Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Wellness Tourism untuk Psikoterapi Obsessive Compulsive Disorder
16 Mei 2021 15:00 WIB
Tulisan dari REZA MAHENDRA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 memicu Obsessive Compulsive Disorder?
Obsessive Compulsive Disorder (OCD) merupakan gangguan yang ditandai oleh pikiran yang berlebihan dan timbul terus menerus (obsesif) serta perilaku yang dilakukan berulang-ulang (kompulsif) hingga menyebabkan seseorang akan mengalami kecemasan, ketakutan, dan apabila tidak segera ditangani maka penderita akan mengalami stress atau bahkan depresi.
ADVERTISEMENT
Ketidakpastian tentang kelanjutan atau masa depan wabah COVID-19 dan maraknya berita mengenai hal tersebut meningkatkan kekhawatiran yang tinggi. Terlebih lagi banyak hoaks yang beredar membuat masyarakat sulit untuk membedakan fakta dengan opini belaka. Selain itu, kebijakan pemerintah yang berubah-ubah serta banyaknya peraturan mengenai protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak dapat memicu penambahan gejala OCD.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Lena Jelinek, ada sedikitnya 394 peserta dengan 223 washer mengikuti survei online. Tingkat keparahan gejala OCD yang semakin tinggi membuat peserta melaporkan perubahan misalnya, berkurangnya mobilitas, berkurangnya ketersediaan produk pembersih, faktor ekonomi, dan berbagai konflik antarpribadi. Keyakinan dan pengalaman peserta terkait dengan COVID-19 sekitar 72% dari jumlah peserta melaporkan peningkatan OCD.
ADVERTISEMENT
Bagaimana cara mengetahui OCD?
Beberapa penderita OCD tidak menyadari gangguan tersebut. Oleh karena itu, mencari tahu tentang gejala dan mengenali keadaan dalam diri merupakan langkah awal untuk mengetahui apakah anda termasuk penderita OCD atau tidak.
Gejala umum yang termasuk pada pikiran obsesif antara lain takut kotor atau terkena penyakit, memiliki kebutuhan yang tinggi terhadap simetri suatu benda, takut melakukan sesuatu yang bisa berdampak buruk pada diri sendiri dan menyakiti orang lain, masalah agama atau moralistik, serta kebutuhan untuk mencari kepastian atau pengakuan.
Adapun beberapa gejala lain yang banyak muncul di masa pandemi ini menyebabkan perilaku kompulsif seperti mencuci tangan berkali-kali sampai kulit terkelupas, menyemprotkan disinfektan sebelum membuka dan setelah menutup keran, menghindari bersalaman dengan orang lain atau menyentuh benda yang disentuh banyak orang.
ADVERTISEMENT
Jika anda memiliki satu atau lebih obsesi atau kompulsif di mana anda merasa tertekan dan menghabiskan waktu beberapa menit sekali untuk melakukannya atau lebih dari satu jam per hari pada pikiran dan perilaku tersebut, kemudian secara serius mengganggu kehidupan anda sehari-hari misalnya pekerjaan, sekolah, atau kehidupan sosial maka dapat kemungkinan bahwa anda menderita OCD. Namun, lebih dianjurkan melakukan konsultasi atau mencari bantuan dari ahli perawat kesehatan untuk mendapat diagnosis lebih lanjut.
Wellness Tourism dapat mengobati OCD ringan
Meskipun telah menyadari pikiran dan perilaku tersebut mengganggu tetapi penderita OCD tetap merasa harus melakukannya dan tidak dapat menghindarinya. Metode pengobatan disesuaikan dengan tingkat OCD yang dialami pasien, terbagi menjadi dua macam yaitu dengan terapi obat-obatan antidepresan dan psikoterapis atau melakukan kegiatan kognitif.
ADVERTISEMENT
Wellness tourism dapat menjadi pilihan untuk psikoterapis. Wellness tourism memiliki arti aktivitas wisata yang dilakukan oleh orang-orang yang sangat peduli dengan pola hidup mereka, sehingga melakukan perjalanan dengan tujuan mencari peningkatan kebugaran fisik, keseimbangan spiritual, pengalaman budaya dan relaksasi.
Jenis wisata ini sudah diterapkan di Bali, beberapa paket wisatanya berupa spa, olahraga yoga, mengunjungi outlet jamu tradisional, pemandian air panas/ air belerang, pengobatan alternatif, dan di akhir biasanya melakukan kegiatan belanja atau kuliner.
Pihak penyedia jasa wisata harus mampu mengubah pola perjalanan agar meminimalisir ketakutan pada penderita OCD, yaitu dengan menerapkan protokol kesehatan berbasis CHSE (Cleanliness, Healthy, Safety, and Evironmental Sustainability) di antaranya pengunjung dan pegawai di tempat wisata memakai masker, melakukan pengukuran suhu, tersedia tempat mencuci tangan, penyemprotan disinfektan, serta menjaga jarak.
ADVERTISEMENT
Wellness tourism dilakukan di luar rumah dan berinteraksi dengan orang lain. Namun, kini kegiatan wisata sudah cukup aman dengan protokol kesehatan berbasis CHSE yang sudah diatur dengan proporsi yang pas. Sehingga sepatutnya sudah menjadi kebiasaan yang baru dan tidak perlu cemas yang berlebihan. Dalam hal ini seorang individu akan melatih diri untuk tidak takut terkontaminasi pada virus COVID-19.
Penerapan wellness tourism dilakukan dengan tujuan memberi kebugaran jasmani dan rohani kepada setiap wisatawan yang datang ke destinasi wisata tersebut. Pada hal ini pula difokuskan kepada kondisi kesehatan publik, mulai dari kesehatan tubuh, pemutusan rantai COVID-19, dan kesehatan mental. Wellness tourism mampu memberikan dukungan penuh dalam pengobatan ringan OCD. Penderita OCD akan disuguhkan oleh kegiatan wisata sekaligus kegiatan yang positif yang membuat penderita OCD merasa puas dan relaksasi atas segala kegiatan yang membuat penderita OCD tertekan. Jika di tempat sekitar anda belum terdapat fasilitas wellness tourism anda dapat mencoba dengan berkeliling dengan sepeda atau jogging.
ADVERTISEMENT
Referensi
Lack, C. W. (2012, December 22). Obsessive-compulsive disorder: Evidence-based treatments and future directions for research. World Journal of Psychiatry. Retrieved April 24, 2021, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3782190/
Lena Jelinek, S. M. (2020, November 5). Obsessive-compulsive disorder during COVID-19: Turning a problem into an opportunity? Retrieved from Nationnal Center of Biotechnology Information: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33190017/
Ratih Pratiwi, R. R. (2021, Maret). Building the Trust for The Tourism Destination Resiliency in New Normal Society. Jurnal IKRA ITH Humaniora, 5, 145. Retrieved April 24, 2021, from https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/ikraith-humaniora/article/download/931/722/