-film Found Footage juga menyajikan emosi langsung dari manusia itu sendiri. Found Footage menjadi media yang sempurna untuk merekam bagaimana manusia menghadapi cerita di sekitarnya, termasuk bagaimana manusia menghadapi permasalahan dalam cerita itu sendiri. Terkadang juga melalui Found Footage juga kita akan ditunjukkan seberapa jauh tindakan yang bisa diambil oleh seseorang.
ADVERTISEMENT
Salah satu contohnya bisa dilihat dari film Found Footage pertama yang diproduksi yakni film Cannibal Holocaust, rilis 1980. Film yang menceritakan usaha penyelamatan kru film yang hilang di hutan Amazon tersebut diambil dari sudut pandang kamerawan. Ketika rekaman yang ada diperlihatkan pada sekelompok produser film yang ingin menayangkannya, tersaji berbagai adegan kekerasan yang mengerikan, baik yang dilakukan oleh kru yang hilang maupun suku-suku hutan Amazon. Adegan di akhir film kemudian menyajikan pertanyaan tentang bagaimana manusia bisa begitu kejam dan siapa yang lebih biadab di antara manusia.
Selain menggambarkan diri manusia itu sebenarnya, media Found Footage juga menyajikan bagaimana manusia menghadapi hal-hal di luar nalar mereka. Ambil contoh franchise Paranormal Activity yang menyajikan video rekaman penampakan gaib sepanjang film. Pendekatan ini kemudian juga dapat digunakan di genre lain seperti fiksi ilmiah di film Cloverfield dan Chronicles. Film-film tersebut disajikan dengan pendekatan Found Footage agar penonton dapat merasakan ketidaktahuan hingga keputusasaan tokoh utamanya ketika berhadapan dengan hal-hal di luar logika.
ADVERTISEMENT
Pendekatan seperti ini jamak ditemui dalam media lain seperti di novel-novel horor Dracula atau The Call of Cthulhu, ketika tokoh utamanya disajikan sebagai pencerita apa yang dihadapi dan apa yang dirasakannya. Found Footage hanya upaya untuk membawa penonton ke dalam realitas horor yang sejatinya tidak realistis.
LUTHFI ADNAN