Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Review Film Minions 2: The Rise of Gru - Sebelum Gru dan Minions Jadi Despicable
10 Juli 2022 18:15 WIB
ยท
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Sejak kemunculannya pertama kali Sejak kemunculannya pertama kali dalam film Despicable Me (2010), sosok Minions telah menjadi salah satu figur paling menguntungkan dan berpengaruh dalam budaya populer. Saking populernya, Minions sampai dibuatkan prekuelnya di tahun 2015 atau lima tahun dari film utamanya.
Atas dasar kepopuleran tersebut, dan mengambil momentum meredanya pandemi Covid-19, Minions kembali ke layar lebar lewat film Minions 2: The Rise of Gru. Apabila prekuelnya bercerita soal asal usul Minions, film kedua menceritakan awal mula kerjasama mereka dengan Gru (Steve Carell).
ADVERTISEMENT
Kisah Minions 2: The Rise of Gru dimulai dengan pengenalan Gru kecil yang di film pertama hanya muncul di penghujung cerita. Gru muda tumbuh dengan cara berbeda dibanding anak-anak lainnya. Bila anak-anak seusianya sibuk bermain, dia sudah mencanangkan cita-citanya setinggi langit untuk menjadi penjahat terbaik sepanjang masa. Inspirasinya adalah Vicious 6, kelompok penjahat bentukan Wild Knuckles (Alan Arkin) yang beranggotakan Belle Bottom (Taraji P. Henson), Jean Clawed (Jean-Claude Van Damme), Svengeance (Dolph Lundgren), Stronghold (Danny Trejo), dan Nunchuck (Lucy Lawless).
Untuk membantu aksinya, Gru merekrut para Minions yang terkatung-katung di akhir film pertama. Bukannya terbantu, Gru malah dibuat kerepotan dengan aksi konyol para Minions. Para Minions bahkan sampai mengganggu rencananya hingga Gru tidak tahan lagi dengan mereka.
ADVERTISEMENT
Segalanya berubah ketika Gru mendapati Vicious 6 bubar. Gara-garanya, seluruh anggota Vicious 6 mengakhianati bos mereka, Wild Knuckles. Melihatnya sebagai kesempatan untuk menjadi penjahat terhebat di dunia, Gru dan Minions berdamai untuk mencapai title itu.
Minions 2: The Rise of Gru berjalan cepat untuk memaksimalkan aksi konyol para Minions. Bila di film sebelumnya kita hanya berfokus pada 3 Minions (Kevin, Stuart, dan Bob), sekuel ini memperkenalkan Minions baru yaitu Otto yang bawel.
Plot yang cepat masih dapat memaksimalkan potensi karakter Gru. Gru kecil lebih ceria dan naif dibandingkan dirinya ketika dewasa di film Despicable Me. Banyak sekali momen komedi slapstick khas Minions yang dapat membuat gelak tawa mengalir.
Komedi-komedi tersebut dibumbui dengan suasana 70-an yang kental. Hal tersebut ditonjolkan tidak hanya dari peralatan dan suasana saja, tetapi karakterisasi tokoh-tokoh film ini. Sebagai contoh, penggambaran anggota Vicious 6 memakai genre film 70-an seperti blaxploitation, nunsploitation, dan genre monster-monster film B 70an sebagai referensi utama.
ADVERTISEMENT
Penggambaran suasana San Fransisco yang menjadi latar cerita juga digambarkan colorful dan kaya budaya. Salah satunya adalah kultur Mandarin yang diwakili sosok Master Chow (Michelle Yeoh), seorang master kungfu yang membantu Minions menjalankan aksinya.
Cerita Hambar dalam Plot yang Cepat
Tak bisa dipungkiri, salah satu alasan mengapa industri animasi anak-anak masih dikuasai oleh Disney dengan Pixarnya adalah bagaimana mereka menceritakan isi filmnya. Para kompetitornya masih kesulitan mengejar, termasuk rumah produksi Illumination yang menciptakan Minions. Hal tersebut yang penulis rasakan ketika menonton film ini.
Berbeda dengan film sebelumnya yang hanya menonjolkan kekonyolan Minions sepanjang durasi, sekuel ini memberikan porsi kepada Gru dan para penjahat dalam cerita. Niatnya, ingin mengeksplorasi sejarah kenapa Gru bisa kompak dengan Minions yang chaotic itu. Sayangnya, hal itu malah tidak tergali dengan baik.
ADVERTISEMENT
Berbeda ketika kita (baca: penonton dewasa) menonton film-film rilisan Pixar seperti Toy Story atau Coco, Minions 2: The Rise of Gru berjalan cepat dan tidak memberikan waktu untuk memahami karakter non-Minions. Hal tersebut termasuk ketika sosok Wild Knuckles yang kesepian tiba-tiba mencurahkan isi hatinya pada Gru. Pengembangan karakternya flat dengan fokus ke plot terlalu berlebihan.
Potensi para penjahat, yang mana mewakili berbagai genre film seperti Belle Bottom yang terinspirasi Blaxploitation, Nunchuck yang dipengaruhi trend Nunsploitation, hingga Master Chow yang lekat akan film-film shaolin tahun 70-80an juga mendapatkan porsi yang sedikit. Penonton yang familiar akan Van Damme, Lundgren, maupun Trejo juga mungkin akan kesulitan mengenali karakter mereka. Kehadiran mereka dalam poster besar kemungkinan hanya untuk menarik perhatian para orang tua yang tumbuh besar dengan menonton film-film mereka di tahun 90-an hingga dekade awal 2000.
ADVERTISEMENT
Meskipun berusaha tampil segar dengan desain-desain animasi yang kreatif dan aksi yang massif, kelemahan film Minions masih cerita yang berjalan begitu cepat. Durasi yang kurang dari 90 menit dapat berlalu begitu saja meskipun tawa-tawa yang timbul berkat kekonyolan aksi Minions meninggalkan sedikit sisa selepas keluar dari bioskop. Yang jelas, Minions masih membuktikan diri bahwa mereka dapat menjadi primadona anak-anak, seburuk apapun cerita yang mereka bawa.
LUTHFI ADNAN