Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Melawan Stigma yang Menggema
12 April 2021 12:43 WIB
Tulisan dari Rifka Aprilia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terisak saya dalam keheningan di masjid Al-Mahkamah Pengadilan Tinggi Agama Bandar Lampung. Hanya sendiri di sana ditemani suara pendingin ruangan yang berbisik lembut. Saya memandang sajadah masjid yang tampak hitam padahal sajadah itu berwarna merah cerah. Saya pun mengalihkan pandangan ke mukena ungu yang saya kenakan, namun mukena itu masih terlihat hitam pekat.
ADVERTISEMENT
Semua benda terlihat gelap saat ini, tiada lagi warna-warni dalam kehidupan saya sejak menjadi disabilitas netra setahun silam. Saya tak mampu lagi menikmati indahnya pelangi setelah hujan, atau kerlip bintang di langit malam. Syaraf kedua mata saya perlahan lemah dan mati akibat penyakit langka yang diderita.
Setelah melewati setahun yang panjang dalam pemulihan kondisi kesehatan, saya kembali bekerja sebagai seorang ASN pada Pengadilan Tinggi Agama Bandar Lampung. Meskipun telah mengalami kehilangan penglihatan, saya bertekad untuk tetap mengabdikan diri pada instansi tempat saya mengabdi selama 9 tahun ini. Dengan penuh keyakinan saya pun menjalani kembali kehidupan sebagai seorang ASN.
Awalnya semua berjalan dengan sangat baik, pimpinan dan rekan kerja sangat mendukung saya untuk tetap bersemangat menjalankan tugas sebagai seorang ASN. Bahkan mereka tidak segan memberikan bantuan jika saya membutuhkannya.
ADVERTISEMENT
Namun kehidupan memang tidak semulus jalan tol, pasti ada kerikil atau batu besar yang terkadang menghalangi. Stigma sebagai disabilitas netra saya terima, dan stigma itu datang ketika saya mencoba menapakkan kembali kaki saya dan berusaha tegak berdiri dari keterpurukan setahun silam.
Stigma memang kerap diterima oleh disabilitas netra, stigma itu pun datang kepada saya dan meruntuhkan semangat saya yang telah bangkit. Stigma bahwa saya tidak dapat melakukan pekerjaan apa pun karena saya seorang disabilitas netra membuat saya bersedih.
Ditambah lagi cibiran yang sangat menohok bahwa saya beruntung tidak dipecat dari jabatan ASN karena saya telah menjadi disabilitas netra. Stigma yang lebih menyakitkan bagi saya adalah bahwa saya harus diam dan tidak terlalu mencolok agar tidak ada yang tahu bahwa saya seorang ASN disabilitas netra.
ADVERTISEMENT
Pertahanan yang selama ini saya bangun seketika hancur, saya menjadi begitu lemah dengan berbagai stigma yang bertubi-tubi menyerang. Segera saya mengadukan permasalahan ini kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, pemilik kuasa atas semesta. Sungguh hanya Dia lah yang mampu menguatkan saya saat itu.
Air mata saya tumpah tak terbendung hingga membasahi mukena yang saya kenakan. Hari itu begitu berat untuk dilalui, saya memohon diberi kekuatan dari sang pencipta yang maha perkasa, yang selalu ada menguatkan hambanya. Sungguh tanpa kekuatan dari Nya, saya tidak akan mampu melalui ini semua.
Tangisan saya berhenti, saya tersadar bahwa saya tidak boleh menjadi lemah. Energi negatif yang diberikan orang kepada saya harus dimusnahkan. Saya harus membuktikan bahwa stigma itu salah, bahwa disabilitas netra juga mampu melakukan hal yang luar biasa layaknya orang lain. Saya bertekad membuktikan bahwa saya mampu untuk tetap berkarya.
ADVERTISEMENT
Dengan kekuatan tekad dari dalam diri, dan kekuatan yang diberikan oleh sang pencipta akhirnya saya mampu mematahkan semua stigma yang ada. Hingga saat ini, saya masih tegak berdiri meskipun badai menerpa. Saya mampu membuktikan bahwa saya masih tetap bisa melaksanakan tugas sebagai seorang ASN meskipun memiliki keterbatasan.
Keterbatasan tidak lantas membuat saya membatasi diri, keterbatasan tidak lantas membuat saya berdiam diri. Saya tidak mungkin bisa berdiam diri, dengan sekuat tenaga saya akan melawan stigma yang menggema.
Sesungguhnya manusia itu lemah tanpa kekuatan dari sang khalik, maka jangan saling melemahkan dengan perkataan atau perbuatan. Tidak selayaknya melihat seseorang dari keterbatasan yang ia miliki, bukankah Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak pernah melihat hambanya dari raga dan fisik semata?
ADVERTISEMENT
Bukankah sang pencipta melihat ciptaannya dari hati dan tingkat kesolehannya? Maka sudah selayaknya tidak saling mempermasalahkan keterbatasan seseorang.
Mari menciptakan Indonesia yang bebas dari stigma. Mari hapuskan stigma dari penyandang disabilitas. Bahkan negara melindungi hak penyandang disabilitas pada Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Pada Pasal 5 huruf b dinyatakan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk bebas dari stigma.
Mari berikan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk bisa berkarya. Hentikan semua stigma yang mampu mengganggu kami untuk maju, biarkan hanya prestasi yang menggema, dan bukan stigma. Karena stigma tak layak bergema di negeri tercinta.