Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tren Menulis yang Mengorek Bakat Baru
1 November 2021 5:55 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari raisya rizaldi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Alternate Universe (AU) jika dilihat sebelah mata hanyalah tren yang biasa. Padahal, dibalik utas cerita ini ada bakat yang patut diapresiasi.
ADVERTISEMENT
Di keseharian kita semua, siapa yang tidak familiar dengan K-Wave? Dimana-mana, telinga kanan dan kiri, tidak pernah diberikan libur dari gelombang budaya negara ini. Terkadang penulis suka bertanya-tanya, “ah, bukan hal ini terlalu banyak dibicarakan?” padahal penulis termasuk golongan penikmat musik Korea. Tapi mau bagaimana lagi? Mereka memang mendominasi tren terutama di segi hiburan.
Berbicara soal penggemar musik Korea, dalam konteks ini penggemar K-Pop. Sebenarnya banyak yang lebih dari sekadar fans fanatik seperti stereotip yang dipercaya masyarakat. Tidak sedikit dari mereka yang menjadikan ketertarikan ini sebagai wadah maupun inspirasi untuk menunjukkan bakat di berbagai aspek. Misal, mengedit video, membuat cover lagu, juga satu yang beberapa tahun terakhir menjadi kesukaan penulis yaitu Alternate Universe (AU).
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, definisi AU sesuai dengan arti sesungguhnya di Bahasa Indonesia. Kreator AU akan mengambil idolanya sebagai muse cerita yang ia buat. Visualisasi wajah, kepribadian, kemiripan nama, lingkungan pertemanan, dan lain-lain. Kemudian inspirasi ini diangkat ke alur cerita yang berbeda dari kehidupan nyata selebriti tersebut. Itulah esensi dari dunia alternatif, karena pembaca merasa lebih relevan dengan cerita. Sebab, muse dibuat dekat dengan “orang biasa” bukan artis.
Terlepas dari “kehaluan” penggemar yang mungkin jadi lebih menggebu-gebu, tren ini memiliki potensi besar untuk masa depan literasi Indonesia setidaknya dalam ranah tulisan fiksi. Dari ribuan yang tersebar luas di media sosial Twitter, banyak sekali AU yang ditulis dan tersusun dengan rapi.
Para kreator yang benar antusias dalam membuat AU, mengeluarkan usaha besar demi menghasilkan jalan cerita yang bagus dan mengandung informasi kredibel. Bahkan di salah satu AU yang pernah penulis baca, alur cerita dibuat dari hasil riset dan survei kreator-nya ke orang di dunia nyata yang berprofesi sama dengan karakter buatannya.
ADVERTISEMENT
Jika mengikuti perkembangan cerita AU dari awal sampai akhir-akhir ini, penulis bisa melihat dengan jelas perkembangan kualitas narasi dan alur cerita yang terus berproses. Seperti tidak adil, bisa membaca karya fiksi bagus dengan gratis di internet. Untungnya di tahun 2021 ini banyak perusahaan penerbit mayor yang menggaet para kreator AU untuk membukukan karyanya.
Karya non-profit seperti ini harusnya lebih diapresiasi dan diakui keberadaannya. Sebab dari pengamatan penulis terhadap audiens AU, mudah untuk menyimpulkan tren ini mendongkrak ketertarikan remaja untuk membaca. Pada cerita yang terkenal, buku yang dijual bisa mencapai puluhan ribu.
Meskipun mayoritas cerita beraliran fiksi, tapi penulis yakin dapat menyelamatkan minat literasi masyarakat. Dalam jangka panjang, dari membaca AU tidak menutup kemungkinan muncul inspirasi untuk ikut menulis.
ADVERTISEMENT
Kembali lagi penulis tegaskan, tren ini berpotensi besar untuk membantu budaya literasi Indonesia. Mungkin didukung oleh kompetisi antar pembuat AU, semuanya saling berusaha mencari plot yang unik, juga penggunaan diksi yang “canggih”. Semua ingin terlihat keren. Akan tetapi, tidak ada salahnya. Sebab, semua pihak diuntungkan jika penggunaannya benar dan tidak berlebihan. Penulis dan pembaca mendapat kosa kata baru dari AU.
Mematahkan stereotip penggemar fanatik dari fans K-Pop, hobi yang terlihat sepele ini menimbulkan kreativitas. Kemampuan menulis yang berkembang, memperkaya kosa kata, juga ketertarikan remaja dalam membaca buku.