Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Thailand Legalkan Ganja, Bagaimana di Indonesia?
26 Juni 2022 20:44 WIB
Tulisan dari Rifa Ralinda Azhara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Thailand resmi melegalkan ganja pada 9 juni lalu. Thailand negara pertama yang melegalkan ganja untuk medis dan kuliner di negara Asia. Ganja atau marijuana, merupakan obat depresan yang dibuat dari daun cannabis. Ganja disebut obat depresan karena ganja dapat mempengaruhi sistem saraf dengan cara membuat lambat sistem saraf. Kandungan zat Tetrahidrokanibinol (THC) di dalamnya diklaim sebagai salah satu dari 400 zat kimia yang dapat menyebabkan efek perubahan suasana hati.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari BBC Health, tujuan utama pemerintah Thailand melegalkan ganja adalah demi memenangkan pasar mariyuana untuk sektor perawatan kesehatan yang menggunakan turunan ganja, khususnya senyawa CBD yang lebih ringan. Di sisi lain, Thailand juga ingin mengurangi kepadatan kapasitas penjara. Hal ini dikarenakan Thailand memiliki salah satu penjara terpadat di dunia. Hal tersebut efektif mengurangi kepadatan penjara di Thailand karena lebih dari tiga ribu narapidana kasus ganja di Thailand sudah menghirup udara bebas.
Saat ini penanaman ganja dalam jumlah berapapun dilegalkan. Sekarang, polisi tidak akan menangkap orang hanya karena memiliki ganja. Negeri Gajah Putih ini juga berharap dengan melegalkan ganja dapat mengembangkan perdagangan ganja lokal sehingga dapat meningkatkan sektor pertanian dan pariwisata Thailand.
ADVERTISEMENT
Menteri Kesehatan Thailand Anutin Charnvirakul Mengatakan bahwa ganja juga bisa digunakan untuk bumbu kuliner dan medis. Dan menyatakan penggunaan ganja dan hemp diperbolehkan untuk makanan dan minuman serta pengobatan. Kafe dan restoran juga bisa menyajikan ganja di dalam makanan dan minuman. Batasannya, maksimal 0,2 persen kadar tetrahydrocannabinol (THC)-nya, senyawa yang mengandung psikotropika. bagian yang diizinkan untuk dipakai pada produk makanan mencakup biji hemp, kulit batang, ranting, serat, akar, dan daun. Pengusaha bisa mendaftarkan resep makanan dengan kadar THC yang sesuai untuk mendapat label perizinan.
Uniknya pasca pelegalan ganja untuk kuliner, banyak restoran Thailand yang memanfaatkan ganja untuk bumbu hingga menu makanan. Seperti roti goreng dengan daging babi dan daun ganja, serta salad daun ganja.hal ini cukup menarik perhatian masyarakat Thailand sehingga mereka berlomba lomba untuk mencicipi menu makanan yang menggunakan ganja.
ADVERTISEMENT
Respon pelanggan restoranpun beragam, ada yang berpendapat ganja seperti sayuran yang lainnya namun memiliki efek yang berbeda. Ada juga yang berpendapat ganja itu rasanya aneh.tapi lezat.
Mengetahui banyak respon posisif dari masyarakat, makanan ini bisa menjadi salah satu ciri khas negara Thailand di bidang kuliner sehingga dapat menarik perhatian turis untuk berkunjung ke negara Thailand.
Manfaat ganja dalam dunia medis juga tidak kalah menarik. Hal ini dialami oleh salah satu masyarakat Thailand bernama Jiratti Kuttanam yang membagikan pengalamannya dalam membeli obat-obatan dari ekstrak ganja. Ia mengaku merasa bahagia dengan keputusan pemerintah karena sebelumnya harus membayar mahal untuk sejumlah obat pengurang rasa sakit yang terbuat dari ganja.
Obat-obatan dari ekstrak ganja sudah dilegalkan di Thailand sejak 2018. Namun sebelum pemerintah membuat kebijakan baru, Jirrati mengaku kesulitan mendapatkan obat ekstrak ganja karena harganya mahal. Bahkan menurut pengakuannya, banyak pasien harus membeli dari penjual ilegal. Jirrati memanfaatkan minyak ganja untuk mengurangi rasa sakit yang dialaminya usai kemoterapi.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, ganja termasuk dalam daftar obat terlarang yang penggunaan serta peredarannya diatur undang-undang. Meskipun termasuk sejenis obat, ganja tak dikenal sebagai obat. Ia lebih masuk dalam jajaran sejenis narkotika. Sebagai catatan, ganja sendiri dalam peraturan pemerintah lainnya ditetapkan sebagai jenis narkotika golongan I. Tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Indonesia tidak pernah menggunakan ganja sebagai bahan obat jenis apapun. Begitu menurut Kepala Pusat Laboratorium Narkotika Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Polisi Mufti Djusnir.
"Karena kita sudah memasukkan ganja ke dalam narkotika golongan I dalam UU No.35 tahun 2009. Kalau golongan I, kami tidak sepakat digunakan untuk keperluan medis," kata Mufti.
THC dalam ganja dengan cepat mempengaruhi kinerja otak manusia ketika ia menghirup asap yang dihasilkan dari pembakaran ganja. Asap yang terhirup ke paru-paru dapat masuk ke peredaran darah. Darah yang mengandung THC akan dibawa ke otak dan organ tubuh lainnya. Efeknya dapat dirasakan secara jangka pendek maupun jangka panjang. Efek jangka pendek akan dapat dirasakan setelah 30 menit sampai 1 jam setelah penggunaan.
ADVERTISEMENT
Penyalahgunaan ganja selalu saja terjadi, sehingga legalisasi ganja memiliki risiko yang besar bagi negara hal inilah yang menyebabkan Indonesia tidak melegalkan ganja. Dampak negatif ganja sangat mengkhawatirkan kesehatan masyarakat sehingga pemerintah Indonesia lebih memilih untuk tidak memanfaatkan ganja dengan alasan apapun. Perbedaan sudut pandang antara Thailand dan Indonesia terhadap ganja merupakan hal yang wajar, karena setiap negara memiliki peraturan yang berbeda beda.
Menurut Penulis jika Thailand berhasil membuktikan bahwa ganja adalah sebuah tanaman yang memiliki banyak manfaat untuk negara terutama untuk kepentingan medis maka negara lain akan turut melegalkan ganja atas manfaatnya. Begitu pula di negara Indonesia. Ganja yang tumbuh di tanah Indonesia dapat dikelola dengan baik untuk kepentingan masyarakat dalam hal medis. Namun sebaliknya, jika banyak masyarakat yang menyalahgunakan pemakaian ganja maka ganja akan selalu dikenal sebagai narkotika.
ADVERTISEMENT