Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perilaku Seks Bebas dan Identity Crisis Remaja
27 Agustus 2022 17:32 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Rahmat Asmayadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masa remaja adalah masa yang indah untuk mengukir cerita penuh kenangan. Namun, impian memiliki masa muda yang indah bisa hilang dalam sekejap apabila remaja terjerumus ke dalam bahaya pergaulan bebas.
ADVERTISEMENT
Remaja memiliki risiko yang tinggi untuk terjerat pergaulan bebas. Hal ini karena remaja memiliki rasa ingin tahu yang cukup besar terhadap hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seksual. Selain itu, pencarian jati diri atau mungkin identity crisis juga berperan dalam mendorong perilaku seks pada remaja.
Tanpa adanya edukasi yang cukup dari orang tua, rasa ingin tahu ini dapat membuat remaja mencoba untuk mencari tahu sendiri hal-hal tersebut. Efeknya, peluang remaja untuk terjerumus ke dalam pergaulan bebas pun akan semakin besar. Dampak dan bahaya pergaulan bebas tidak bisa disepelekan. Ada berbagai bahaya yang mengintai remaja jika mereka terjerumus ke dalam pergaulan bebas,
Pada masa peralihan dari anak-anak menjadi remaja ini adalah masa yang rentan. Pada masa remaja ini mereka memiliki keingintahuan yang cukup tinggi untuk berbagai hal. Mereka ingin merasakan kehidupan orang dewasa. Perlu kita tahu bahwa remaja itu sangat labil dan sulit mengendalikan diri dengan bijak. Hal ini juga ditakutkan oleh orang tua karena takut anaknya terjerumus ke dalam pergaulan bebas.
ADVERTISEMENT
Pergaulan bebas adalah tindakan dari individu atau kelompok yang tidak dibatasi dan tidak terkontrol dengan hukum dan norma yang berlaku. Pergaulan bebas ini memiliki dampak negatif yang bisa saja menghancurkan masa depan anak remaja. Mereka yang terjerumus ke dalam pergaulan bebas akan sulit mengendalikan diri. Pergaulan bebas tidak bisa dibiarkan, karena ada beragam bahaya pergaulan bebas yang mengintai para remaja, terlebih jika remaja sering bergonta-ganti pasangan.
Orang tua tentunya memiliki peran penting untuk mendidik anak-anaknya dengan baik, memberinya ilmu pengetahuan yang cukup tentang dunia luar dan diri anak. Dengan adanya ilmu pengetahuan, itu akan menjadi benteng agar anak remaja tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Dampak pergaulan bebas itu banyak, mulai dari kesehatan, psikologis, dan tentunya pendidikan.
ADVERTISEMENT
Dalam satu dekade terakhir jumlah remaja di seluruh dunia mencapai angka tertinggi dibanding kelompok umur lain. Menurut World Health Organization (WHO) ada 1,2 milyar remaja di seluruh dunia. Populasi remaja yang merupakan golongan umur yang mendominasi di banyak negara. Remaja dengan berbagai ciri khasnya, dengan semua pola perubahan baik fisik dan mental. Dari seorang anak-anak menuju masa dewasa.
Salah satu pola tingkah laku yang sering di ”jalani” oleh remaja ialah hubungan percintaan denga lawan jenis mereka. Sering disebut dengan kata pacaran. Hal ini sama dengan pendapat Rusmiati (2015) “Ketertarikan remaja terhadap lawan jenis diwujudkan dengan berpacaran. Di dalam berpacaran, untuk dapat merasakan aman dan nyaman salah satu bentuk adalah dengan melakukan kedekatan atau keintiman fisik bersama pasangan (pacar).”
ADVERTISEMENT
Pacaran merupakan bentuk dari penyaluran hasrat seksual seorang remaja. Remaja memulai menjalin hubungan berpacaran awalnya memang hanya sebatas untuk merasakan kasih sayang dari orang yang dia anggap “spesial” bagi mereka selain orang tua. Namun, banyak sekali yang akhirnya berujung kepada dorongan melakukan tindakan tidak hanya bertukar kasih sayang namun juga menyalurkan hasrat seksual remaja.
Di Indonesia menurut Kemenkes tahun 2012 remaja mulai berpacaran pada rentang usia 15-19 tahun. Bahkan pada remaja laki-laki mereka memulai berpacaran kurang dari usai 15 tahun. Kekhawatian yang muncul ketika era globalisasi yang maju dengan berbagai akses yang dapat dijangkau sedemikian mudahnya, membuat remaja mudah terpapar dengan konten porno sehingga menjerumuskan mereka ke dalam berpacaran yang negatif dan berakhir dengan seks pra nikah. Dampaknya dapat menjadi sangat fatal bagi sebagian remaja putri khususnya yang terlanjur hamil karena berhubungan seksual diluar nikah dan tanpa menggunakan alat kontrasepsi.
Tahun 2014 WHO melaporkan ada sekitar 3 juta remaja perempuan melakukan aborsi ilegal. Selain aborsi ada juga kasus penyakit menular seksual terutama HIV-AIDS, kematian ibu muda. Kecenderungan remaja masa kini untuk melakukan hubungan seksual sebelum nikah membuat keprihatinan untuk dapat segera menyelesaikan permasalah remaja ini.
ADVERTISEMENT
Remaja merupakan aset suatu bangsa dimana masa depan di tangan mereka. Ketika banyak remaja yang berkutat pada kasus-kasus negatif tentu membuat gamang akan seperti apa masa depan suatu negara jika anak mudanya berkelakuan negatif seperti ini.
Peran orang tua dalam pergaulan bebas remaja menjadi hal mutlak, karena sekolah pertama bagi anak ialah orang tuanya. Oladeji (2015) melakukan penelitian di Nigeria bahwa pola komunikasi orang tua pada remaja, kebiasaan keluarga, keterbukaan dalam keluarga, hubungan antara remaja dan orang tua dengan prilaku seksual beresiko. Di dalam penelitiannya juga bahwa faktor dukungan dari ayah seperti ketidak-hadiran ayah dan dukungan ekonomi dari ayah mempengaruhi prilaku anak remajanya terutama remaja laki-laki.
ADVERTISEMENT
Selaras juga dengan penelitian Pratama (2014) sebanyak 58% dari responden penelitiannya, perilaku seks pranikah dipengaruhi oleh pengetahuan tentang pendidikan seks. Peran orang tua sebagai orang terdekat sangat dibutuhkan untuk membimbing perkembangan anaknya agar tidak berkembang ke arah yang negatif, selain itu orang tua juga harus tahu dengan siapa saja anak-anak mereka bergaul karena lingkungan bermain salah satu aspek yang cukup berpengaruh dalam mmembangun kepribadian dan juga perilaku anak.
Teman sebaya merupakan faktor penting dalam prilaku pacaran hingga seks bebas, karena remaja mempunyai persepsi yang overestimate terhadap perilaku teman sebaya, sehingga persepsi tentang teman sebaya merupakan determinan yang lebih kuat terhadap timbulnya perilaku berisiko.
Promosi kesehatan di sekolah, keterampilan hidup dan peningkatan kapasitas program memberikan kesempatan bagi anak muda mengadopsi cara-cara baru berpikir dan berperilaku dalam menentukan prilaku seksualnya. Semakin baik pengetahuan tentang pendidikan seks maka perilaku seks semakin tidak beresiko itu berarti terdapat hubungan antara pengetahuan remaja tentang pendidikan seks dengan perilaku seks pranikah remaja.
ADVERTISEMENT