Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kritis vs Mistis : Berpikir Kritis Sebagai Solusi dari Logika Mistika
27 November 2024 6:50 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Rifqi Muhammad Zein tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagian besar dari kalian pasti pernah mendengar cerita-cerita mitos atau larangan-larangan yang berdasarkan adat atau tradisi yang biasa dikenal dengan istilah pamali. Larangan-larangan atau cerita seperti "Jangan pulang magrib nanti diculik wewe gombel", "Jangan duduk di depan pintu nanti suaminya brewokan" dan "Meletakan gunting di bawah bantal biar dedek bayinya gak nangis" ini masih sangat melekat dengan orang Indonesia dari kecil bahkan sampai saat ini. Namun apakah cerita-cerita tersebut adalah fakta? atau hanya mitos semata? Dalam artikel ini anda akan mengetahui sejarah kenapa ada mitos di Indonesia, penyebab mengapa masih adanya logika mistika dari sudut pandang psikologi dan cara berpikir kritis untuk menghindari logika mistika.
ADVERTISEMENT
Asal-usul Logika Mistika
Pamali atau mitos adalah suatu hal yang sangat dekat di kalangan masyarakat yang bukan sekedar cerita-cerita mistis, tapi juga bisa sangat berpengaruh terhadap tindakan sosial masyarakat setempat disuatu daerah (Ramadhani & Ervan, 2023). Dulu mitos-mitos tersebut biasanya digunakan untuk memberikan larangan tidak langsung kepada seseorang agar orang tersebut mau menurutinya. Contohnya seperti mitos "Jangan pulang magrib-magrib nanti diculik wewe gombel" maksudnya jangan pulang malam karena pada waktu itu tidak ada sumber penerangan seperti sekarang sehingga rawan untuk disergap oleh hewan buas ataupun diculik oleh penjahat. Selain itu, ada juga mitos-mitos yang berbentuk cerita rakyat seperti cerita "Malin Kundang" yang memberikan pesan larangan untuk jangan berbuat durhaka kepada orang tua.
Karena seringkali diceritakan dengan cerita-cerita pamali atau mitos tersebut menyebabkan masyarakat Indonesia menjadikan mudah mempercayai hal-hal gaib. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bahwa nenek moyang bangsa Indonesia memiliki kepercayaan terhadap animisme dan dinamisme (Wahyu, 2022). Hal tersebutlah yang menyebabkan logika mistika masih berkembang di Indonesia sampai sekarang. Disaat negara-negara lain sudah memiliki fasilitas kesehatan memadai, masyarakat Indonesia masih memilih berobat ke dukun-dukun setempat. Mereka percaya bahwa dukun-dukun ini memiliki ilmu sakti mandraguna yang dapat menyembuhkan penyakit-penyakit yang dideritanya.
ADVERTISEMENT
Logika mistika seperti itu sudah sempat di kritik oleh salah satu pejuang bangsa Indonesia pada masa lampau yaitu Tan Malaka. Menurutnya, dalam buku Madilog (1943), Logika mistika seperti ini hanya akan membuat bangsa Indonesia menjadi bodoh. Dalam buku tersebut beliau menganalogikan dengan rasa lapar. "Lapar tak berarti kenyang buat si miskin. Si lapar yang kurus kering tak akan bisa kita kenyangkan dengan kata kenyang saja, walaupun kita ulang 1001 kali". Artinya suatu masalah tidak mungkin bisa diselesaikan dengan hanya dengan menganggap hal tersebut sudah selesai sehingga diperlukan penyelesaian masalah secara konkrit untuk menyelesaikannya.
PENYEBAB
Sebenarnya ada penjelasan ilmiahnya Penyebab mengapa seseorang masih menggunakan logika mistika. Menurut Jurnal Psikologi Undip yang berjudul "Menuju Psikologi Mistis" oleh Yohanis Franz La Kahija (2009). Dalam jurnal tersebut disebutkan beberapa pemicu pengalaman mistis yang diambil dari penelitian Alister Hardy (Melalui Graham Miles, 2007). Beberapa pemicu tersebut yaitu :
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
CARA MENGHINDARI
Lalu, bagaimana caranya agar seseorang bisa terhindar dari logika mistika ini? Tentu ada banyak cara yang sudah tersedia. Berdasarkan Buku yang berjudul "Pemikiran Kritis dan Kreatif" oleh Dr. Wilda Susanti, S.Kom, M.Kom. dkk. pada tahun 2022, ada beberapa cara yang menurut buku tersebut cukup efektif untuk menghindari logika mistika tersebut yaitu dengan berpikir kritis. Pertama, membiasakan diri untuk mengidentifikasi permasalahan atau pertanyaan yang hendak dijawab. Jadi, seseorang harus punya kebiasaan untuk bersifat skeptis dan mempertanyakan segala hal untuk memastikan hal tersebut benar. Contohnya dalam mitos yaitu, ketika diberikan mitos "Jangan duduk di depan pintu nanti suaminya brewokan" maka tanyalah kepada seseorang tersebut seperti tau darimana mitos tersebut?
Kedua, cari data yang mendukung. Ketika orang yang kamu tanya sudah memberikan bukti, misalnya kakaknya melakukan hal yang sama seperti di mitos dan ternyata suaminya juga brewokan maka kamu coba minta data yang mendukung hal tersebut. Apakah kakaknya hanya kebetulan atau memang secara data atau bukti ilmiah yang ada di jurnal itu memang benar.
ADVERTISEMENT
Ketiga, setelah data-data dan bukti-bukti terkumpul, selanjutnya orang tersebut harus mampu mengkonfirmasi bahwa data-data dan bukti-bukti tersebut benar adanya. Contohnya, ketika seseorang sudah ada data orang tersebut maka seseorang harus tau darimana sumber data ini berasal. Jangan-jangan data dan bukti tersebut dikeluarkan oleh tukang bakso. Sehingga, data dan bukti tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan. Berbeda bila data tersebut dikeluarkan oleh seorang peneliti-peneliti yang sudah ahli dan dapat dipertanggungjawabkan.
Keempat, orang tersebut harus bisa menyimpulkan hasil data tersebut dengan benar. Setelah orang tersebut mengkonfirmasi bahwa data dan bukti tersebut benar, selanjutnya orang tersebut harus mampu membuat keputusan
Sekarang zaman sudah berubah. seseorang tidak perlu menakut-nakuti anak atau seseorang lagi untuk melarangnya melakukan sesuatu. Justru ajarkan kepada mereka kenapa orang tersebut melarang hal tersebut bukan malah mengaitkannya dengan hal-hal mistis yang membuat mereka nanti cacat logika dan tidak bisa berpikir kritis. Oleh karena itu, marilah orang tersebut mulai belajar berpikir kritis. Jangan mudah percaya oleh cerita-cerita mistis dan dukun-dukun yang mengaku sakti mandraguna.
ADVERTISEMENT
MULAI KRITIS, JANGAN MISTIS!
Refrensi :
Justine, F., Jodie, K., Alfajri, M. R., Dilo, M. S. A. R. U., & Al Kautsar, Z. H. (2021). Budaya Mengaitkan Berbagai Peristiwa Dengan Hal Mistis Oleh Masyarakat Indonesia. Jurnal Kewarganegaraan, 5(2), 602–611.
Wahyu, R. (2022). Konsep Ketuhanan Animisme Dan Dinamisme. Jurnal Penelitian Multidisiplin, 1(2), 97–102.
Kahija, Y. La. (2009). Menuju Psikologi Mistis. Jurnal Psikologi Undip, 5(2), 148–176.
Ramadhani, B., & Ervan, N. M. (2023). Keterkaitan Budaya Mitos Yang Dipercaya Masyarakat Terhadap Pandangan Agama Islam. Jurnal Dinamika Sosial Budaya, 25(2), 14.
Paul, R., & Elder, L. (2006). Pemikiran Kritis: Sifat Pemikiran Kritis dan Kreatif (Issue August 2022).