Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Dilema Tanggung Jawab Seorang Jurnalis Dalam Delik Pers
16 September 2024 9:35 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Rahmad Rafildi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kebebasan pers adalah hak dasar manusia yang menjamin setiap individu atau lembaga untuk mencari, menerima, dan menyebarluaskan informasi dan gagasan tanpa adanya campur tangan dari pemerintah atau pihak berwenang lainnya. Kebebasan ini menjadi pilar penting dalam demokrasi karena mengutamakan nilai-nilai atau kode etik seorang pers. Namun, kebebasan ini tidaklah mutlak. Ada batasan-batasan yang harus dipatuhi, salah satunya adalah tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum, seperti delik pers. Pertanggungjawaban hukum dalam delik pers menjadi isu krusial yang memerlukan perhatian serius.
ADVERTISEMENT
Delik pers adalah tindakan melanggar hukum yang dilakukan melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Tindakan ini dapat berupa penyebaran informasi yang tidak benar, fitnah, pencemaran nama baik, atau penghasutan yang dilakukan melalui media massa. Dalam era digital yang semakin pesat, informasi menyebar dengan kecepatan yang luar biasa. Media massa, baik cetak maupun elektronik, memiliki peran sentral dalam membentuk opini publik.
Perkembangan teknologi digital telah merevolusi hampir seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk industri media dan praktik jurnalistik. Dampaknya begitu signifikan, mengubah cara kita mengonsumsi berita, cara jurnalis bekerja, dan bahkan lanskap media itu sendiri. Namun, seiring dengan kebebasan pers yang dijamin oleh undang-undang, muncul pula berbagai permasalahan terkait delik pers. Pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah: sejauh mana tanggung jawab seorang wartawan atau media massa atas berita yang mereka publikasikan?
ADVERTISEMENT
Fungsi dan peran pers itu baru bisa dijalankan secara optimal apabila etika profesi sebagai Pers dijunjung tinggi. Namun apabila kita lihat lebih jauh, ternyata begitu banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh oknum-oknum pers yang tidak bertanggung jawab. Pers jelas mempunyai kekuatan yaitu kebebasan di dalam menyatakan pendapatnya dan menyebarluaskan pendapat itu dalam wujud informasi kepada masyarakat luas. Kebebasan tersebut tetap mempunyai batas-batas tertentu; yaitu menghormati hak-hak dan nama baik orang lain serta melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau kesusilaan umum.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara khusus mengatur tentang kebebasan pers dan juga delik pers, dengan tujuan untuk menyeimbangkan antara hak untuk menyampaikan informasi dan perlindungan terhadap hak-hak orang lain.
ADVERTISEMENT
Meskipun kita memiliki Undang-Undang Pers yang secara khusus mengatur tentang kebebasan pers dan delik pers, namun KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) masih memiliki peran yang sangat penting dalam mengatur tindakan pidana yang berkaitan dengan pers. Sebagian besar tindakan yang dilakukan oleh media massa yang dianggap melanggar hukum, sebenarnya merupakan delik umum yang sudah diatur di dalam KUHP. Misalnya, pencemaran nama baik, penghasutan, atau penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan kerusuhan. maka tindakan tersebut bisa saja dijerat dengan pasal-pasal yang ada di KUHP.
Termasuk Undang-Undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) menjadi salah satu instrumen hukum yang paling sering digunakan untuk menjerat kasus-kasus delik pers. Namun, penerapan UU ITE dalam konteks kebebasan pers seringkali menimbulkan perdebatan sengit. Pasal-pasal yang berpotensi untuk menjerat tindakan yang dilakukan oleh pers terutama:
ADVERTISEMENT
• Pasal 27 ayat (3): Pasal ini mengatur tentang larangan menyebarkan informasi elektronik yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Pasal ini seringkali digunakan untuk menjerat jurnalis yang dianggap telah menyebarkan berita yang merugikan nama baik seseorang atau lembaga.
• Pasal 28 ayat (1): Pasal ini mengatur tentang larangan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang mengakibatkan kerugian atau keonaran di masyarakat. Pasal ini juga seringkali digunakan untuk menjerat jurnalis yang dianggap telah menyebarkan berita bohong.
Dalam dunia jurnalisme yang semakin kompleks, terutama dengan adanya media sosial, perdebatan mengenai tanggung jawab atas konten berita seringkali berujung pada pertanyaan mendasar: siapakah yang bertanggung jawab atas sebuah berita yang telah diterbitkan individu jurnalis atau perusahaan media tempatnya bernaung?
ADVERTISEMENT
Setiap jurnalis memiliki kode etik yang harus dipatuhi. Kode etik ini menjadi pedoman bagi seorang jurnalis dalam menjalankan tugasnya, mulai dari pengumpulan data hingga publikasi berita. Jika seorang jurnalis melanggar kode etik ini dan menyebabkan kerugian bagi pihak lain, maka ia dapat dianggap bertanggung jawab secara pribadi. Begitupun perusahaan media sebagai entitas hukum memiliki tanggung jawab legal atas konten yang diterbitkan. Jika sebuah berita yang diterbitkan terbukti melanggar hukum, maka perusahaan media dapat dituntut secara perdata maupun pidana.
Pribadi-pribadi di dunia pers yang pada umumnya (dapat) terlibat dalam melahirkan tindak pidana pers, adalah: 1. Penulis/wartawan; 2. Redaktur; 3. Penerbit; 4. Pencetak; 5. Pengedar (verspreider). Tiap orang ini mempunyai peran /andil sendiri-sendiri yang berkatian dalam melahirkan tindak pidana pers. Wartawan sebagai pembuat tulisan, yang pemuatannya dalam media cetak (majalah, tabloid, atau koran dan sebagainya) ditentukan oleh redaktur (penanggung jawab redaksi). Redaktur dapat merubah isi tulisan, dan menentukan untuk dimuatnya ataukah tidak. Penerbit adalah orang/pihak yang menerbitkan tulisan. Pencetak adalah orang/pihak yang mencetak tulisan ke dalam lembar-lembar media cetak. Sementara yang menyebabkan beredarnya tulisan adalah pengedar yang mendistribusikan media cetak, termasuk pengecer dan toko buku.
ADVERTISEMENT
Seorang jurnalis memiliki tanggung jawab profesional untuk menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, jurnalis juga harus memahami dan mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, terutama terkait delik pers. Dilema tanggung jawab jurnalis dalam delik pers merupakan tantangan yang kompleks dan membutuhkan solusi yang komperehensif. Dengan memahami hak dan kewajibannya, serta terus meningkatkan kompetensi dan profesionalisme, jurnalis dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab.