Konten dari Pengguna

Revolusi Kata dan Gambar: Transformasi Jurnalisme di Era Komunikasi Digital

Silvia putri
Saya Silvia putri mahasiswa universitas pancasila , jurusan ilmu komunikasi
30 November 2024 18:40 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Silvia putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi jurnalisme digital tidak hanya melibatkan perubahan teknologi, tetapi juga evolusi nilai, cara berpikir, dan tujuan profesi jurnalis di era komunikasi digital ( sumber foto : freepik )
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jurnalisme digital tidak hanya melibatkan perubahan teknologi, tetapi juga evolusi nilai, cara berpikir, dan tujuan profesi jurnalis di era komunikasi digital ( sumber foto : freepik )
ADVERTISEMENT
Jurnalisme telah mengalami transformasi yang mendalam dan cepat dalam beberapa dekade terakhir. Dengan munculnya teknologi digital, cara kita mengonsumsi informasi, berbagi berita, dan berinteraksi dengan media telah berubah secara dramatis. "Revolusi Kata dan Gambar: Transformasi Jurnalisme di Era Komunikasi Digital" bukan hanya sekadar pengamatan terhadap pergeseran teknologi dalam dunia jurnalisme, melainkan juga suatu perjalanan yang menggambarkan bagaimana kata-kata dan gambar bekerja bersama untuk membentuk cara kita berkomunikasi di era digital ini. Jurnalisme digital bukan hanya soal platform dan alat baru, tetapi juga menyangkut evolusi dalam nilai, cara berpikir, dan tujuan dari profesi jurnalis itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Seiring berkembangnya komunikasi digital, jurnalisme juga telah berpindah dari saluran tradisional, seperti surat kabar dan siaran televisi, ke format online yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Kecepatan akses informasi yang belum pernah terjadi sebelumnya adalah salah satu aspek yang membedakan jurnalisme era digital dengan model tradisional. Namun, di balik kemudahan akses ini, muncul tantangan baru, seperti beragamnya sumber informasi yang sering kali tidak terverifikasi, kemudahan untuk memanipulasi data, serta penyebaran hoaks yang dapat memengaruhi opini publik dengan cepat. Dalam konteks ini, peran jurnalis sebagai penyaring dan kurator informasi yang tepercaya menjadi sangat penting.
Media sosial, situs web berita, blog, dan podcast merupakan platform utama yang kini digunakan oleh jurnalis untuk menyampaikan berita kepada publik. Media sosial, khususnya, telah mengubah jurnalisme dari bentuk penyampaian satu arah menjadi komunikasi dua arah. Dulu, jurnalis adalah satu-satunya sumber informasi, tetapi dengan hadirnya media sosial, publik kini juga dapat menjadi produsen berita. Semua orang dengan akses internet dapat menjadi jurnalis dalam arti tertentu. Fenomena ini telah mengubah cara jurnalis berinteraksi dengan audiens mereka. Komentar, tweet, dan diskusi langsung menjadi bagian penting dari lanskap berita saat ini, memberikan jurnalis umpan balik langsung dari masyarakat dan, dalam beberapa kasus, bahkan berfungsi sebagai sumber berita itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Namun, pergeseran ini tidak hanya memengaruhi cara informasi disampaikan, tetapi juga cara informasi tersebut dipahami. Jurnalisme digital mengharuskan jurnalis untuk memikirkan bukan hanya apa yang mereka sampaikan, tetapi juga bagaimana informasi itu akan diterima oleh audiens. Ini membawa kita pada peran gambar dan visual dalam jurnalisme. Di era komunikasi digital, gambar bukan hanya pelengkap kata, tetapi sering kali menjadi inti dari pesan yang ingin disampaikan. Dengan kemajuan teknologi dan alat desain grafis, gambar, infografis, dan video menjadi komponen utama dalam penyampaian berita. Visualisasi data dan infografis, misalnya, memungkinkan audiens untuk memahami informasi yang kompleks dengan cara yang lebih intuitif dan cepat.
Kombinasi kata dan gambar ini menciptakan bentuk baru jurnalisme yang lebih menarik dan mudah dipahami. Sebagai contoh, artikel yang dilengkapi dengan gambar atau video dapat memberikan nuansa yang lebih kuat dan mendalam tentang cerita yang disampaikan. Begitu pula dengan penggunaan video langsung (live streaming), yang memungkinkan jurnalis untuk menghubungkan audiens dengan peristiwa yang sedang berlangsung secara langsung. Ini adalah bentuk revolusi dalam penyampaian berita, di mana audiens tidak hanya membaca tentang peristiwa, tetapi juga mengalaminya secara virtual.
ADVERTISEMENT
Namun, seiring dengan semakin pentingnya gambar dan video, muncul juga tantangan terkait kredibilitas dan verifikasi. Dalam dunia yang serba cepat ini, di mana berita bisa viral dalam hitungan menit, sangat sulit untuk memverifikasi kebenaran gambar atau video yang tersebar luas. Jurnalis digital kini dihadapkan pada dilema besar: bagaimana memastikan bahwa gambar yang mereka pilih atau video yang mereka tampilkan tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga akurat dan tidak menyesatkan. Ini menjadi tantangan besar karena di media sosial, gambar dan video sering kali lebih mudah tersebar daripada kata-kata. Ada banyak kasus di mana gambar atau video yang sudah dimanipulasi atau dipotong dipublikasikan dengan klaim tertentu, yang bisa menciptakan distorsi informasi yang luas.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi algoritma media sosial mendorong jurnalis membuat konten sensasional atau clickbait, mengutamakan klik daripada akurasi. ( sumber foto : freepik )
Peran jurnalis dalam era komunikasi digital juga semakin dipengaruhi oleh algoritma yang digunakan oleh platform media sosial dan mesin pencari. Algoritma ini menentukan apa yang akan dilihat oleh audiens di lini masa mereka dan sering kali memprioritaskan konten yang paling sensasional atau viral, bukan yang paling informatif atau akurat. Hal ini berpotensi mendorong jurnalis untuk membuat konten yang lebih mengejutkan atau dramatis untuk menarik perhatian, alih-alih fokus pada penyampaian informasi yang objektif dan terverifikasi. Fenomena ini sering disebut sebagai "clickbait journalism", di mana headline yang mengundang klik menjadi lebih penting daripada kualitas berita itu sendiri.
Meskipun begitu, era digital juga memberikan kesempatan bagi jurnalis untuk lebih dekat dengan audiens mereka. Di platform digital, jurnalis bisa lebih mudah berinteraksi dengan pembaca, memberikan klarifikasi, dan bahkan menerima kritik atau saran. Ini menciptakan hubungan yang lebih langsung antara jurnalis dan masyarakat. Interaksi ini juga membantu audiens memahami proses jurnalistik yang terjadi di balik layar, yang pada gilirannya dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap jurnalisme.
ADVERTISEMENT
Jurnalisme di era digital juga mengubah cara kita memahami keberagaman perspektif. Di masa lalu, media tradisional mungkin memiliki keterbatasan dalam mencerminkan berbagai pandangan yang ada dalam masyarakat. Namun, dengan adanya platform digital, berbagai suara dari latar belakang yang berbeda dapat didengar lebih leluasa. Berbagai platform media sosial memberikan ruang bagi individu dari seluruh dunia untuk berbagi pandangan mereka dan berpartisipasi dalam diskusi global. Meskipun ada tantangan terkait dengan polarisasi informasi, keterbukaan ini memungkinkan berbagai pandangan yang lebih beragam untuk muncul dan dibahas.
Namun, di balik semua peluang yang dibawa oleh revolusi digital, ada juga tantangan besar terkait dengan dampak media sosial terhadap jurnalisme. Salah satunya adalah meningkatnya penyebaran disinformasi dan berita palsu. Ketika informasi dapat tersebar dengan cepat tanpa verifikasi yang memadai, jurnalis harus bekerja lebih keras untuk memastikan kebenaran berita yang mereka laporkan. Ini adalah tantangan yang tidak hanya dihadapi oleh jurnalis profesional, tetapi juga oleh masyarakat yang semakin terhubung dengan berbagai sumber informasi yang seringkali tidak dapat dipertanggungjawabkan.
ADVERTISEMENT
Bagi jurnalis, ini adalah era yang penuh dengan peluang dan tantangan. Mereka harus mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan teknologi, memahami kebutuhan audiens yang semakin dinamis, dan tetap setia pada prinsip dasar jurnalisme, yaitu akurasi, keseimbangan, dan tanggung jawab sosial. Dalam proses ini, kata-kata dan gambar menjadi dua alat utama yang dapat digunakan untuk menghubungkan masyarakat dengan informasi yang mereka butuhkan untuk membuat keputusan yang berinformasi dan terlibat dalam diskusi yang bermakna.
Pada akhirnya, revolusi digital dalam jurnalisme adalah perjalanan yang terus berkembang, yang memerlukan inovasi terus-menerus dan adaptasi terhadap perubahan. Kata-kata dan gambar bukan lagi entitas terpisah dalam dunia jurnalisme, melainkan dua komponen yang saling melengkapi untuk menciptakan narasi yang lebih hidup dan berdampak. Transformasi ini tidak hanya mengubah cara berita disampaikan, tetapi juga bagaimana kita sebagai masyarakat menerima, menanggapi, dan memproses informasi. Di dunia yang semakin cepat dan terhubung, jurnalisme digital akan terus berperan penting dalam membentuk cara kita berkomunikasi dan memahami dunia di sekitar kita.
ADVERTISEMENT