Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sulli dan Pentingnya Kesehatan Mental
28 Oktober 2019 13:48 WIB
Tulisan dari Raden Muhammad Wisnu Permana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu yang lalu, kabar duka menyelimuti dunia hiburan, khususnya dari Korea Selatan. Sulli eks f(x) diberitakan meninggal dunia akibat depresi yang berujung pada aksi bunuh diri yang dilakukannya. Dengan meninggalnya Sulli, seolah melengkapi meninggal dunianya para pesohor dunia seperti Vokalis Band Soundgarden Chris Cornell, Vokalis Linkin Park Chester Bennington, vokalis Nirvana Kurt Cobain dan personel Band Korea Selatan SHINee, Jonghyun.
ADVERTISEMENT
Saya tidak begitu mengikuti perkembangan industri hiburan Korea Selatan, saya hanya mengikuti perkembangan industri hiburan Barat saja. Namun, apa yang dialami mendiang Sulli maupun mendiang Chris Cornell dan Chester Bennington adalah hal yang sama. Depresi. Depresi menjadi salah satu penyebab utama bunuh diri. Sebagian orang yang mengalami depresi tetap tidak bisa mengontrol apa yang mereka derita tersebut meskipun sudah berupaya ke psikolog, bahkan psikiater hingga berakhir dengan bunuh diri.
Seperti yang sudah-sudah, di zaman sosial media seperti saat ini setiap kali tokoh publik meninggal karena bunuh diri, sosial media menjadi ramai. Dari yang mengucapkan turut berduka cita, mengkampanyekan tentang kesadaran akan kesehatan mental, hingga berdakwah akan pentingnya nilai-nilai agama agar seseorang dapat terbebas dari depresi yang berujung pada bunuh diri.
ADVERTISEMENT
Tidak sedikit dari komentar di sosial media yang membuat saya marah. Salah satunya adalah orang-orang yang membawa dalil-dalil agama terkait aktivitas bunuh diri yang dilakukan oleh para pesohor dunia tersebut.
“Bunuh diri akan membuat pelakunya kekal selamanya di neraka. Sudah dijelaskan oleh agama seperti itu! Gini nih kalau jauh dari agama!”
“Halah, gitu aja depresi. Banyak kok orang yang jauh lebih susah hidupnya dari mereka tapi gak bunuh diri. Lemah aja mentalnya.”
Adakah yang berkomentar seperti itu di sosial media? Banyak! Selamat, orang-orang seperti itulah yang membuat orang malas untuk mengutarakan perasaan depresi yang mereka alami. Mereka ragu untuk bercerita kepada keluarga dan kerabat karena takut dihakimi seperti yang sudah saya sebutkan di atas. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mengunjungi psikolog dan psikiater dihakimi bak seorang pengedar narkoba yang teramat hinanya.
ADVERTISEMENT
Memang, di agama bunuh diri itu dilarang. Namun, bukankah agama mengajarkan para penganutnya untuk tidak berbuat dzalim dan menjatuhkan orang lain? Bukankah agama juga mengajarkan untuk menolong orang lain? Menolong orang yang terkena depresi dengan tidak menghakimi mereka, atau jika bisa, menjadi teman cerita mereka? Tidak bisakah?
Berdasarkan ilmu psikologi yang saya baca dan pelajari selama berkuliah di fakultas ilmu komunikasi, depresi yang dialami oleh seseorang tidak sekonyong-konyong sembuh hanya dengan disuruh bersyukur saja. Tidak seperti itu cara kerjanya!
Berbagai penelitian neurosains bahkan memberikan fakta menarik yang membuktikan bahwa seseorang dengan depresi bisa bersyukur. Yang artinya depresi dan rasa syukur bisa terjadi secara bersamaan. Yang memberi kita sebuah kesimpulan bahwa apa yang diasumsikan orang awam dimana jika orang sudah bersyukur maka tidak akan merasakan apa yang dinamakan depresi.
ADVERTISEMENT
Depresi adalah gangguan kompleks psikologis. Yang bahkan penyebab depresi sendiri masih abstrak yang didasarkan atas interaksi psikologis, lingkungan, maupun stimulis yang dirasakan oleh individu. Penanganan depresi pun harus mempertimbangkan seluruh aspek yang kompleks tersebut.
Belum lama ini juga, industri hiburan dunia disadarkan tentang pentingnya kesehatan mental oleh sebuah film adaptasi dari tokoh penjahat bebuyutan Batman, yaitu Joker. Joker yang dibintangi oleh Jacquin Phoenix sukses merepresentasikan seorang yang mengalami gangguan mental. Sosok Joker disimpulkan muncul akibat akumulasi tidak adilnya sistem sosiologi masyarakat, siksaan mental dan fisik sejak kecil, kesenjangan ekonomi yang tinggi, dan justifikasi masyarakat yang terlalu tinggi akan setiap tindakan yang kita lakukan setiap harinya.
Yang pada akhirnya membuat saya membuka dalil-dalil agama (setidaknya dalam agama saya) yang saya simpulkan sebagai berikut ini:
ADVERTISEMENT
Namun, alih-alih keadlian, berbagai dalil keagamaan justru dengan terang-terangan menyebut mereka yang bunuh diri akan kekal di neraka. Kekal. Iya, kekal. Sangat kontradiktif sekali nilai-nilai Maha Pegampun lagi Maha Penyayang tersebut.
Apakah Anda bingung? Atau iman Anda tergoyahkan? Sama.
Terakhir, sebagai penutup, tulisan ini bukanlah untuk meragukan konsep keagamaan yang selama ini dianut. Tulisan ini hanyalah untuk menyadarkan kita semua akan pentingnya kesehatan mental yang selama ini stigmanya selalu buruk di tengah masyarakat kita yang dinamis.
ADVERTISEMENT
Dan, untuk semua yang saya sebutkan, Kurt Cobain, Chris Cornell, Chester Bennington, Jonghyun, dan Sulli, semoga kalian menemukan kebahagiaan di alam sana. Mohon maaf atas perlakuan kami yang tidak mengenakan dan tidak membantu kalian ketika kalian depresi. Padahal, dari karya-karya yang kalian lahirkan, kalian telah banyak membantu kami untuk melawan depresi. Semoga tenang di alam sana!
Masalah depresi jangan dianggap sepele. Jika Anda pernah memikirkan atau merasakan tendensi untuk bunuh diri, mengalami krisis emosional, atau mengenal orang-orang dalam kondisi itu, Anda sebaiknya segera menghubungi pihak yang bisa membantu, misalnya dengna menceritakan masalah tersebut pada anggota keluarga dan kerabat yang bisa dipercaya. Dan tentu saja, kunjungilah psikolog terdekat agar dapat menerima bantuan. Tentu saja, semua hal tersebut tidak akan menjamin Anda terbebas dari depresi, tapi setidaknya, carilah bantuan.
ADVERTISEMENT