Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Film Review Spider-Man No Way Home: Upaya Mengembalikan Spider-Man ke Status Quo
16 Desember 2021 12:08 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Film Spider-Man: No Way Home adalah kasus langka, membuktikan apa yang sebelumnya dianggap impossible menjadi possible. Tidak hanya berhasil menata cerita dengan lima villain, Spider-Man: No Way Home juga sukses memperbaiki segala hal yang salah dari dua prekuelnya. Sebelum - sebelumnya, tiga villain saja sudah dianggap beban untuk menyeimbangkan laga dan fan service dengan pengembangan cerita.
ADVERTISEMENT
Dengan segala rumor serta leak yang beredar beberapa hari terakhir (dan terkonfirmasi), tidak bisa disangkal bahwa Spider-Man: No Way Home adalah fan service first, story later. Namun, bukan berarti story di Spider-Man: No Way Home digarap setengah hati. Surprisingly, story film garapan Jon Watts ini lebih dramatis, serius, dibandingkan kedua prekuelnya dan membuat segala fan service yang ada berarti.
Kisah Spider-Man: No Way Home berangkat dari ending Far From Home di mana Quentin Beck aka Mysterio (Jake Gyllenhaal) mengungkapkan bahwa Peter Parker adalah Spider-Man (Tom Holland) ke publik. Tidak berhenti di situ, Mysterio juga mengklaim Spidey sebagai pembunuhnya di saat faktanya ia terbunuh oleh drone-nya sendiri. "Pengakuan" Mysterio, meskipun tanpa bukti, tak ayal menjadikan Spider-Man sebagai public enemy #1 di New York.
ADVERTISEMENT
Kehidupan Peter Parker jungkir balik akibat tuduhan Mysterio. Tak hanya sebagian besar warga New York jadi membencinya, ia pun menjadi sorotan ke manapun ia pergi. Selain itu, Peter juga jadi harus berurusan dengan Department of Damage Control atas segala kerusakan yang ia perbuat selama ini. Situasinya sungguh rumit hingga kemudian terlintas ide di kepala Peter untuk membuat semua orang lupa bahwa dirinya adalah Spider-Man.
Doctor Strange (Benedict Cumberbatch) menjadi harapan Peter untuk menuntaskan masalahnya. Kebetulan, Strange memiliki Mantra Kof-Kol yang pernah ia gunakan untuk menghapus memory Wong (Benedict Wong) soal pesta di Kamar Taj. Wong memperingatkan bahwa mantra tersebut berbahaya, namun Strange tetap bersikeras menggunakannya.
Seperti dugaan Wong, bencana muncul dari penggunaan mantra tersebut. Permintaan Peter agar MJ (Zendaya), Ned (Jacob Batalon), dan Aunt May (Marisa Tomei) dikecualikan membuat mantra Kof Kol tak bekerja sebagaimana harusnya. Efeknya, mantara Kof Kol malah membuka gerbang multiverse yang membuat beberapa penghuninya berpindah ke dunia Peter. Beberapa di antaranya adalah villain-villain Spider-man dari semesta lain.
ADVERTISEMENT
Doctor Octopus (Alfred Molina), Green Goblin (Willem Dafoe), Electro (Jamie Foxx), Sandman (Thomas Haden Church), dan Lizard (Rhys Ifans) adalah villain-villain yang berpindah semesta itu. Tanpa pikir panjang mereka langsung memburu Peter Parker walaupun Peter yang mereka kenal adalah sosok yang berbeda. Tak ada pilihan bagi Peter selain bertanggung jawab atas dampak perbuatannya.
Cukup sulit membahas keseluruhan Spider-Man: No Way Home tanpa masuk ke teritori spoiler. Untuk menghormati mereka yang belum menonton, maka PSR akan lebih banyak membahas apa yang berhasil dilakukan oleh film ini dibanding apa yang ditunjukkannya. Kami mulai dari jualan utamanya dulu, fan-service.
Spider-Man: No Way Home menampilkan fan-service dengan apik. Segala hal yang diharapkan oleh fans hadir di film ini, mulai dari quote, karakter, gerakan, hingga call back ke adegan di film-film Spider-Man sebelumnya. Sebagian besar fan-service tersebut cukup subtle, namun tidak sedikit juga yang terang-terangan hingga film ini terkadang bisa terasa sangat meta.
Keberhasilan lainnya hadir dari treatment para villain yang ada. Meskipun mereka datang dari berbagai semesta yang berbeda, sutradara Jon Watts berhasil membangun plot di mana motivasi mereka untuk melawan Spider-Man bisa dijustifikasi. Mereka melawan Spider-Man tidak serta merta karena mereka jahat, tetapi karena nyawa mereka dipertaruhkan. Beberapa ingat bahwa mereka tewas saat melawan Spider-Man di semesta masing-masing.
ADVERTISEMENT
Para villain itu sendiri, deep down, bukan orang jahat. Mereka adalah good soul gone wrong. Norman Osborn, misalnya, menjadi Green Goblin karena harus menguji eksperimennya sendiri atau Oscorp akan bangkrut. Otto Octavious menjadi Doctor Octopus karena alat kendali tentakel-nya rusak di tengah eksperimen reaktor fusi. Contoh terakhir, Max Dillon, menjadi Electro karena tercebur ke kolam belut listrik saat memperbaiki generator Oscorp.
Mendengarkan cerita mereka masing-masing, Peter Parker hakul yakin para villain tersebut bisa diselamatkan. Menurutnya, jika mereka bisa disembuhkan, maka mereka akan kembali ke jalan yang benar. Strange menentangnya, menganggap Peter bermain-main dengan takdir. Peter bersikeras, merasa bertanggung jawab menyelamatkan jiwa-jiwa tersesat itu.
"Responsibility" adalah tema besar trilogi Spider-Man di MCU. Dari Homecoming hingga No Way Home, Spider-Man belajar bahwa ada tanggung jawab moral yang datang bersama kekuatan supernya. Ia tidak bisa egois, menggunakan kekuatan super itu untuk kepentingan pribadi. Ia harus menggunakan kekuatannya untuk kepentingan bersama. Seperti kata pepatah klasik, "With great power, comes great responsibility".
Di Homecoming, Peter Parker belajar bahwa tidak tepat ia menggunakan kekuatannya hanya untuk diterima di Avengers. Selanjutnya, di Far From Home, ia belajar bahwa tidak tepat lepas tanggung jawab hanya untuk hidup normal bersama MJ. Pada film terbaru, ia belajar bertanggung jawab atas efek multiverse yang timbul dari permintaan egoisnya.
ADVERTISEMENT
Konsep yang pada film-film Spider-Man lainnya hanya dibahas beberapa menit, mendapat porsi penuh di ketiga film Spider-Man MCU. Hasilnya, development-nya menjadi lebih matang dan kami pun menjadi paham kenapa kami kerap gemas dengan mindset Peter yang selama ini kurang dewasa.
Dalam film trilogi Spider-Man Sam Raimi dan dwilogi The Amazing Spider-Man, Peter Parker dewasa sebelum waktunya karena insiden Uncle Ben. Ia belajar Responsibility dari situ karena Uncle Ben tewas akibat perbuatannya. Peter Parker di MCU belum pernah mengalami insiden tersebut sehingga ia belajar lebih lamban soal konsep Responsibility.
Ada bagian-bagian di No Way Home yang menunjukkan Peter mempertanyakan konsep Responsibility itu sendiri. Bahkan, ada bagian di mana Peter sudah persetan betul dengan tanggung jawab. Namun, sutradara Jon Watts dengan apik menyusun bagian-bagian itu menjadi proses pembelajaran yang runut. Ketika Peter akhirnya paham soal Responsibility, hal itu terasa sangat rewarding karena penonton ikut belajar bersama Spider-Man sejak Homecoming.
ADVERTISEMENT
Pembelajaran soal konsep Responsibility itu diperkuat dengan bagaiamana Jon Watts secara bertahap mulai menjauhkan Spider-Man dari bayang-bayang Tony Stark. Salah satu keluhan banyak fans soal Spider-Man MCU selama ini adalah terlalu Tony Stark sentris. Selain Peter banyak dibantu oleh gadget Tony Stark, kebanyakan villain-nya adalah orang-orang yang bermasalah dengan Stark.
Sejak Far From Home, Peter mulai belajar bahwa ia bisa menyelesaikan masalah-masalahnya tanpa pertolongan penuh dari teknologi Tony Stark. No Way Home adalah puncaknya di mana Peter akhirnya yakin bahwa ia bisa menyelesaikan masalah yang menjadi tanggung jawabnya dengan caranya sendiri, tanpa bantuan teknologi Stark baik Edith maupun Nanotechnology.
Tom Holland memerankan perannya dengan apik di Spider-Man: No Way Home. Ia berhasil menampilkan Peter Parker yang lebih kompleks, conflicted, dan angsty, bukan lagi remaja nanggung. Bahkan, pada satu titik, Tom sukses menampilkan dark side dari Peter Parker yang kami yakini akan menjadi setup untuk symbiote saga.
ADVERTISEMENT
Dengan segala keberhasilannya, tidak berlebihan untuk mengatakan Spider-Man: No Way Home adalah salah satu film Spider-Man terbaik yang pernah ada, bersama Spider-Man 2 karya Raimi. Konfliknya well-crafted, fan-service disajikan dengan mulus, dan karakter Peter Parker didevelop dengan apik. Dengan No Way Home, development Peter sebagai Spider-Man di MCU akhirnya full circle.
Di satu sisi, No Way Home juga terasa seperti upaya membawa Spider-Man kembali ke status quo. Di komik, ia dikenal sebagai superhero kere yang berhasil go the distance mengandalkan kekuatan dan kecerdasannya. Usai menonton Spider-Man: No Way Home, itu kesan yang kami dapat. Kami merasa seperti mendapatkan kembali Friendly Neighborhood Spider-Man, ia yang menjahit kostumnya sendiri, menjadi pekerja lepas untuk membiayai kuliah, dan tidak berurusan dengan ancaman tingkat Avengers tapi tingkat kelurahan.
ADVERTISEMENT