Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ditinggal Nikah Episode Dua
11 Mei 2022 12:30 WIB
Diperbarui 24 Mei 2022 19:25 WIB
Tulisan dari Elly Purnama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hubungan yang dibayangkan menjadi cerita kasih romantis ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
ADVERTISEMENT
Inilah kisahmu, kisah yang terlalu mirip dengan rangkaian peristiwa sebelumnya yang kamu beri judul ‘Ditinggal Nikah’. Hal ini membuat luka lamamu kembali terbuka lebar karena hatimu yang tidak lagi sanggup menahan rasa sakit.
Teman-teman biasa memanggilmu Puput. Malam itu, kamu berkumpul dengan teman-teman untuk melepas rindu dan berbagi sedikit curahan hati.
Di suatu kafe outdoor yang mengandalkan cahaya dari terangnya lampu, kamu bercerita dan membiarkan embusan angin dengan bebas menyapa wajahmu yang memerah. Helaan nafasmu memberi tanda itu bukan cerita yang menyenangkan hati.
Seorang laki-laki kamu kenal melalui salah satu aplikasi kencan online dan menjalin komunikasi selama tiga bulan membuat dirimu berbunga-bunga. Merasa nyaman pada awalnya, tetapi kamu sadar terlalu cepat memanggil lelaki itu dengan sebutan ‘sayang’.
ADVERTISEMENT
Kamu mengira akan ada waktunya bertemu, bertatap muka secara langsung. Namun, hal itu semakin jauh dari jangkauan ketika lelaki itu menjadi jarang mengabari dan tidak membalas pesan. Pikiranmu penuh dengan ketidakpastian orang itu, bahkan kamu menjadi ceroboh saat bekerja.
“Pagi hari dia memberi tahu, ponselnya disembunyikan oleh ibunya,” kata Puput. Senyum hambar dengan tatapan kosongmu itu mencoba mengingat kejadian yang menjadi bagian dari cerita pilumu.
Seperti sulit untuk melanjutkan, kamu mencoba untuk menjelaskan pada teman-temanmu dengan kalimat yang mudah dipahami. Bagaimana pun, saat itu dapat keluar kata apa saja dari mulutmu bahkan bulir air juga dapat jatuh dari pelupuk matamu.
“Dia dijodohkan dengan perempuan yang sudah ibunya kenal, anak dari sahabat ibunya,” ungkap Puput. Dari lelaki itu kamu tahu akan segera ada pernikahan dengan calon mempelai yang jelas itu bukan dirimu.
ADVERTISEMENT
Kecewa, menyesal, dan merasa trauma, kejadian itu benar-benar membuatmu mempertanyakan nilai dirimu. Sudah dua kali, kamu berkata ini kedua kalinya ditinggalkan karena harus menikah dengan perempuan yang sudah ditentukan.
Ditambah kata-kata yang terucap dari lelaki itu bagaikan template karena sama persis dengan lelaki di kisah sebelum ini. Serangkaian kata yang menurutmu itu sudah basi dan bukan hal yang ‘baik’.
“Puput orang baik, Puput pasti mendapatkan orang yang baik lagi,” kata Puput, mengulang kembali ucapan lelaki itu. Kamu tidak terima, apa yang terlintas di benakmu sangat berlainan dengan omongan itu.
“Jika aku orang baik, tidak mungkin kan aku dibuat seperti ini? Kalau dia mau pergi, bilang saja kata pergi itu,” ungkap Puput. Kamu benci mendengar kalimat itu. Itu hanya membuat dirimu merasa tidak pantas untuk siapa-siapa.
ADVERTISEMENT
Kesal, hingga kamu berkata rasanya ingin menjadi orang jahat agar tidak ada ucapan itu lagi. Menurutmu hal itu lebih pantas sebab jika dirimu orang baik, mengapa berujung ditinggalkan?
(Elly Purnama/Politeknik Negeri Jakarta)