Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menelisik Eksistensi ODHA Melalui Lanskap Sosiologi Kesehatan
30 November 2024 18:54 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Pramudya Kanugrahan Molindo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sosiologi kesehatan adalah sebuah cabang ilmu dari sosiologi yang secara khusus memfokuskan kajiannya pada masalah kesehatan dalam masyarakat. Sosiologi kesehatan menjembatani ilmu-ilmu sosial dengan ilmu kesehatan, karena kesehatan tidak hanya dipandang dari sisi medis, tetapi juga lewat lanskap ilmu sosial. Ilmu kesehatan secara umumnya membahas masalah kesehatan menggunakan sudut pandang teknis medis, sedangkan sosiologi kesehatan lebih memfokuskan pada pandangan aspek-aspek sosial yang mempengaruhi kesehatan (Iskandar, 2012). Sosiologi kesehatan melihat bagaimana masyarakat sebagai sebuah entitas mempengaruhi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang berhubungan dengan kesehatan. Sebagai contoh adalah terciptanya stigma di masyarakat yang melihat bahwa orang dengan penyakit HIV/AIDS adalah mereka yang harus dipinggirkan (Barry & Yuill, 2002).
ADVERTISEMENT
Latar Belakang Kasus Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang memperlemah sistem kekebalan tubuh manusia. Sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV atau virus lain yang menyerang spesies lainnya (Rizki, Sutiaputri, & Heryana, 2020). Indonesia menjadi negara dengan tingkat penularan HIV/AIDS tertinggi di Asia Tenggara.
Sosiologi kesehatan menjadi disiplin ilmu yang penting dalam memahami studi ODHA. Di Indonesia sendiri, pendampingan dan pemberdayaan terhadap orang dengan HIV/AIDS sudah dengan komprehensif dilaksanakan. Namun, selalu tumbuh stigma di masyarakat yang beranggapan bahwasanya ODHA adalah orang-orang yang perlu dipinggirkan dan disingkirkan.
Orang dengan HIV/AIDS terkena serangan secara psikologis, mendapat diskriminasi oleh masyarakat sekitar bahkan dianggap insan yang hanya menuggu kematian (Nuwa, Kiik, & Vanchapo, 2019). Padahal, mereka membutuhkan dukungan sosial demi pemulihan dari penyakit yang mereka derita. Stigma yang buruk memperparah kondisi penderita karena mereka kehilangan makna diri mereka sendiri. ODHA tak hanya berjuang melawan virus, tetapi juga pandangan diskriminasi dari masyarakat
ADVERTISEMENT
Teori Interaksionisme Simbolik dalam Kasus HIV/AIDS
Interaksionisme simbolik adalah sebuah teori yang diperkenalkan oleh George Herbert Mead, seorang sosiolog penting dalam membangun perspektif Mazhab Chicago. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan orang lain, begitu juga pola perilaku orang tersebut. Teori interaksionisme simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi. Interaksionisme simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind) tentang diri sendiri (Self), dan memiliki tujuan akhir untuk memediasi dan mengintepretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana seseorang itu menetap (Ardianto, 2007).
Manusia aktif dalam menciptakan makna lewat interaksi dan tindakan, tidak hanya bereaksi terhadap dunia. Dalam interaksionisme simbolik, makna bukanlah hal yang alami atau objektif, tetapi merupakan hasil dari konstruksi sosial (Mead, 1934). Dalam teori ini, terdapat sebuah konsep yang dinamakan “labeling” atau perlabelan. Ketika seseorang dilabeli dengan cara tertentu oleh masyarakat, label itu akan mempengaruhi cara individu tersebut dipandang dan diperlakukan. Label dapat mengakait stigma, terutama dalam bidang kesehatan yaitu ODHA yang pada akhirnya mereka mendapat perilaku tertentu dan dipandang tidak baik di masyarakat (Husen, 2015).
ADVERTISEMENT
Penyakit HIV/AIDS tidak hanya dipandang sebagai masalah kesehatan fisik, tetapi juga seringkali diasosiasikan dengan perilaku menyimpang dalam norma sosial. Orang dengan HIV/AIDS kerap kali mendapat labeling dengan perilaku seperti hubungan seks bebas dan penggunaan narkoba suntik.
Stigma Sosial dan Makna Simbolik HIV/AIDS di Masyarakat
Stigma yang ditanamkan pada ODHA dapat mengubah cara orang lain memperlakukan mereka. Banyak ODHA yaang diisolasi dari keluarga dan orang terdekat setelah didiagnosis mengidap virus HIV (Nadlifuddin, 2024). Lebih jauh, stigma tak hanya mempengaruhi hubungan sosial antara ODHA dengan orang lain, tetapi juga mempengaruhi cara ODHA melihat diri mereka sendiri (Syahrina & Pranata, 2018). ODHA seringkali merasa malu dan tidak berharga pada kondisi diri mereka sendiri yang berdampak pada masalah psikologis seperti depresi. Teori interaksionisme simbolik membantu kita untuk memhami makna simbolik dari HIV/AIDS terbentuk di masyarakat
ADVERTISEMENT
Orang dengan HIV/AIDS sering kali mengalami isolasi sosial karena takut akan reaksi negatif dari masyarakat. Isolasi dapat mengganggu partisipasi mereka dalam aktivitas sosial dan mengurangi akses mereka pada dukungan emosional dan fisik. Acapkali, ODHA juga mendapat kesulitan dalam akses terhadap layanan kesehatan karena stigma itu sendiri. Parahnya lagi, ODHA mendapatkan kebijakan yang diskriminatif di beberapa negara seperti larangan bekerja (Negoro, Apsari, & Muhammad, 2024). Kasus ODHA memberikan gambaran nyata tentang bagaimana teori interaksionisme simbolik bekerja dalam konteks kesehatan. Melalui labeling, masyarakat telah menciptakan makna sosial tertentu tentang HIV/AIDS yang mempengaruhi cara ODHA diperlakukan.
Kesimpulan
Sosiologi kesehatan mengeksplorasi bagaimana faktor sosial mempengaruhi status kesehatan individu dan masyarakat. Teori interaksionisme simbolik menjadi alat analisis dalam memahami makna dan stigma terkait HIV/AIDS terbentuk melalui interaksi sosial. Makna tidak bersifat alami, melainkan merupakan hasil konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Perlabelan yang diberikan kepada ODHA sering kali mengarah pada stigma yang kuat, yang dapat mempengaruhi cara mereka dipandang dan diperlakukan oleh orang lain. Stigma ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik mereka, tetapi juga pada kesehatan mental dan emosional, karena ODHA kerap mengalami diskriminasi. Lebih jauh lagi, stigma yang dialami oleh ODHA dapat memperburuk kondisi mereka, karena menyebabkan kehilangan makna diri dan dukungan sosial yang diperlukan.
ADVERTISEMENT
Referensi
Ardianto, E. (2007). Filsafat Ilmu Komunikasi . Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Barry, A.-M., & Yuill, C. (2002). Understanding Health . London: SAGE Publications.
Husen, S. (2015). INTERAKSI SOSIAL ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA). repository.upi.edu .
Iskandar, A. (2012). Sosiologi Kesehatan. Bogor: IPB Press.
Mead, G. H. (1934). Mind, Self, and Society. Chicago: The University of Chicago Press.
Nadlifuddin, M. I. (2024). Restorasi Sosial Stigma Masyarakat pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) oleh Dinas Sosial DIY . Jurnal Ilmiah Pekerja Sosial , 18-38.
Negoro, A. B., Apsari, N. C., & Muhammad, T. B. (2024). Advokasi Untuk Mengurangi Stigma Dan Diskriminasi Terhadap Perempuan Dengan. REHSOS: Jurnal Ilmiah Rehabilitasi Sosial, 25-34.
Nuwa, M. S., Kiik, S. M., & Vanchapo, A. R. (2019). Penanganan Terhadap Stigma Masyarakat tentang Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Komunitas. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes , 49-54.
ADVERTISEMENT
Rizki, S., Sutiaputri, L. F., & Heryana, W. (2020). STIGMA MASYARAKAT TERHADAP ORANG DENGANHUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUSDAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME(HIV DAN AIDS) DIKOTA BANDUNG. Jurnal Ilmiah Rehabilitasi Sosial , 39-59.
Syahrina, I. A., & Pranata, A. Y. (2018). STIGMA INTERNAL HUBUNGANNYA DENGAN INTERAKSI SOSIALORANG DENGAN HIV/AIDS DI YAYASAN TARATAK JIWA HATI PADANG. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang, 1-19.