Konten dari Pengguna

Mahasiswa, Organisasi, dan Masyarakat

Raja Faidz el Shidqi
Mahasiswa Prodi Ilmu Politik - FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta//2019
19 Juni 2021 5:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raja Faidz el Shidqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Logo Program Magister Manajemen dan Penilaian USU. http://mmpp.usu.ac.id/index.php/penelitian-pengabdian/pengabdian
zoom-in-whitePerbesar
Logo Program Magister Manajemen dan Penilaian USU. http://mmpp.usu.ac.id/index.php/penelitian-pengabdian/pengabdian
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang mahasiswa tentu saja tidak lepas dari yang namanya organisasi, banyak sekali teman-teman mahasiswa yang turut aktif ber-organisasi di kampus-kampus tempat mereka belajar dengan tujuan mengembangkan potensi diri serta menambah wawasan keilmuan.
ADVERTISEMENT
Menurut Najwa Shihab, kuliah sama seperti kita membeli situasi maka dari itu pula sebisa mungkin mahasiswa dituntut untuk memanfaatkan situasi masa perkuliahan tersebut secara maksimal, beberapa dari teman-teman mahasiswa juga ada yang memutuskan untuk fokus terhadap perkuliahan saja dengan target lulus 3,5 sampai 4 tahun dengan Indeks Penilaian Kumulatif (IPK) yang terbilang memuaskan atau Cumlaude.
Hal tersebut memang tidak bisa dipermasalahkan karena setiap orang memiliki tujuan, pola pikir serta cara yang berbeda-beda.
Sejak seorang pelajar siswa dan siswi menjajaki dunia perkuliahan, diawal pengenalan lingkungan kampus, mereka diperkenalkan oleh banyak sekali organisasi-organisasi yang ada di dalam lingkungan kampus. Seminimalnya adalah seorang mahasiswa biasanya aktif di Himpunan Jurusan mereka masing-masing atau mengikuti salah satu organisasi lainnya yang bergerak dalam bidang musik, pecinta alam, sepak bola, futsal, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Perlu diakui pula bahwa tidak semua dari mereka sudah memiliki pengalaman organisasi sejak menjalani Pendidikan menengah ke atas atau bahkan menengah pertama, misalnya saja ada beberapa kawan yang juga bersekolah di SMA atau bahkan SMP yang sama dan sebelumnya tidak pernah aktif dalam organisasi di sekolah mendadak sangat aktif di organisasi kampus.
Biasanya, mereka yang belum pernah atau hanya memiliki sedikit pengalaman di organisasi ketika sekolah akan cenderung sangat aktif ketika terjun dan membuka diri pada organisasi di kampus, walaupun hal ini hanya berdasarkan penilaian subjektif penulis saja akan tetapi pada kenyataannya di lapangan memang rata-rata seperti itu adanya.
Seorang kawan pernah menanyakan mengapa penulis terkesan jarang kelihatan di lingkungan kampus tidak seperti dia atau kawan-kawan se-fakultas lainnya yang sangat sering menghabiskan waktu di Lembaga kemahasiswaan dari pagi sampai malam, dari malam sampai pagi, bahkan beberapa dari mereka ada yang rela menginap di Lembaga kemahasiswaan hanya untuk menghabiskan waktu entah untuk tujuan apa.
ADVERTISEMENT
Namun, perlu disayangkan karena menurut penulis sendiri untuk aktif di dalam sebuah organisasi entah di kampus atau di mana pun bukan berarti kita diharuskan untuk memberikan hampir seluruh waktu kita untuk organisasi tersebut, terlebih jika memang sebenarnya sudah tidak ada atau memang belum ada suatu hal yang harus dikerjakan seperti program kerja, kajian, dan sebagainya.
Penulis berpendapat bahwa hakikatnya seorang mahasiswa itu untuk kembali kepada masyarakat dan hal tersebut sesuai dengan Tri Dharma atau Catur Dharma Perguruan Tinggi dalam hal pengabdian kepada masyarakat yang mana saat ini kawan-kawan mahasiswa terkesan kembali dan mengabdi kepada masyarakat hanya ketika Kuliah Kerja Nyata (KKN) saja untuk formalitas menggugurkan kewajibannya.
Terlepas dari itu kadang masih ada mahasiswa yang sebetulnya berasal dari daerah perkampungan justru diam bahkan arogan dengan statusnya sebagai mahasiswa. Alih-alih membawa gagasan, wawasan, dan keilmuan yang didapat di kampus dari berbagai kegiatan, kajian, dan lain-lain banyak dari mereka yang menelan itu sendiri dan untuk menjagokan dirinya saja. Berdasarkan pengalaman pribadi penulis, hal tersebut memang nyata adanya dan betapa menyedihkannya ketika seorang Mahasiswa atau Mahasiswi yang dikenal sangat aktif dalam organisasi dan banyak sekali berkontribusi atas tenaga, pikiran serta inovasi-inovasinya harus diam di lingkungan rumahnya sendiri tanpa ada keinginan untuk berkontribusi atau setidaknya memberikan inovasi terhadap masyarakat.
ADVERTISEMENT
Padahal, menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2017 hanya 8,5 persen penduduk di Indonesia yang berpendidikan tinggi, sedangkan 65 persen berpendidikan kurang dari SMP. Nah, hal tersebut semestinya menjadi stimulus atau pecut bagi kawan-kawan Mahasiswa untuk juga aktif berkontribusi di lingkungannya masing-masing atau setidaknya di mana pun di luar arena kampus, entah dengan cara membuat sebuah Komunitas yang memiliki tujuan baik bagi masyarakat banyak, di Kota Depok sendiri ada sebuah Komunitas yang bergerak dibidang Musik dengan mengemas musik sebagai perantara pembelajaran terhadap kebudayaan, contohnya adalah Taman Sawangan Ukulele dan selain itu juga ada Bumi Kardus yang mengedukasi terkait limbah kardus yang bisa dimanfaatkan hingga memiliki nilai ekonomis serta nilai seni yang juga sangat bagus untuk digunakan sebagai dekorasi.
ADVERTISEMENT
Jadi, menurut hemat penulis sudah saatnya kawan-kawan Mahasiswa ini turut aktif di lingkungannya masing-masing entah itu lingkungan rumah atau lingkungan bermain di luar kampus karena jika seorang Mahasiswa hanya mementingkan egoisme dirinya dan organisasi kampus saja dengan selalu berada di kampus, memberikan hampir seluruh waktunya untuk berdiskusi atau sekadar nongkrong-nongkrong bisa dikatakan merupakan hal yang sia-sia saja.
Berhenti mengabdi kepada masyarakat hanya untuk memenuhi atau menyelesaikan program kerja belaka, atau menggugurkan kewajiban Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan menurut Tan Malaka, bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik Pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.
ADVERTISEMENT