Konten dari Pengguna

Pansay: Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak (Bagian 2)

Randy Danniswara
Bukan penulis, hanya iseng nulis yang terpikirkan. Seorang product enthusiast yang bekerja sebagai Product Management Lead di kumparan.
27 Juli 2021 13:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Randy Danniswara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pansay (Pandangan Saya) edisi keempat ini, yang merupakan lanjutan dari Pansay: Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak (Bagian 1), saya akan membahas dua (2) fase selanjutnya setelah ayah benar-benar memilik anak, yaitu fase peralihan dalam memiliki peran baru sebagai ayah dan juga fase dalam mendukung pemberian ASI. Bagi yang belum membaca bagian 1, silakan klik konten di bawah ini.
ADVERTISEMENT
Image by 坤 张 from Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Image by 坤 张 from Pixabay

Peralihan Menjadi Ayah

Saat anak terlahir ke dunia ini, pastinya seorang ayah akan merasa sangat bahagia. Namun, jangan sampai kebahagiaan tersebut membuat ayah terlalu fokus pada anak. Ingat, ayah masih memiliki istri yang terkapar lemas setelah melalui fase kehamilan sembilan (9) bulan dan proses melahirkan yang mempertaruhkan nyawanya. Jadi, seorang ayah memang dituntut untuk dapat membagi cinta, kasih sayang, dan perhatian pada anak dan istri. Di satu sisi ada anak yang butuh pengasuhan, dan di sisi lain ada istri yang kelelahan dan sangat butuh dukungan.
Salah satu yang menurut saya paling penting di masa peralihan adalah mental, yang bisa jadi mengakibatkan depresi. Dalam studi literatur berjudul The Baby Blues and Postnatal Depression disebutkan bahwa Baby Blues termasuk depresi ringan yang terjadi pada ibu-ibu setelah melahirkan, di mana seorang ibu merasa sedih yang hebat tanpa sebab yang jelas, dan disertai dengan gejala penyertanya. Salah satu pemicunya adalah karena adanya perubahan kadar hormon dalam waktu singkat secara tiba-tiba (ada yang turun dengan cepat dan ada pula yang naik dengan pesatnya). Untuk mengatasi agar tidak terjadi hal demikian, menurut saya, ayah dan ibu harus saling mendukung satu sama lain. Sering-sering mengobrol, bersenda-gurau, hingga berpelukan. Hindari saling menunjuk untuk melakukan suatu hal, baik yang berhubungan dengan anak maupun yang lainnya. Jangan malas untuk menggendong anak atau mengganti popok. Jangan merasa bahwa ayah tidak bisa membuat anak berhenti menangis. Kenali anak dengan baik, perhatikan kebiasaannya. Percayalah, dengan niat dan usaha, ayah akan mengerti mengapa anak menangis, apakah karena lapar, popoknya penuh atau sebatas ingin bermain. Ayah juga lambat-laun akan menemukan cara yang tepat untuk membuat anak berhenti menangis atau bahkan membuatnya tertawa.
ADVERTISEMENT

Mendukung Pemberian ASI

Salah satu yang terpenting bagi newborn adalah mendapatkan gizi yang baik, yang tentunya semua dapat tercukupi dengan ASI. Sayangnya, ASI dari setiap ibu itu berbeda-beda, ada yang cukup, ada yang kurang, dan ada juga yang berlebih. Sesuatu yang kurang maupun berlebih tentu tidak baik dan perlu dicari solusinya. Namun, di luar kondisi ASI tersebut, ada juga penyakit yang mengintai ibu menyusui, yaitu mastitis. Bahkan, dalam penelitian berjudul Hubungan Teknik Menyusui dengan Risiko Terjadinya Mastitis pada Ibu Menyusui tertulis bahwa WHO (World Health Organitation) memperkirakan insiden mastitis pada ibu menyusui sekitar 2,6% - 33% dan prevalensi global adalah sekitar 10%.
Dalam penelitian yang sama, dijelaskan bahwa mastitis merupakan salah satu masalah yang terjadi selama proses menyusui, yang mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI. Di mana, salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya mastitis adalah teknik menyusui. Meskipun yang menyusui adalah ibu, tetapi ayah juga memiliki peran penting dalam mendukung hal tersebut. Ayah bisa mempelajari bagaimana teknik menyusui yang baik dan benar sehingga dapat mengingatkan ibu ketika ada yang kurang tepat.
ADVERTISEMENT
Masih dalam penelitian yang sama, disebutkan bahwa salah satu cara untuk mencegah agar tidak terjadi mastitis adalah dengan cara mengenali tanda gejala awal yang mengarah pada mastitis, seperti puting lecet, bendungan payudara, dan sumbatan pada saluran payudara. Untuk itu, ayah juga bisa mempelajari beberapa teknik yang dapat memperlancar ASI ibu agar tidak terjadi penyumbatan. Entah itu dengan sama-sama datang ke klinik laktasi, ataupun mempelajarinya sendiri melalui tutorial-tutorial yang ada di internet.
Image by mariagarzon from Pixabay
Intinya, buang pola pikir bahwa menyusui itu hanya tanggung jawab seorang ibu. Di luar daripada pemberian ASI, banyak proses dan hal lain yang dapat dilakukan ayah dalam mendukung ibu dalam menyusui. Contohnya, karena newborn itu butuh ASI setiap dua (2) jam sekali, bisa saja ayah dan ibu sepakat untuk membagi waktu pemberian ASI, siang hari ibu menyusui langsung, dan malam hari ayah memberikan ASI perah. Atau, jika anak tidak bisa atau tidak mau menggunakan dot (maunya menyusui langsung), ayah bisa tetap bangun untuk sebatas menemani istri ketika ia harus selalu bangun di malam hari untuk menyusui. Dengan begitu, istri akan merasa bahwa suaminya benar-benar mendukung dan memiliki tanggung jawab yang besar, baik itu bagi sang anak maupun bagi sang ibu.
ADVERTISEMENT
Sebelum lanjut bagian tiga (3), di mana saya akan membahas fase selanjutnya dalam menghadapi anak, silakan simak terlebih dahulu konten di bawah ini.