Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kuncir Ekor Kuda Siswa Jepang
20 Maret 2022 11:48 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Rakhmasari Kurnianingtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari ini aturan sekolah di negara Jepang sedang menjadi perbincangan hangat. Yang paling menarik perhatian adalah larangan untuk mengikat rambut gaya ekor kuda. Sejatinya hal ini sudah berlangsung cukup lama. Namun belakangan ramai dibicarakan kembali.
ADVERTISEMENT
Menurut survei yang dilakukan tahun 2020 di Fukuoka, 1 dari 10 sekolah sudah menerapkan aturan ini. Aturan yang menimbulkan pro dan kontra di kalangan orang tua siswa dan siswa itu sendiri.
Latar belakang dikeluarkannya aturan itu adalah kekhawatiran pihak sekolah apabila siswa laki-laki memandang leher siswa perempuan yang terbuka karena rambutnya diikat. Sesuatu yang kemungkinan akan menimbulkan gairah seksual.
Bila kita pahami, aturan tersebut berpihak kepada perlindungan kaum perempuan. Suatu langkah pencegahan terhadap tindakan pelecehan seksual. Namun ada beberapa pihak yang berpendapat bahwa kebijakan tersebut dianggap membatasi hak kebebasan berekspresi.
Situasi yang sangat kontradiktif antara tindakan mencegah pelecehan seksual dengan menghormati hak asasi manusia untuk memperlakukan dirinya sendiri. Aturan yang bila dipandang dari sudut pandang pribadi masing-masing tentu akan berbeda-beda penafsirannya.
ADVERTISEMENT
Kembali ke soal kuncir ekor kuda, aturan ini dianggap kuno dan diusulkan untuk dihapus. Namun pada praktiknya, susah sekali untuk mengubah sesuatu yang sudah lama dilakukan dan dianggap normal. Dan akhirnya para siswa pun tetap mematuhinya.
Mengapa siswa-siswa sekolah di Jepang sangat sopan dan taat dengan peraturan? Karena mereka terbiasa dididik dengan norma-norma konservatif yang ditanamkan dari kecil. Masyarakat Jepang dilatih dengan hidup penuh keteraturan dalam kesehariannya.
Mereka menganut prinsip tatemae, yaitu sikap yang mengedepankan kenyamanan untuk orang lain. Orang Jepang berpendapat bahwa apa yang disetujui oleh masyarakat umum itulah yang benar dan lainnya salah. Mereka malu untuk melakukan sesuatu yang berbeda dari mayoritas.
Sebagai contoh adalah budaya kebersihan. Sesuatu yang tidak bisa diajarkan secara instan. Sejak kecil sudah tertanam bahwa kebersihan adalah suatu kewajiban. Jadi sampai kapanpun dan dimanapun orang Jepang akan malu untuk membuang sampah sembarangan karena itu dianggap melanggar norma.
ADVERTISEMENT
Peraturan seragam sekolah di Jepang pun sangat ketat. Bahkan tinggi kaus kaki pun menjadi sesuatu yang harus diseragamkan. Jadi masalah larangan ikat rambut kuncir kuda bukan sesuatu yang berat untuk ditaati.
Hal ini tentu saja ada hubungannya dengan kecintaan mereka dengan keseragaman dan keteraturan tadi. Apalagi untuk anak-anak usia sekolah yang masih dalam tahap pembentukan karakter. Menaati peraturan sekolah adalah bagian dari tindakan yang harus mereka ikuti.
Lantas bagaimana dengan hak asasi mereka bebas mengekspresikan diri? Bisa dilakukan di luar lingkungan dan jam sekolah. Selama mereka berada dalam pengawasan sekolah, aturan sekolah lah yang harus dipegang.
Sejatinya dari sini bisa kita petik pelajaran. Kedisiplinan orang Jepang sangat bagus kita terapkan kepada anak-anak kita. Betapa pun sudah modernnya peradaban yang mereka lalui sekarang, pandangan konservatif terhadap nilai-nilai sosial tidak pernah luntur.
ADVERTISEMENT
Tetaplah dengan ketaatan aturan di sekolah. Dan tugas orang tua untuk mendampingi dan mengawasi mereka di rumah. Kerja sama antara sekolah, keluarga dan lingkungan akan menghasilkan generasi yang lebih baik.