Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Biografi Sutan Syahrir, Si Kancil yang Jadi Perdana Menteri Pertama Indonesia
12 November 2024 22:29 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Profil Tokoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pahlawan Indonesia yang juga dikenal dengan The Smiling Diplomat ini merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia, terutama dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan.
Selama menjabat sebagai Perdana Menteri, ia bukan hanya memelopori pergerakan, tetapi juga menciptakan pemikiran-pemikiran yang mampu mendorong lahirnya hal-hal baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga, ia menjadi tokoh yang memberi warna dalam jejak sejarah bangsa.
Biografi Sutan Syahrir
Sutan Syahrir diketahui lahir pada 5 Maret 1909 dan meninggal dunia pada 9 April 1966. Ia adalah seorang intelektual, perintis, dan revolusioner kemerdekaan Indonesia.
Sutan Syahrir merupakan anak dari pasangan terpandang di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Ia memiliki saudara perempuan bernama Rohana Kudus.
Ayahnya bernama Mohammad Rasad dengan gelar Maharaja Soetan bin Soetan Leman gelar Sutan Palindih. Sementara ibunya bernama Puti Rabiah yang berasal dari Kota Agam.
ADVERTISEMENT
Berasal dari keluarga yang berkecukupan, ayah Sutan Syahrir menjabat sebagai penasihat Sultan Deli serta kepala jaksa atau landraad pada masa pemerintahan kolonial Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, Sutan Syahrir menjadi politikus sekaligus Perdana Menteri pertama Indonesia dari 14 November 1945 hingga 20 Juni 1947. Sayangnya, ia meninggal dalam pengasingan sebagai tawanan politik dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Atas jasa-jasa semasa hidupnya, Sutan Syahrir ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 April 1966 melalui Keppres nomor 76 tahun 1966.
Pendidikan Sutan Syahrir
Sutan Syahrir menempuh pendidikan di Sekolah Dasar (ELS) dan sekolah menengah (MULO) di Medan. Semasa pendidikannya, ia banyak menghabiskan waktu untuk membaca buku-buku dari berbagai pengarang yang terkenal, dari mulai buku karya Don Quioxote, Karl Max, hingga Baron Von Munchausen.
ADVERTISEMENT
Selain membaca buku, ia pun gemar bermain biola. Di sekolah menengahnya, Syahrir menjadi anak yang berprestasi. Sehingga, ia mendapatkan peringkat di sekolahnya dan bisa melanjutkan sekolah di AMS Bandung pada tahun 1926.
Selama bersekolah di AMS, ia bergabung dengan sebuah kelompok seni Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia, bernama Batovis. Dalam kelompok tersebut, ia memiliki banyak peran, seperti sebagai seorang sutradara, penulis naskah skenario hingga menjadi aktor.
Selain itu, Sutan Syahrir juga tergabung dalam sebuah perkumpulan dengan gagasan untuk mendorong kesatuan nasional Indonesia dengan berbagai upayanya yaitu Jong Indonesie.
Bersama dengan kawan-kawannya dalam perhimpunan tersebut, Syahrir membentuk sebuah sekolah bernama Tjahja Volksuniversiteit yang memberikan pendidikan pada banyak kalangan bawah.
Sjahrir menyelesaikan pendidikannya di AMS Bandung pada tahun 1929. Selanjutnya, ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum, Universitas Amsterdam.
ADVERTISEMENT
Semasa berkuliah, pada 1929, Syahrir masuk menjadi bagian dari Perhimpunan Indonesia, yakni organisasi mahasiswa patriotik dari Indonesia yang berada di Belanda di bawah bimbingan Muhammad Hatta.
Sayangnya, pada 1931, ia memutuskan berhenti kuliah. Ia memilih untuk kembali ke Indonesia dan terjun dalam pergerakan nasional.
Karier Sutan Syahrir
Mengutip dari buku Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler karya Amir Hendarsah, perjalanan karier Sutan Syahrir mulai ketika ia duduk di bangku sekolah, terutama saat menjadi pelajar AMS di Bandung.
Syahrir aktif dalam berbagai kegiatan seni dan politik, termasuk sebagai anggota teater Batovis.
Hingga pada tahun 1931, setelah menyelesaikan pendidikan hukum di Amsterdam, Sutan Syahrir memulai karier politiknya dan terpilih sebagai Ketua Umum Partai Pendidikan Nasional Indonesia Baru (PNI Baru) pada tahun 1932.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, pada tahun 1934, ia ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda ke Boven Digul (1935), Banda Neira (1936-1942), dan Sukabumi (1 Februari 1942).
Kemudian, setelah proklamasi kemerdekaan, Sutan Syahrir diangkat sebagai Ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan memimpin tiga kali Kabinet Parlementer.
Pada 14 November 1945, ia dipilih menjadi Perdana Menteri pertama Indonesia dan memimpin kabinetnya sambil menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri.
Selama masa jabatannya, ia melakukan perombakan kabinet sebanyak tiga kali, yaitu Sjahrir I, Sjahrir II, dan Sjahrir III. Ironisnya, pada 26 Juni 1946, ia menjadi korban penculikan oleh kelompok oposisi Persatuan Perjuangan, yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soedarsono, termasuk Tan Malaka.
Setelah insiden penculikan itu, Syahrir hanya menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, sementara tugas Perdana Menteri diambil alih oleh Soekarno.
ADVERTISEMENT
Namun, pada 2 Oktober 1946, Soekarno menunjuk kembali Syahrir sebagai Perdana Menteri untuk melanjutkan Perundingan Linggarjati.
Peran Sutan Syahrir dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Sutan Syahrir menjadi sosok yang memiliki peran penting dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Menjelang proklamasi, Syahrir mendapatkan tugas untuk menyebarkan berita kekalahan Jepang dan merencanakan pengasingan Soekarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan.
Tak hanya berperan dalam proklamasi saja, Syahrir sangatlah berpengaruh pada sistem pemerintahan. Pasalnya, selama menjabat sebagai Perdana Menteri, ia menempuh kebijakan melalui perundingan dan diplomasi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, Syahrir juga berupaya untuk mendorong terbentuknya partai politik sebagai bentuk kebebasan dalam demokrasi masyarakat Indonesia. Ia bahkan mendirikan Partai Sosialis Indonesia pada tahun 1948.
ADVERTISEMENT
Mengapa Sutan Syahrir Diasingkan?
Pada 26 Juni 1946, Sutan Syahrir diasingkan dan ditangkap di Surakarta oleh kelompok oposisi Persatuan Perjuangan.
Pengasingan ini dilatar belakangi oleh perasaan tidak puas atas diplomasi yang dilakukan oleh pemerintahan Kabinet Sjahrir II dengan pemerintah Belanda karena sangat merugikan perjuangan Bangsa Indonesia saat itu.
Kelompok yang menangkap Sutan Syahrir ini menginginkan pengakuan kedaulatan penuh (Merdeka 100 persen) yang dicetuskan oleh Tan Malaka.
Sementara kabinet yang berkuasa hanya menuntut pengakuan kedaulatan atas Jawa dan Madura.
Kelompok Persatuan Perjuangan ini dipimpin oleh Mayor Jendral Soedarsono dan 14 pimpinan sipil, di antaranya Tan Malaka dari Persatuan Perjuangan bersama dengan Panglima besar Jendral Sudirman.
Sutan Syahrir diasingkan di suatu rumah peristirahatan di Paras. Presiden Soekarno sangat marah atas aksi penculikan ini dan memerintahkan Polisi Surakarta menangkap para pimpinan kelompok tersebut.
ADVERTISEMENT
Tepat pada tanggal 1 Juli 1946, 14 pimpinan kelompok penculik ditangkap dan dipenjarakan oleh polisi Surakarta ke penjara Wirogunan.
Sayangnya, pada 2 Juli 1946, tentara Divisi 3 yang dipimpin Mayor Jendral Soedarsono menyerbu penjara Wirogunan dan membebaskan ke 14 pimpinan penculikan.
Presiden Soekarno pun kembali marah mendengar penyerbuan itu. Hingga akhirnya, ia memerintahkan Letnan Kolonel Soeharto, pimpinan tentara di Surakarta, untuk menangkap Mayjen Soedarsono dan pimpinan penculikan.
Akan tetapi, Lt. Kol. Soeharto menolak perintah Soekarno tersebut karena ia tidak mau menangkap pimpinan/atasannya sendiri. Ia hanya mau menangkap para pemberontak kalau ada perintah langsung dari Kepala Staf militer RI, Jendral Soedirman.
Api amarah Presiden Soekarno semakin membara atas penolakan ini dan menjuluki Lt. Kol. Soeharto sebagai perwira keras kepala (koppig).
ADVERTISEMENT
Lt. Kol. Soeharto malah berpura-pura bersimpati pada pemberontakan dan menawarkan perlindungan pada Mayjen Soedarsono dan ke 14 orang pimpinan di markas resimen tentara di Wiyoro.
Pada malam harinya, Lt. Kol. Soeharto membujuk Mayjen Soedarsono dan para pimpinan pemberontak untuk menghadap Presiden RI di Istana Presiden di Jogyakarta.
Secara rahasia, Lt. Kol. Soeharto juga menghubungi pasukan pengawal Presiden dan memberitahukan rencana kedatangan Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak.
Pada 3 Juli 1946, Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak berhasil dilucuti senjatanya dan ditangkap di dekat Istana Presiden di Yogyakarta oleh pasukan pengawal presiden.
Peristiwa ini dikenal sebagai pemberontakan 3 Juli 1946 yang gagal. Demikian, itulah biografi Sutan Syahrir yang dijuluki sebagai Si Kancil yang pernah menjabat menjadi Perdana Menteri pertama Indonesia yang perlu diketahui khalayak ramai. (SUCI)
ADVERTISEMENT