Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Indonesia Darurat Demokrasi
6 Februari 2024 13:06 WIB
Tulisan dari Asis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai negara demokratis, Republik Indonesia memiliki landasan yang kuat yakni demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Namun, dalam perjalanannya, cita-cita mulia ini seringkali tercabik-cabik oleh ambisi segelintir elit yang berusaha memonopoli kekuasaan dan sumber daya negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
ADVERTISEMENT
Fakta sejarah menunjukkan bahwa pada era 1998 merupakan era yang paling kelam, bagaimana tidak rezim otoriter yang dulu memerintah selama 32 tahun tersebut telah merampas hak-hak rakyat dan menyuburkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Era Soeharto adalah periode terburuk dalam sejarah Indonesia, di mana kekuasaan dan kekayaan negara dikuasai secara tidak adil oleh segelintir elite dan kroninya.
Selama puluhan tahun, rakyat Indonesia harus menanggung beban dari praktik-praktik yang tidak bermoral dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di bawah naungan pemerintahan yang otoriter.
Hal itu kemudian muncul namanya TAP MPR X/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
TAP MPR tersebut menjadi tonggak penting dalam sejarah Indonesia modern karena menggarisbawahi bahwa negara ini tidak boleh lagi diperintah oleh segelintir orang atau kelompok yang mengeksploitasi kekuasaan dan sumber daya negara untuk keuntungan pribadi.
ADVERTISEMENT
Hal ini merupakan komitmen yang kuat untuk mencegah terulangnya masa lalu yang kelam, di mana rakyat menjadi korban dari kekuasaan yang tidak terkontrol dan absolut.
Reformasi menjadi harapan baru bagi Indonesia. Namun, proses reformasi itu sendiri tidaklah mudah. Memerlukan kesadaran kolektif dari seluruh elemen masyarakat untuk memastikan bahwa kekuasaan dan sumber daya negara digunakan untuk kepentingan bersama, bukan untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
Ini bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi merupakan tanggung jawab bersama yang harus diemban oleh setiap warga negara Indonesia terutama pemerintah selaku pemangku kebijakan.
Pentingnya membangun institusi yang kuat dan transparan juga tidak bisa dilebih-lebihkan. Institusi yang kuat akan menjadi penjaga bagi kepentingan rakyat dan sebagai benteng terhadap korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Transparansi juga menjadi kunci untuk memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan negara dan sumber dayanya.
Oleh karena itu, sebagai warga negara, kita harus terus mengawal dan mendukung upaya-upaya untuk memperkuat semangat reformasi dan membangun Indonesia yang lebih baik.
Kita harus menolak segala bentuk upaya untuk mengembalikan rezim otoriter atau membiarkan kekuasaan dan sumber daya negara jatuh ke tangan segelintir orang atau kelompok.
Kita harus memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi negara yang berdaulat, adil, dan berkeadilan bagi seluruh rakyatnya.
Pemilu 2024 yang Syarat KKN
Pemilihan Presiden 2024 menjadi sorotan tajam bagi demokrasi Indonesia, terutama dengan munculnya pasangan Prabowo-Gibran sebagai calon presiden dan wakil presiden. Namun, langkah ini nyata-nyata mengabaikan semangat reformasi 1998, yang dulu menjadi landasan penting bagi perubahan menuju keadilan dan kepentingan rakyat.
ADVERTISEMENT
Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden menimbulkan kekhawatiran serius akan praktik KKN dan pelanggaran etika konstitusi. Pada dasarnya, hal ini tidak mengakomodasi kepentingan rakyat, melainkan lebih terfokus pada agenda untuk mengamankan dan melanggengkan kekuasaan pribadi, keluarga, dan kroni-kroni Jokowi. Langkah ini, tanpa ragu, tidak sejalan dengan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Konstitusi, dan mengancam hak-hak konstitusional warga negara.
Penting untuk mencermati proses pembajakan yang terjadi terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai bagian dari upaya memuluskan pencalonan Gibran. Pembajakan ini, yang secara terang-benderang sarat dengan nepotisme, mencerminkan betapa lembaga negara telah digunakan untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu, mengabaikan prinsip etika dan integritas konstitusional. Meskipun putusan MK menyatakan pelanggaran etik berat, praktik KKN, dan hubungan kekerabatan yang mencurigakan, pencalonan Gibran terus dilanjutkan, menunjukkan bagaimana kekuasaan pribadi mengesampingkan prinsip-prinsip dasar demokrasi.
ADVERTISEMENT
Namun, kita juga harus kritis terhadap pasangan calon itu sendiri. Prabowo Subianto, yang mencalonkan diri sebagai presiden, memiliki catatan kelam dalam kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998. Fakta sejarah membuktikan keterlibatannya dalam peristiwa ini, dan belum ada langkah serius untuk mempertanggungjawabkannya secara hukum.
Tak hanya itu, sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo terlibat dalam proyek Food Estate yang merugikan lingkungan dan konflik agraria di Kalimantan Tengah. Deforestasi besar-besaran yang diakibatkannya menjadi cerminan kurangnya tanggung jawab terhadap keberlanjutan lingkungan hidup.
Pemilihan ini harus menjadi momentum untuk menyelamatkan demokrasi dan konstitusi, menjauhkan negara dari dominasi kekuasaan pribadi, dan mengembalikannya kepada seluruh rakyat Indonesia. Kita harus bersama-sama memastikan bahwa Indonesia dipimpin oleh pemimpin yang berkomitmen pada kepentingan rakyat dan mematuhi prinsip-prinsip demokrasi yang sejati.
ADVERTISEMENT
Dengan memperkuat semangat reformasi dan membangun institusi yang kuat dan transparan, kita dapat menjaga agar Indonesia tetap menjadi negara yang berdaulat dan berdaya, serta memastikan bahwa kepentingan rakyat selalu menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan dan tindakan pemerintah. Itulah satu-satunya cara untuk memastikan bahwa perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan selama ini tidak akan sia-sia, dan bahwa Indonesia akan terus maju menuju masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyatnya.