Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Berjuang Mempertahankan Kebahagiaan
10 Juni 2024 10:32 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari RENDY YANSAH Mahasiswa PNJ tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tidak ada seorangpun yang berjuang keras tanpa suatu alasan. Begitupun seorang Ayah sosok pekerja keras yang rela melakukan apa saja demi menjaga senyuman keluargannya. Cinta dan pengorbanannnya takkan bisa terbalaskan. Ayah yang sehabis pulang kerja tergambar rasa lelah di wajahnya. Bajunya basah membanjiri keringat yang mengucur di tubuhnya. Rutinitas itu ia lakukan hampir setiap hari. Ia punya waktu beristirahat hanya dimalam hari saja. Itu adalah sedikit cerita yang kusimpulkan bahwa ayah sangat bekerja keras.
ADVERTISEMENT
Masih banyak jutaan cerita lain yang membuktikan seorang ayah sosok pekerja keras atau tidak. Tapi bagiku satu tindakan yang dilakukan dengan ketulusan dan keiklasan seorang ayah demi keluarga sudah cukupku nilai dimataku ia sosok pekerja keras. Namun, diriku bertanya kenapa ayah mau melakukan sejauh itu ?, apakah untuk mendapatkan uang demi membiayai kehidupan kami atau ada hal lain. Itu yang muncul dibenakku.
Tetapi bagiku kerja keras yang ayah lakukan punya alasan tersendiri. Alasan yang dia pegang erat dengan sungguh-sungguh adalah dorongan semangat untuk bergerak sampai sejauh ini. Seingat memori kecilku dahulu ketika aku masih berusia sekitar tujuh tahun, Ayahku bekerja di sebuah pabrik yang tak jauh dari tempat tinggal kami. Ayah bekerja mulai dari terbit matahari sampai bergantinya bulan. Ia berangkat ke pabrik menggunakan sepeda. Menurutnya lebih sehat ketimbang menggunakan motor. Namun aku tahu ayah sengaja melakukan itu agar motornya dipakai ibu untuk mempermudah pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
Ketika berangkat sekolah, Pernah kebetulan kulihat ayah mengayuh sepedanya yang usang dengan penuh semangat. Tak lupa membawa handuk kecil yang ia cantel di depan sepedanya. Handuk tersebut ia gunakan untuk mengelap keringat yang mengucur di sekitar wajahnya.
Pada saat itu aku selalu menantikan kepulangan ayah. Aku mengintip dijendela menunggu kehadirannya. Ketika ayah pulang aku membukakan pintu dan menyambutnya dengan pelukan. Sambil tak lupa kutagih “apakah ayah membawa mainan” seingat yang kuucapkan kala itu. Waktu itu umurku masih belum cukup matang untuk berpikir. Yang ada di pikiranku hanya fantasi anak-anak. dan aku juga berpikir ayah bekerja hanya untuk membelikanku mainan.
Ayah selalu tersenyum tawa menutupi rasa lelah di wajahnya. telapak tangannya yang kasar mengusap-ngusap kepalaku. Bagiku itu sentuhan tangan yang lembut memberikan kenyamanan tiada tara. Ayah pun memberikanku mainan yang kuinginkan. Aku loncat kegirangan sambil memeluknya. Tak lupa juga ayah membawakan makanan kesukaan ibu yaitu martabak telur. Kepulangan ayah membawa kebahagiaan kepada keluarga kecilnya. Tawa, canda dan cerita menyelimuti keluarga ayah pada malam itu.
ADVERTISEMENT
Sekarang usia ayah sudah tidak muda lagi. Semangatnya juga tidak seperti dulu. Ayah yang sekarang sudah tidak lagi bekerja dipabrik, ia banting setir berprofesi berjualan kue. Sebelumnya ia tak punya keahlian dibidang itu. Namun ia belajar dengan caranya sendiri. hal itu ia lakukan demi membiayai kebutuhan kami.
Ayah yang sekarang sudah tak kuat seperti dulu. tetapi, ia selalu tegar dan kuat dihadapan kami. Dikala tidur nyenyakku berbaring dikasur, ayah sudah bangun dan mulai membuat adonan kue. Waktu tidurnya hanya sebentar. Tak bisa sepuas diriku. Disaat tertidur terdengar suara dengkuran yang keras pertanda begitu lelahnya ia pada hari itu. Sesekali kulihat ditengah malam ia tertidur dalam posisi duduk sambil membuat adonan kue. Ketika sepulangnya bekerja terkadang ayah minta tolong kepadaku untuk membaluri tangan dan kaki dengan cream pereda nyeri. Permintaanya tak pernah kutolak. Kulakukan dengan senang hati agar mengurangi rasa lelahnya.
ADVERTISEMENT
Setelah kuberanjak dewasa menyaksikan perjuangan dan pengorbanan ayah selama ini akupun tersadar akan sesuatu. Ayah sangat ingin keluarganya terus bahagia. Ia bekerja keras agar keluarganya tidak merasa kekurangan. Semua kebutuhan kami selalu ia berusaha cukupkan. Terkadang ia suka memaksakan diri untuk bekerja. Ia lebih mementingkan kami ketimbang kondisi diri sendiri. Bagiku apapun yang ayah kasih secara material tidak terlalu penting. Kesehatan diri dan bisa berkumpul bersama adalah hal yang sudah cukup bagiku. Momen bersama ayah dan ibu adalah anugerah tuhan yang berharap bisa terusku rasakan sampai kapanpun.
Yang kurasakan ketika kami bercengkarama atau menikmati sesuatu bersama, ayah terkadang menatap kami begitu lama. Sesekali tatapan itu mengeluarkan tetesan air mata. Bibirnya bergerak seraya mengucapkan doa. Ketika kutanya, ayah hanya ingin momen bersama keluarganya terus terjaga sampai abadi. Ayah hanya ingin menjaga senyuman kami. Bagi ayah keluarga adalah segalanya. Begitupun yang kurasakan sama halnya dengan ayah.
ADVERTISEMENT
Aku mengerti kenapa ayah sangat bekerja keras untuk kami. Diluar sana banyak keluarga yang retak kerena masalah ekonomi. Bahkan tak sedikit pun kasus perceraian dan kasus KDRT didalangi karena faktor keuangan. Ayah tak ingin keluarganya merasakan kekurangan dan semacamnya. Ia selalu ingin memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Tapi kami tak pernah menuntut banyak soal kebutuhan kami. yang aku minta ayah dan ibu hanya sehat selalu. kelak ketika sudah berpenghasilan cukup kuniatkan diri untuk berangkatkan mereka ke tanah suci.
Sifat kerja keras yang ia punya menjadi cerminan sekaligus jadi panutan bagi diriku. Aku begitu kagum dengan etos kerja dan displin yang ayah bina. Kelak aku ingin jadi sepertinya. Penuh cinta dan kasih sayang bersama keluarga. Tak ada yang bisa terbalaskan jasa ayah dan ibu. Kuharap suatu saat nanti ketika diriku sukses, meski tak seberapa diriku ingin mengukir kesenangan dan kebahagiaan diwajah mereka.
ADVERTISEMENT
Penulis: Rendy Yansah
Asal: Politeknik Negeri Jakarta, Jurnalistik
Jenis karya: Features