Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pajak Karbon: Penerapannya dalam Upaya Pengendalian Karbon di Indonesia
7 Februari 2024 16:14 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Rezki Novrizal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemanasan global menjadi isu yang selalu diperbincangkan dunia dalam 3 dekade terakhir. Hal ini menjadi perhatian karena menurut laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), suhu rata-rata permukaan bumi sejak 100 tahun lalu meningkat sebesar 0,6°C. Kenaikan tersebut meski terbilang kecil, tetapi dampak yang ditimbulkan tidak bisa dianggap remeh. Dampak pemanasan global salah satunya adalah fenomena penyimpangan dan ketidakstabilan iklim dunia, yang membawa sederet permasalahan seperti cuaca ekstrem, pergeseran musim, hingga kenaikan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub.
ADVERTISEMENT
Pemanasan global disebabkan salah satunya karena efek rumah kaca akibat meningkatnya gas rumah kaca di atmosfer bumi, seperti Karbondioksida (CO2), Nitrooksida (N2O), dan Metana (CH2). Karbondioksida, salah satu gas rumah kaca, dihasilkan dari berbagai pembakaran terutama pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi, gas bumi, batubara).
Ketiga bahan bakar fosil tersebut umum digunakan oleh masyarakat internasional termasuk Indonesia, sehingga saat ini dunia berupaya mengurangi emisi gas karbondioksida dengan target Net Zero Emission. Solusi pengurangan emisi karbon yang sering dilakukan di antaranya adalah transisi ke sumber energi terbarukan, carbon trading, carbon offset dan carbon tax.
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah merencanakan implementasi pajak karbon sesuai amanat UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan. Namun hal itu mengalami penundaan untuk menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon. Implementasi ditargetkan akan berfungsi di tahun 2025 mendatang dengan skema cap and tax, yang merupakan jalan tengah antara skema cap and trade (carbon trading) dan carbon tax.
ADVERTISEMENT
Emisi yang dihasilkan entitas tidak boleh melebihi batasan tertentu sesuai Sertifikat Izin Emisi (SIE) atau Sertifikat Penurunan Emisi (SPE). Apabila kelebihan emisi, maka entitas dapat memilih untuk membeli SIE/SPE dari entitas lain atau langsung dikenakan pajak karbon. Apabila entitas memilih untuk membeli SIE/SPE tetapi masih terdapat selisih kelebihan emisi, maka selisih tersebut akan dikenakan pajak karbon. Untuk lebih jelasnya bisa lihat ilustrasi berikut.
Mekanisme di atas memiliki kelebihan berupa fleksibilitas yang diberikan kepada entitas pengemisi terkait bagaimana mereka akan dikenakan biaya terhadap emisi yang mereka hasilkan. Tarif pajak karbon terendah yang dikenakan pun sangat rendah, yakni Rp 30 per kilogram CO2 ekuivalen.
Tarif tersebut lebih rendah dari usulan awal sebesar Rp70 per kilogram CO2 ekuivalen, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tarif pajak karbon terendah di dunia. Dengan begitu, diharapkan seluruh entitas pengemisi masih produktif dan dapat bersaing di dunia industri sehingga tidak akan menurunkan laju pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, tarif rendah dikhawatirkan tidak akan menginternalisasi seluruh eksternalitas negatif yang timbul akibat emisi yang dihasilkan. Tarif terlalu rendah juga tidak akan membawa dampak besar dalam penurunan emisi, karena entitas akan tetap mengemisi tanpa perlu khawatir biaya pajak karbon.
Sebaliknya tarif terlalu tinggi akan mengurangi industry competitiveness dan menurunkan produktivitas sehingga akan memberatkan entitas. Belum lagi biaya transaksi (transaction cost) yang timbul akan cukup tinggi dalam melakukan Measurement, Reporting, Verification (MRV) emisi karbon.
Pemerintah sudah tepat dalam penundaan penerapan pengenaan pajak karbon, karena perubahan secara mendadak akan sulit untuk diimplementasikan dengan baik. Sebelum penerapan, baiknya pemerintah harus sudah siap dalam berbagai aspek. Rencana pengenaan tarif pajak karbon yang rendah pun dinilai sudah tepat oleh penulis.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut agar pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terus meningkat sehingga pemerintah tidak kehilangan momentum dalam upaya mewujudkan Indonesia menjadi negara maju. Pemerintah juga dapat menaikkan tarif pajak karbon secara bertahap dalam beberapa tahun ke depan. Selain agar entitas pengemisi dapat beradaptasi dengan pajak karbon, pemerintah juga bisa terus mengevaluasi kebijakan penerapan tersebut tanpa kehilangan laju pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan penerapan tarif terlalu tinggi di awal.