Konten dari Pengguna

Laut Bukan Tempat Sampah!

Rendy Artha Luvian
Saat ini menjalani keseharian sebagai mahasiswa Pascasarjana DTC HI Fakultas Fisipol UGM. Seorang penulis yang mencurahkan ide, gagasan, dan pemikirannya melalui tinta. Bekerja sebagai staf di Subbid Produksi Informasi Iklim & Kualitas Udara - BMKG.
7 April 2023 20:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rendy Artha Luvian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi laut. sumber: dokumentasi pribadi penulis.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi laut. sumber: dokumentasi pribadi penulis.
ADVERTISEMENT
Laut merupakan bagian terpenting dari ekosistem di Bumi. Sebesar 70 persen lebih permukaan bumi terdiri atas air laut dan apabila dibandingkan dengan seluruh air yang ada porsi air laut berada di angka 96,5 persen. Luar biasa pentingnya keberadaan laut bagi keseimbangan ekosistem, pengaruhnya terhadap atmosfer, serta kehidupan di Bumi secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Seberapa seringkah sekarang kita lihat di dekat tempat-tempat air mengalir, di got, sungai, dan tentu di pantai, sampah yang bertumpuk dan mengganggu alirannya. Bukan hanya sekadar bertebaran lagi, yang akan bisa kita pungut dan bersihkan, namun hingga menumpuk dan menutupi sebagian alirannya hingga menyebabkan pemandangan jorok, menjadi potensi berbagai penyakit, hingga menyebabkan banjir kala hujan deras mengguyur.
Itulah pemandangan yang sering kita temui di negeri ini terutama daerah perkotaan dan penyokongnya. Perlu diingat bahwa air mengalir dari hulu ke hilir, jika di sungai-sungai terdekat saja sudah banyak kita temui sampah-sampah yang menjadi sumber masalah apalagi di bagian hilir terakhirnya, yakni laut?
Total produksi plastik meningkat dari 2 juta ton per tahun pada tahun 1950 menjadi 380 juta ton pada 2015 (Geyer et al., 2017). Berbagai jenis plastik (resin polimer, serat sintesis, dan aditif) diperkirakan 8 miliar ton bahan plastik telah diproduksi sejak 1950 (Geyger et al., 2017). Sekitar 30 persen masih digunakan, 10 persen telah habis terbakar, dan sisanya sebanyak 60 persen (setara dengan 4900 juta ton) telah dibuang dan tertimbun di alam bebas, termasuk di dalam laut.
ADVERTISEMENT
Jika sudah masuk di dalam laut, maka yang paling pertama terkena dampaknya tentu saja ekosistem kehidupan yang berada di dalamnya. Termasuk di antaranya terumbu karang, mangrove, dan ikan-ikan baik yang kecil maupun yang besar. Saat ini polusi plastik telah ditemui di hampir setiap kelompok spesies di lautan. Para ilmuwan telah mengamati efek negatif di hampir 90 persen dari spesies yang diamati. (World Wide Fund for Nature, Januari 2022).
Nelayan menyandarkan perahunya di bibir pantai yang dipenuhi sampah plastik di Desa Dadap, Indramayu, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Setelah plastik masuk ke dalam laut hampir tidak mungkin untuk membersihkannya. Apalagi ia akan terus terurai: makroplastik menjadi mikroplastik dan mikroplastik menjadi nanoplastik. Meskipun jika kita menghentikan polusi yang disebabkan oleh plastik hari ini juga, proses degradasi masih akan terus berlanjut dan massa mikroplastik di laut dan pantai akan meningkat dua kali lipat antara tahun 2020 hingga 2050 nanti. (Lebreton et al., 2019).
ADVERTISEMENT
Nah, sekarang hitung telah berapa banyak kira-kira hewan laut yang sudah mengkonsumsi bahan-bahan plastik ini terutama yang telah terdegradasi ukurannya? Ikan itu kemudian ditangkap oleh manusia dan dimakan oleh kita semua.
Mikroplastik berpotensi menjadi racun bagi sistem imun, sistem saraf, sistem endokrin, dan sistem reproduksi, serta memicu pertumbuhan sel kanker, reaksi alergi, kerusakan sel, gangguan metabolisme, dan gangguan hormon (Suyud Warno Utomo pada webinar ‘Pengelolaan Sampah Plastik dalam Upaya Pengendalian Perubahan Iklim’, 2022).
Saat ini diperkirakan sampah plastik yang masuk ke laut Indonesia mencapai lebih dari 5 juta ton per tahunnya (KLHK, 2020)
Pemerintah tak tinggal diam, melalui Peraturan Presiden nomor 83 tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut disusunlah rencana aksi nasional (RAN) penanganan sampah plastik di laut pada 2018-2025.
ADVERTISEMENT
Namun demikian apakah kita hanya bisa bergantung saja dan seolah tak peduli dengan keadaan di sekitar. Lingkungan tempat kita tinggal dan berkegiatan mungkin jauh dari pantai dan laut tapi dampak sampah luar biasa besarnya.
Penulis pribadi pernah membuat kajian tentang banjir di DAS (Daerah Aliran Sungai) Kabupaten Bogor yang setelah dilakukan analisis terhadap curah hujan yang terjadi saat kejadian, tak jauh berbeda dengan hujan deras pada hari lainnya di tempat yang sama. Ditengarai banjir yang terjadi akibat tumpukan sampah menghalangi aliran air di sungai sehingga menyebabkan luapan akibat beban yang berlebih.
Perlu diingat sekali lagi, sampah-sampah yang mengalir di sungai-sungai dekat dengan lingkungan kita akan berakhir di laut. Saatnya membersihkan lingkungan sekitar dari sampah-sampah yang menumpuk. Bukankah lebih baik melakukan sesuatu sekarang daripada nanti ketika dampak polusi sampah plastik sudah benar-benar sedemikian parah?
ADVERTISEMENT