Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Apa Hak Perempuan Yang Paling Penting di Indonesia?
18 Oktober 2024 10:52 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Raka Azkal Adzkiya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hak perempuan di Indonesia menjadi isu yang cukup kompleks dan multidimensional. Isu ini melibatkan berbagai aspek baik hukum, sosial, dan agama. Menurut saya, hak perempuan yang paling penting saat ini khususnya di Indonesia adalah hak atas perlindungan dari kekerasan, baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual. Tulisan ini akan membahas hak perempuan khususnya atas perlindungan dari kekerasan melalui dua perspektif yang berbeda, yakni negara dan agama. Perlindungan terhadap perempuan dari kekerasan menjadi hak yang paling mendesak saat ini di Indonesia, mengingat tingginya angka kekerasan berbasis gender. Jumlah kasus kekerasan di sepanjang tahun 2024 berdasarkan data real time Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) tercatat 15.173 hingga 11 Agustus 2024, dimana di dominasi oleh perempuan sebanyak 80,1% (Sianturi, 2024). Baik perspektif negara maupun agama keduanya menekankan pentingnya perlindungan akan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks hukum, Indonesia telah mengadopsi berbagai peraturan yang pro terhadap perempuan, khususnya untuk melindungi hak-hak perempuan. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 terkait Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 terkait Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) pada tahun 1984, yang mengharuskan negara untuk mengambil langkah-langkah guna menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam segala aspek kehidupan (Siaran Pers Komnas Perempuan, 2017).
Meskipun Indonesia telah memiliki kerangka hukum yang mendukung, pada realitanya masih banyak perempuan yang mengalami kekerasan. Sebanyak 339.782 dari total pelaporan kekerasan merupakan kekerasan berbasis gender, yang 3.442 di antaranya diajukan ke Komnas Perempuan (Komnas Perempuan, 2023). Hal ini menjadi tanda bahwa meskipun Indonesia memiliki undang-undang yang melindungi hak-hak perempuan, implementasi hal tersebut masih lemah dan belum berfungsi sebagaimana seharusnya. Meskipun begitu, pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan hak perempuan melalui kampanye dan program-program pendidikan. Sebagai contoh, kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan adalah kampanye skala internasional yang dilakukan untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan berbasis gender di seluruh dunia, sebagai salah satu institusi nasional HAM di Indonesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator kegiatan kampanye ini (Komnas Perempuan, 2020). Namun, budaya patriarki yang masih mengakar di masyarakat seringkali menghalangi efektivitas berbagai kebijakan yang diterapkan. Dalam berbagai kasus, perempuan juga enggan untuk melapor karena stigma sosial dan adanya ketidakpercayaan pada sistem hukum.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks agama, khususnya islam, sebagai agama mayoritas di Indonesia memiliki pandangan yang mendukung perlindungan hak-hak perempuan. Islam menekankan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Salah satu esensi ajaran Islam adalah kesetaraan antara pria dan wanita (Zubaidah, 2010,42). Banyak ayat dalam Al-Quran menekankan pentingnya perlakuan adil dan hormat kepada perempuan. Misalnya, dalam Surah An-Nisa (4:32), Allah berfirman bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama. Alquran tidak menciptakan hirarki-hirarki yang menempatkan pria di atas wanita sebagaimana dilakukan oleh banyak perumus tradisi Nasrani (Zubaidah, 2010, 44).
Akan tetapi, interpretasi terhadap ajaran agama seringkali berbeda-beda. Beberapa kelompok mungkin menggunakan teks-teks agama untuk membenarkan praktik-praktik diskriminatif terhadap perempuan. Misalnya, terdapat pandangan bahwa perempuan harus tunduk terhadap suami mereka tanpa adanya pertimbangan mengenai hak-hak mereka sebagai seorang individu. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk reinterpretasi ajaran-ajaran agama agar lebih sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan gender dan tidak melenceng dari makna sebenarnya. Peran tokoh agama dalam mempromosikan kesetaraan gender juga sangat penting. Beberapa organisasi keagamaan telah mulai mengadvokasi perlindungan hak-hak perempuan dan menentang kekerasan berbasis gender dengan merujuk pada nilai-nilai agama yang mendukung keadilan dan kasih sayang. Sebagai contoh, organisasi Aisyiyah yang didirikan pada tahun 1917 merupakan organisasi perempuan yang berada di bawah Muhammadiyah, merupakan salah satu dari dua organisasi Islam
ADVERTISEMENT
terbesar yang ada di Indonesia. Sebagai sebuah organisasi perempuan yang otonom, ‘Aisyiyah berkontribusi pada pemberdayaan perempuan di seluruh aspek sosial dan ekonomi (Kementerian PPN/Bappenas, 2017).
Hak atas perlindungan dari kekerasan menjadi isu krusial bagi perempuan di Indonesia saat ini. Dilihat melalui perspektif negara, meskipun terdapat kerangka hukum yang mendukung, tantangan dalam implementasi segala bentuk peraturan adalah budaya patriarki dan stigma sosial yang masih mengakar di masyarakat. Pada sisi lain, perspektif agama menunjukkan potensi dukungan bagi perlindungan hak-hak perempuan jika ajaran-ajaran tersebut diinterpretasi secara adil.
Menurut saya, penting sekali bagi pemerintah untuk memperkuat kebijakan perlindungan bagi perempuan serta meningkatkan akses keadilan bagi korban kekerasan. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan guna menciptakan lingkungan yang aman bagi semua perempuan di Indonesia. Dengan langkah-langkah konkret yang dilakukan secara bersama, diharapkan hak-hak perempuan dapat ditegakkan secara efektif dan berkelanjutan di masa depan.
ADVERTISEMENT