Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Guam Pendidikan dan Penetrasi Kapitalisme
17 Maret 2023 9:28 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Puji Alphatehah Adiwijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pendidikan sangat menentukan tingkat kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat. Dengan pendidikan yang berkualitas, dipastikan akan lahir masyarakat dan bangsa yang berkualitas sehingga pada gilirannya dapat mengantarkan kehidupan bangsa yang cerdas.
Begitupun sebaliknya. Manakala pendidikan yang ada tidak berkualitas, akan lahir masyarakat yang kehidupannya jauh dari standar hidup bangsa yang cerdas dan berkualitas.
Oleh karena itu, dicantumkan pada undang-undang dasar 1945 alinea ke empat yaitu "Mencerdaskan kehidupan bangsa". Sebab hanya bangsa yang cerdas yang dapat mengantarkan masyarakatnya pada kesejahteraan dan kemakmuran.
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan untuk kemanusiaan yaitu pendidikan yang ke depannya nanti dapat memberikan dampak baik ataupun bermanfaat bagi kehidupan manusia yang ada. Belajar sebagai inti dari kegiatan pendidikan sebenarnya telah sering dilakukan oleh manusia.
ADVERTISEMENT
Tanpa belajar , sesungguhnya tidak ada kegiatan pendidikan. Dengan belajar, orang dapat menjadi produktif, kreatif, berkultivasi, dipersonalisasi, dan mengurangi kemiskinan, monopoli, kebodohan, penindasan, dan perang.
Dalam konteks masyarakat Indonesia, pendidikan dan pola pengajaran modern yang ada di Indonesia berasal dari warisan zaman kolonial, yang mana ketika zaman tersebut sekolah formal dijadikan sebagai mesin produksi untuk menghasilkan pegawai negeri bagi pemerintah Belanda.
Sekolah formal yang ada saat itu menghasilkan manusia-manusia yang memiliki dayaguna sebagai pegawai yang notabenenya menjadi pion-pion dalam kapitalisme yang dijalankan Belanda. Rupanya, warisan Belanda ini masih mengalir ke dalam darah dan pemikiran manusia bahkan setelah kemerdekaan.
Hal ini terbukti dengan pemikiran khalayak ramai yang kebanyakan berkata bahwa sekolahlah yang tinggi agar bisa jadi pegawai, juga hal ini dibuktikan dengan banyaknya manusia yang berbondong-bondong untuk mengikuti seleksi pegawai negeri.
ADVERTISEMENT
Modernisasi membuat manusia harus saling berkompetisi. Menemukan kepuasan terhadap kesejatian pencapaian kehidupan, berbagai upaya pernah diujicobakan. Tak terlepas di dalamnya pendidikan.
Kapitalisme telah menjajah dan masuk ke dalam sistem pendidikan. Hal ini terlihat dari kebanyakan pemilik modal menjadi pengendali serta penguasa atas keberlangsungan pendidikan. Bahkan cara pandang masyarakat pun, akhirnya berhasil diubahnya.
Cara pandang berbasis kapitalisme mendorong masyarakat mengakumulasikan kapital demi keuntungan pribadi. Bagaimana mungkin cita-cita leluhur tentang pendidikan sebagai pencipta pribadi yang memiliki kecerdasan emosional, intelektual serta keterampilan kini terabaikan.
Kapitalisme yang terjadi dalam bidang pendidikan kini dikuasai oleh para pemilik modal sebagai pembuat kebijakan-kebijakan yang bisa dengan mudah mengubah pola pikir masyarakat dengan cara yang lembut sehingga pendidikan yang pada hakikatnya diselenggarakan untuk tujuan kemanusiaan kini dibelokkan menjadi untuk mencari lapangan pekerjaan semata.
ADVERTISEMENT
Ketika membahas tentang kapitalisme, kita semua tau bahwa dalam pengertiannya, kapitalisme berarti si pemilik modal dapat melakukan semua usaha demi meraih keuntungan secara personal. Saat kapitalisme telah masuk secara sekuler ke bidang pendidikan, maka tujuan dasar dari pendidikan itu sendiri akan bergeser dari mencerdaskan kehidupan bangsa ataupun memanusiakan manusia menjadi sebuah bisnis pasar yang berkelanjutan.
Hal ini telah terjadi secara terus-menerus di mana manusia tengah disibukkan untuk meraih pendidikan setinggi-tinggi mungkin, yang tujuannya memperoleh suatu pekerjaan sebagai penunjang hidupnya. Namun, oleh sebagian orang, pendidikan diikuti hanya sebatas iming-iming ijazah sebagai salah satu syarat untuk melamar pekerjaan.
Hal ini membuat arti sekolah yang dulunya sebagai tempat pertumbuhan karakter manusia sekarang berubah fungsi sebagai tempat untuk mendapatkan ijazah. Sehingga tradisi menyontek, plagiasi, serta menyuap menjadi hal yang biasa dilakukan oleh para pelaku pendidikan.
ADVERTISEMENT
Pendidikan dan prosesnya kini seolah telah diatur sedemikian rupa oleh para pemilik modal supaya hanya sebatas mengikuti peraturan saja, seperti sekolah lima hari satu minggu, ditambah dengan fullday school, bimbel, kursus dan berbagai bumbu lainnya yang membuat siswa hanya disibukkan dengan dunia pendidikan formalnya.
Singkatnya, pendidikan hanya ditujukan menuju profesi ataupun keahlian yang cocok dengan tujuan kapitalis. Pendidikan dengan paham kapitalisme membuat pendidikan tidak lagi dalam konsep sebenarnya.
Pendidikan seharusnya menjadi wadah menuju kemerdekaan, sebagai pembebasan serta kekuatan penggugah untuk melakukan perubahan dan pembaharuan. Akan tetapi, pada kenyataannya pendidikan malah menitikberatkan kepada sistem-sistem yang telah dibuat, sehingga esensi pendidikan berubah menjadi bebas-terikat.