Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tulislah Sesuatu Walaupun Tidak Tahu Kapan Tulisanmu Bermanfaat bagi Peradaban
20 November 2021 6:19 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Muhammad Rafie Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejujurnya bagi saya, ini belum menjadi kapasitas saya untuk mengatakan apa yang akan menjadi judul bagi artikel ini. Saya juga belum pernah (untuk sekarang) menulis skripsi, tesis, maupun disertasi yang menjadi syarat kelulusan jenjang S1, S2, dan S3 yang dalam kenyataannya memang tampak sulit bagi setiap mahasiswa yang menjalaninya.
ADVERTISEMENT
Namun, melalui beberapa pengalaman saya dalam beberapa tahun terakhir, saya sudah menulis dua lagu yang dirilis dan didengarkan lebih dari 50.000 pendengar, menulis beberapa esai, dan beberapa buku yang sudah diterbitkan maupun yang belum, hingga ratusan puisi yang telah tersebar dalam berbagai format, saya ingin berbagi mengenai satu nilai yang sangat berharga. Hal itu adalah pelajaran bahwa: “Tulislah sesuatu walaupun tidak tahu kapan tulisanmu bermanfaat bagi peradaban”. Dengan itu, saya ingin menjabarkan beberapa hal yang pernah saya catat.
Dunia Penuh Imajinasi: Inspirasi yang Tidak Memiliki Batas
Dalam menuliskan sesuatu (atau setidaknya mengetik di zaman sekarang), penulis pastinya terinspirasi oleh berbagai tulisan yang pernah dibacanya hingga tulisan yang membekas selalu dalam pikirannya. Tulisan itu tak serta merta harus yang teoritis maupun menggunakan metodologi penelitian yang dipenuhi referensi dan catatan kaki, namun hal ini juga berlaku pada tulisan fiksi, mulai dari puisi, anekdot, hingga setiap lirik dalam sebuah lagu. Semuanya bisa jadi inspirasi.
ADVERTISEMENT
Bahkan dalam fenomena dalam beberapa dekade ke belakang, kita bisa melihat banyak sekali hal-hal yang sekarang “nyata” dan “ada” di mata kita, dulunya merupakan sebuah fantasi yang dalam nilai esensinya tidak pernah terpikirkan sang penulis bahwa apa yang sebenarnya ia tulis untuk kesenangan semata malah menjadi hal yang serius.
Sebagai contoh, dalam beberapa waktu ke belakang kita disuguhi oleh banyak sekali perubahan teknologi. Beberapa perusahaan teknologi dunia sudah mengembangkan banyak sekali teknologi baru yang dahulunya hanya merupakan mimpi bagi sebagian kecil orang. Salah satu yang dapat diangkat adalah Metaverse atau meta semesta, yang hangat dibicarakan akan dikembangkan secara masif oleh Meta (yang sebelumnya bernama Facebook Inc.) dan berbagai perusahaan lainnya yang memiliki fokus dan scope target pasar masing-masing.
ADVERTISEMENT
Padahal, dulunya istilah itu hanyalah bagian dari sebuah tulisan fiksi. Dilansir dari sumber lainnya, istilah ini diciptakan dalam novel fiksi ilmiah Neal Stephenson pada tahun 1992 di karyanya yang berjudul “Snow Crash”. Dalam novel tersebut diceritakan di mana manusia, sebagai avatar, berinteraksi satu sama lain dan agen perangkat lunak, dalam ruang virtual tiga dimensi yang menggunakan metafora dunia nyata. Istilah metaverse digunakan oleh Stephenson untuk menggambarkan penerus berbasis virtual reality (realitas virtual) ke Internet. Dalam beberapa karya lainnya, konsep yang mirip dengan Meta semesta tersebut telah muncul dengan berbagai nama dalam genre fiksi cyberpunk sejak 1981 dalam novel “True Names” karya Vernor Vinge.
Hal ini tentunya membuka cakrawala penulis, bahwa sebenarnya imajinasi memang benar-benar bisa mengubah peradaban manusia. Dari hanya sebuah tulisan, kita tak tahu kapan hal ini bakal menjadi kenyataan dalam dunia keseharian yang bahkan suatu saat sangat berpengaruh pada para manusia yang hidup dalam peradaban selanjutnya. Oleh karenanya, kita melihat bahwa inspirasi bisa datang dari mana saja. Dengan hal ini pula, kita bisa menilai bahwa hanya dari secoret pena, kita bisa mengubah dunia dalam keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Perbedaan Sudut Pandang dan Hal-hal yang Harus Dihargai
Dalam mengingat dan mengerti sesuatu, tentunya kegiatan literasi seperti membaca, menulis, dan berhitung tidak dapat dilepaskan dalam setiap kehidupan manusia. Untuk melaksanakan dan mengeksekusi setiap pekerjaan yang ada, tidak bisa dilepaskan dari kegiatan yang sudah memang menjadi dasar bagi setiap individu. Sebagai contoh, membaca sesungguhnya sudah menjadi absolut bagi setiap orang untuk melakukannya setiap hari, mulai dari hal dasar dengan membaca koran setiap pagi hingga membaca jurnal penelitian setiap hari bagi para mahasiswa.
Masih berhubungan dengan subjudul sebelumnya dan bahkan judul dari artikel ini, menulis pula merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Dengan merangkai setiap kata dan terbentuk menjadi kalimat, orang sedang menuangkan setiap rintik-rintik pemikirannya yang akhirnya membanjiri setiap kertas yang ada dengan ide-ide brilian yang mungkin tak terpikirkan sebelumnya. Dalam menulis, orang sesungguhnya sedang berbicara dengan dirinya sendiri, dengan tujuan merefleksikan pemikirannya dan tak jarang banyak yang mengendalikan emosinya dengan meluapkan kesedihannya dalam tulisan yang mereka tulis.
ADVERTISEMENT
Untuk menjadi contoh, kita bisa melihat seorang penyair yang sedang menuliskan puisi. Dari setiap bait yang terbangun itu, sesungguhnya bisa kita katakan merupakan pengalamannya dalam berbagai kurun waktu yang menjadi satu padu dalam setiap rimanya. Bagi penulis itu sendiri, itu menjadi tempat mengalirnya segala pemikiran yang mereka pernah lihat ketika menjalani kehidupan sehari-hari, tak jarang ada puisi yang mengangkat masalah cinta, dendam, bahkan rasa sakit hatinya kepada pejabat politik. Semua cemooh dan setiap makian mereka menjadi indah dalam setiap diksi yang mereka pilih untuk sajikan. Bagi pembaca, hal itu membuka pemikiran dan akhirnya memproyeksikan dalam otak walaupun bersifat imajinatif, tentang apa pesan yang disampaikan oleh penulis.
Jika ditarik lebih dalam lagi, itulah yang kita lihat seberapa besarnya tokoh-tokoh revolusioner di dunia berhasil mempengaruhi banyak pemikiran dan ideologi yang dianut oleh setiap individu di dunia. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, kita melihat dari sana mereka sudah bisa mengubah dunia dengan cara tersebut. Bahkan secara kasar dapat dikatakan, mereka menciptakan perang antar manusia hanya karena pro dan kontra. Di sinilah letak plot hole yang perlu kita isi dengan benar, bahwa lubang-lubang tersebut harus ditanam oleh keimanan, toleransi, dan juga sifat saling menghargai satu sama lain. Hingga perbedaan pemikiran seplural apa pun, bisa menjadi ladang untuk saling bermanfaat satu sama lain. Di sinilah letak tulisan yang berguna sangat mendorong adanya dorongan bagi setiap orang untuk mengerti berbagai sudut pandang.
ADVERTISEMENT
Dilematis dalam Menulis
Nilai yang paling harus menjadi catatan bagi kita adalah, berkenaan dengan tidak perlunya kita takut untuk menuliskan sesuatu hal. Mungkin dalam beberapa bagian, kita harus menatap secara rasional dan melihat kapasitas kita, namun ada suatu hal yang paling esensial dari mengapa orang terkadang malas menulis. Hal tersebut adalah takut akan tulisannya hanya terpampang sebagai rangkaian kata yang tak ada di baca.
Sudah tidak menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan, sekelas jurnal internasional saja mungkin hanya dibaca oleh orang-orang tertentu (dalam bidang yang sama) yang sedang mencari referensi untuk tulisan penelitiannya. Bisa jadi jumlahnya “hanya” 50-200 orang. Bagi penulis pemula, dalam jenis tulisan lain, bisa jadi artikel yang ditulis hanya dibaca 10-30 orang saja. Dari fenomena-fenomena tersebut, menjadikan seseorang malas dan tidak pernah mau mengembangkan kemampuan menulisnya. Karena proses yang dijalani selama menulis itu sudah menghabiskan waktu yang sangat lama dan melelahkan, dan pada hasil akhirnya tidak dihargai, membuat orang dilema untuk menulis lebih banyak hal lagi.
ADVERTISEMENT
Di sinilah inti pesan yang ingin saya sampaikan, bahwa tetaplah menulis sesuatu walaupun tulisanmu tidak dibaca. Tidak perlu malu untuk menuliskan sesuatu atau mengekspresikan pemikiran dengan tulisan serius, bahkan masalah hatimu dengan puisi. Hal yang perlu dicatat ketika melalui proses tersebut ialah bahwa ketika kita sudah menuliskan sesuatu, sudah pasti kita sedang menyumbangkan pemikiran kita untuk masyarakat.
Hal lainnya yang perlu ditekankan, kita tidak akan tahu kapan tulisan itu akan bermanfaat bagi kita sendiri dan bahkan orang-orang lain secara umum. Untuk contoh spesifik, misalnya, ketika kita menuliskan sebuah artikel atau hasil penelitian, kita pastinya tidak mungkin langsung mendapatkan pembaca. Namun suatu saat, tulisan kita itu dapat menjadi pemantik bagi orang-orang lain yang akhirnya menghadirkan ide-ide baru. Seperti puisi contohnya, kita tidak tahu berapa banyak orang yang luluh hatinya untuk bersikap lemah lembut dan romantis kepada orangtuanya atau pasangannya. Atau seperti lirik lagu, kita tak tahu berapa orang yang banyak batal bunuh diri karena semangat yang kita curahkan lewat nada yang kita bangun dengan diksi yang kita eksperimen itu.
ADVERTISEMENT