Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Biografi Sunan Muria, Salah Satu Anggota Wali Songo
23 Mei 2024 18:26 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Profil Tokoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mengutip dari buku Kisah Teladan Walisongo Sembilan Wali Penyebar Islam di Jawa, M. Faizi, (2007), makna wali songo adalah sembilan orang yang mencintai dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia. Khususnya pada daerah Jawa dan Sumatera.
Sunan Muria menjadi salah satu anggora Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Tepatnya di di wilayah Desa Colo, Kecamatan Gawe, Kudus, Jawa Tengah.
Biografi Sunan Muria
Mengutip dari buku Tasawuf Nusantara, Sri Mulyati, (2017), berikut adalah biografi Sunan Muria yang merupakan anggota Wali Songo yang termuda.
Sunan Muria adalah nama panggilan dari Raden Umar Said. Beliau adalah putra dari Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh, putri Syekh Maulana Ishaq. Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah wali termuda yang lahir pada sekitar tahun 1450.
ADVERTISEMENT
Beliau menikah dengan Dewi Roroyono, putri dari ulama ternama, yaitu Sunan Ngerang atau Ki Ageng Ngerang yang sangat disegani oleh masyarakat. Sunan Muria terkenal memiliki kelebihan sebagai wali yang sakti, kuat fisiknya.
Bukti fisik Sunan Muria yang kuat ini terlihat dari beberapa lokasi padepokannya yang terletak di atas gunung. Selain itu, ulama yang berdakwah di kawasan Jawa Tengah ini juga dikenal dengan seorang yang tekun beribadah, jujur dan senang menyebarkan agama Islam.
Di kalangan masyarakat, Sunan Muria juga merupakan seseorang yang sangat peka dan toleran terhadap berbagai problematika. Bahkan, beliau tak jarang turut andil pada masyarakat sekitar Kesultanan Demak dalam memberikan solusi.
Sunan Muria juga dikenal dengan sosok kreatif. Hal ini dapat dilihat dari caranya dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara. Misalnya, pada para pedagang, petani, maupun nelayan ia memberikan kursus keterampilan secara gratis.
ADVERTISEMENT
Awal Kehidupan Sunan Muria
Sejak kecil, Sunan Muria sudah mempunyai ketertarikan mengenai pembelajaran agama dan telah dididik oleh ayahnya dalam ajaran Islam. Beliau juga berguru kepada Ki Ageng Ngerang seorang ulama ternama bersama Adipati Pathak serta Sunan Kudus.
Berbeda dengan anggota Wali Songo lainnya, Sunan Muria lebih memilih di daerah terpencil untuk berdakwah. Padahal, sebelumnya Sunan Muria terlibat dalam pemilihan Raden Patah sebagai pemimpin perdana kerajaan Islam pertama di Jawa tersebut.
Sesuai dengan namanya, Sunan Muria bertempat tinggal di puncak Gunung Muria, pada kecamatan colo, Kota Kudus, Jawa Tengah. Gunung Muria tersebut terletak di wilayah Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, dan wilayah Kabupaten Pati.
Berbagai strategi dakwah dilakukan Sunan Muria, salah satunya adalah dengan bergaul bersama rakyat jelata sembari mengajarkan beragam keterampilan, seperti bercocok tanam, berdagang, serta kesenian untuk menyebarkan agama Islam.
ADVERTISEMENT
Ajaran Sunan Muria
Sunan Muria merupakan salah satu anggota Wali Songo yang sangat peduli terhadap kelestarian lingkungan. Beliau memberikan ajaran pada masyarakat lokal untuk bercocok tanam, berdagang, dan seni sebagai bagian dari ajaran Islam.
Beberapa ajaran yang disampaikan dalam meruwat bumi adalah tradisi Guyang Cekathak (tradisi meminta hujan), Buah Parijoto (ziarah ke makam Sunan Muria), dan Tembang Macapat Sinom Parijotho (tembang ciptaan Sunan Muria).
Sunan Muria berhasil menyebarkan Islam berkat dedikasinya di berbagai wilayah, terutama di lereng Gunung Muria, Kudus, Pati, Juana, dan pesisir utara Jawa. Beliau memilih berdakwah kepada rakyat jelata, sehingga ajarannya dapat menjangkau masyarakat luas.
Selain itu, Sunan Muria dikenal sebagai satu-satunya Wali Songo yang mempertahankan penggunaan gamelan dan wayang sebagai alat dakwahnya. Keterampilannya dalam pertanian, perdagangan, dan navigasi laut juga menjadi bagian penting dalam dakwahnya.
ADVERTISEMENT
Dalam konflik internal Kesultanan Demak (1518-1530), beliau dikenal penengah atau sebagai pemecah masalah yang handal, mengatasi berbagai konflik meskipun kompleks. Akhirnya, Sunan Muria berhasil memberikan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
Metode Dakwah Sunan Muria
Berikut adalah beberapa motode dakwah yang digunakan Sunan Muria dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia.
1. Melibatkan Rakyat Jelata
Sunan Muria dalam menyebarkan agama Islam, lebih memusatkan pada rakyat jelata. Seperti yang diketahui, bahwa beliau lebih senang mengasingkan diri bersama masyarakat biasa dibandingkan tinggal di pusat Kerajaan Demak dengan para bangsawan.
Metode dakwah tersebut sering disebut dengan Topo Ngeli, yang artinya menghanyutkan diri di dalam masyarakat. Sementara itu, agar masyarakat sekitar pegunungan tersebut bisa berbaur, beliau sering memberikan keterampilan untuk nelayan, pedagang, dan rakyat jelata.
ADVERTISEMENT
Beliau bisa mengumpulkan pekerja yang sangat sulit untuk meluangkan waktu belajar agama mereka. Jadi dengan menyalurkan beberapa keterampilan, dapat dengan mudah Sunan Muria menyampaikan ajaran agama Islam kepada mereka.
2. Menggunakan Akulturasi Budaya
Proses dakwah Sunan Muria tidak selalu berjalan dengan lancar. Penduduk di kawasan gunung Muria kebanyakan masih menganut kepercayaan turun temurun yang sulit diubah. Sehingga, metode dakwah menggunakan bil hikmah, yaitu secara bijaksana dan tidak memaksa.
Salah satu contohnya adalah dengan mengubah tradisi bancakan menjadi kenduri untuk mendoakan leluhur dengan cara Islam. Meskipun Sunan Muria menggunakan pendekatan moderat, namun tetap menjaga kemurnian agama Islam.
Gaya moderat tersebut, ia tiru dari ayahnya, yang tidak mengharamkan tradisi peringatan telung dino hingga sewu dino. Tradisi yang dilakukan untuk memperingati hari-hari tertentu kematian anggota keluarga ini tidak dilarang.
ADVERTISEMENT
Beliau meneruskan ajaran Islam dengan tradisi budaya Jawa, seperti dalam tradisi kenduri setelah kematian seseorang. Tradisi tersebut diubah sedikit dengan menggantikan praktik-praktik klenik dengan cara berdoa dan shalawat.
3. Mempertahankan Kesenian Gamelan dan Wayang
Sunan Muria juga tetap mempertahankan alat-alat musik daerah untuk media dakwahnya, seperti gamelan dan kesenian wayang. Beliaumemasukkan ajaran-ajaran Islam di dalamnya tanpa mengubah budaya yang ada.
Beberapa pewayangan lakon diubah karakternya dengan membawa pesan-pesan ajaran Islam, seperti kisah Dewa Ruci, Jimat Kalimasada, Petruk dadi Ratu, Mustakaweni, Semar Ambarang Jantur, dan lain-lain.
4. Menciptakan Beberapa Tembang Lagu Jawa
Selain itu, Sunan Muria juga menciptakan beberapa tembang Jawa yang berisi tentang ajaran Islam. Diantara karyanya yang terkenal yaitu tembang Sinom dan Kinanthi. Dakwahnya tersebut tersebar dari Tayu, Jepara, Juana, hingga sekitar Kudus dan Pati.
ADVERTISEMENT
Melalui tembang Jawa, dengan mudah masyarakat akan menerimanya serta mampu mengingat ajaran Islam yang terkandung di dalamnya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Karya Sunan Muria
Wali Songo tentunya memiliki karya sendiri-sendiri yang menggambarkan sejarah perkembangan Islam di Indonesia, begitupun Sunan Muria. Berikut beberapa karya Sunan Muria yang menarik untuk dipelajari:
1. Tembang Macapat
Karya pertama untuk sarana Sunan Muria berdakwah yaitu tembang macapat. Seperti yang diketahui, salah satu cara berdakwah Sunan Muria adalah melalui berbagai beberapa kesenian Jawa, salah satunya adalah tembang macapat.
Tembang macapat merupakan sinom dan kinanthi yang masih lestari hingga saat ini. Melalui tembang macapat inilah umatnya Sunan Muria dapat mengamalkan ajaran agama Islam.
2. Adat Kenduri
Sunan Muria melakukan dakwah yang sama seperti ayahnya yang bergaya moderat dan menyelusup melalui berbagai tradisi kebudayaan Jawa. Salah satunya adalah adat Kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian anggota keluarga.
ADVERTISEMENT
3. Parijoto
Selanjutnya, ada buah dengan ukuran sebesar kacang tanah yaitu parijoto. Ketika parijoto masih mentah, memiliki warna merah muda dan ketika sudah matang akan berwarna hitam.
Rasa buah ini dominan asam tetapi kandungan gizi yang dimiliki cukup baik dan cocok untuk ibu hamil. Selain itu, buah parijoto ini juga termasuk warisan dan karya dari Sunan Muria.
4. Pakis Haji
Terakhir, karya Sunan Muria tidak hanya dalam bentuk tembang macapat saja, juga buah dan tumbuhan yang sangat bermanfaat. Salah satunya pakis haji yang dipercaya sebagai tumbuhan yang berasal dari kesaktian Sunan Muria.
Pada umumnya tumbuhan pakis haji ini digunakan untuk mengusir hewan tikus. Tumbuhan ini dapat dilihat para peziarah yang dijual di sekitar area makam Sunan Muria.
ADVERTISEMENT
Wafatnya Sunan Muria
Sunan Muria wafat pada tahun 1551 dan dimakamkan di lereng Gunung Muria, Kecamatan Colo, sekitar 18 kilometer dari Kota Kudus.
Makamnya di Desa Colo selalu ramai oleh peziarah, dan setiap harinya dengan sekitar 15.000 pengunjung. Di sekitar makamnya, yang dipercaya sebagai pengawalnya terdapat 17 makam prajurit dan abdi dalem.
Itu dia biografi Sunan Muria yang menjadi anggota termuda di Wali Songo beserta ajaran dakwahnya dalam menyebarkan agama Islam. (LA)